Kamis, 13 Desember 2012


 FILSAFAT THOMAS AQUINAS

Oleh : Eka Sultiyowati


A.    Biografi Singkat Thomas Aquinas
Thomas Aquinas lahir di Roccasecca, Italia pada tahun 1225 dari keluarga bangsawan. Pada masa mudanya dia hidup bersama pamannya yang menjadi pemimpin ordo di Monte Cassino. Dia berada di sana pada tahun 1230-1239. Dan pada tahun 1239-1244 dia belajar di Universitas Napoli, tahun 1245-1248 belajar di Universitas Paris di bawah bimbingan Albertus Magnus. Sampai 1252 dia dan Albertus Magnus tetap berada di Cologne. Tahu 1252, dia kembali belajar di Universitas Paris pada fakultas teologi. Tahun 1256 dia mendapatkan ijazah dalam bidang teologi dan mengajar sampai tahun 1259.
Pada tahun 1269-1272, Thomas Aquinas kembali ke Universitas Paris untuk menyusun tantangan terhadap ajaran Ibnu Rusyd. Dab sejak tahun 1272, dia kembali mengajar di University Napoli. Thomas meninggal pada tahun 1274 di Lyons dengan sebelumnya mewariskandua karya terpentingnya yaitu Suma Contra Gentiles dan Summa Theologica.
Melalui gurunya, Albertus Magnus, Aquinas belajar tentang alam dan dalam filsafatnya, dia lebih empiris dari orang-orang yang diikutinya. Karena memang dia lebih banyak melakukan observasi dalam menopang argumentasinya. Di sini Aquinas masih dikategorikan sebagai penganut hipotesis geosentris dalam kosmologinya.
Pandangan Aquinas tentang pengetahuan lebih dipengaruhi keyakinannya bahwa Tuhan adalah awal dan akhir segala kebijakan. Menurutnya manusia tidak dapat menjelaskan masalah penciptaan  berdasarkan hukum kausalitas. Akan tetapi dalam argumennya sendiri dia menggunakan hokum kausalitas. Di sini kausalitas dianggap sebagai hokum yang berasal dari Yang Maha Tinggi. Dan secara singkat alam semesta ini dibagi Aquinas menjadi lima kelas, yaitu realitas anorganik,realitas animal, realitas manusia, realitas malaikat dan realitas Tuhan dengan semuanya selalu dalam bimbingan Tuhan.

B.     Pemikiran Filsafat Thomas Aquinas
Thomas Aquinas yang hidup di abad pertengahan di mana agama berkuasa dan banyak kalangan yang menolak filsafat kecuali di bawah naungan agama, pemikirannya lebih berbau teologis sebagai jawaban akan pertentangan yang terjadi dan akibat pengaruh lingkungan. Ada banyak pemikiran yang dilahirkan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Pemikiran Teologi
Aquinas mendasarkan filsafatnya pada kepastian adanya Tuhan. Menurutnya, Eksistensi Tuhan dapat diketahui dengan akal. Untuk membuktikan pendapatnya ini, dia mengajukan lima dalil sebagai berikut.
Argument pertama diangkat dari sifat alam yang selalu bergerak. Di dalam alam ini semuanya bergerak, dari sini dibuktikan adanya Tuhan. Karena setiap yang bergerak pasti digerakkan oleh yang lain, sebab tidak mungkin suatu perubahan dari potensi bergerak ke aktualitas bergerak tanpa ada penyebabnya, dan penyebab itu tidak mungkin ada pada dirinya sendiri.
Argument kedua disebut sebab yang mencukupi. Di dalam dunia inderawi dapat disaksikan adanya sebab yang mencukupi. Tidak ada sesuatu yang mempunyai sebab pada dirinya sendiri. Sebab jika demikian, maka dia mesti menjadi lebih dahulu dari pada dirinya. Ini tidak mungkin. Dalam kenyataan yang ada adalah rangkain sebab dan musabab. Seluruh sebab berurutan dengan teratur, penyebab pertama menghasilkan musabab, dan musabab ini menjadi penyebab yang kedua yang menghasilkan musabab kedua dan seterusnya.
Argument ketiga ialah argumen kemungkinan dan keharusan. Ketika menyaksikan alam akan tampak bahwa segala sesuatu bersifat mungkin ada dan mungkin tidak ada.kesimpulan ini lahir karena alam ini dimulai dari ketiadaan, lalu muncul, berkembang dan akhirnya rusak atau hilang.
Argument keempat memperhatikan tingkatan yang terdapat pada alam ini. Seluruh isi alam masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Misalnya dalam hal keindahan, penghormatan dan lainnya, semua berbeda.
Argument kelima berdasarkan keteraturan alam. Alam yang tidak berakal bergerak menuju tujuan tertentu, dan pada umumnya berhasil mencapai tujuannya. Pada hal mereka tidak memiliki pengetahuan tentang tujuan dan lainnya. Dari sini dapat diketahui bahwa semua itu diatur oleh sesuatu dalam bertindak mencapai tujuannya.[1]
Setelah Aquinas merasa berhasil menyusun argumen-argumen di atas, dan merasa bahwa filsafat itu telah berhasil membuktikan adanya Tuhan, selanjutnya dia berusaha menjelaskan sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan tidak tersusun dari esensi dan aksidensi, karena itu Tuhan tidak dapat berubah. Dan dalam perbuatan Tuhan, Aquinas berbeda dengan Agustinus. Menurutnya, Tuhan tidak berbuat semaunya, perbuatan Tuhan dibatasi oleh kebaikan.
2.      Pemikiran Kosmologi
Masuk pada pemikiran kosmologi Aquinas, di sini yang terpentinga adalah pandangannya tentang matter dan  form. Menurutnya, matter tidak dapat terpisah dari form. Bila terpisah, tentu akan terdapat kontradiksi sebab matter itu tidak jelas.
Dalam hal ruang dan waktu, Aquinas sama dengan Arestoteles. Ruang tidak dapat dipikirkan terlepas dari eksistensi benda. Dia tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa ruang itu tidak terbatas karena hal ini berlawanan dengan ajaran Kristen. Adapun waktu ditentukan oleh gerak. Sebagaimana halnya ruang, waktu juga terbatas.[2]
3.      Aquinas dan Jiwa
Pandangan Aquinas tentang jiwa sangat sederhana. Menurutnya,  jiwa dan raga memiliki hubungan yang pasti. Raga mengahadirkan matter dan jiwa menghadirkan form, yaitu prinsip-prinsip hidup yang aktual. Dan kesatuan antara jiwa dan raga tidaklah terjadi secara kebetulan. Kesatuan itu dibutuhkan dalam terwujudnya kesempurnaan manusia.
Selanjutnya Aquinans membuat perbedaan yang tajam antara  tiga jiwa manusia; jiwa vegetative, yaitu jiwa yang mengatur tumbuhan; jiwa sensitive yang mengatur kehidupan hewan; dan jiwa rasional yang mengatur kehidupan manusia. Sekalipun Aquinas mengakui bahwa jiwa adalah gabungan antara matter dan form, tentang ketidakrusakannya masih harus dipertahankan.
4.      Epistemologi Aquinas
Dalam teorinya tentang pengetahuan, Aquinas dibimbing oleh pandangannya bahwa pikiran dan iman tidak bertentangan. Menurut pendapatnya semua objek yang tidak bisa diindera tidak akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh karena itu kebenaran ajaran Tuhan tidak dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran ajaran Tuhan diterima dengan iman. Seuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal merupakan objek iman. Di sini kebenaran yang diperoleh lewat akal dan wahyu tidaklah bertentangan.
Selanjutnya Aquinas mengajarkan kepada manusia untuk menyeimbangkan akal dan iman. Akal membantu membangun dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi harus disadari pula keterbatasan akal. Akal tidak bisa memberikan penjelasan tentang kehidupan kembali dan penebusan dosa. Akal juga tidak akan mampu  membuktikan kenyataan esensi dari keimanan Kristen. Oleh karena itu, dogma-dogma Kristen itu benar sebagaimana yang disebutkan dalam firman-firman Tuhan. Dari sini dapat disimpulkan kalau ada dua jalur dalam epistemologi Aquinas, yaitu akal yang berawal dari manusia dan wahyu yang bersumber dari Tuhan.
Di dalam doktrinnya tentang pengetahuan, Aquinas adalah realis moderat. Dia tidak sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa alam semesta ini mempunyai eksistensi yang objektif. Dia mengajarkan bahwa alam semesta ini berada dalam tiga cara. Pertama, sebagai sebab-sebab di dalam pemikiran Tuhan; kedua, sebagai idea dalam pikiran manusia; dan ketiga, sebagai esensi sesuatu. Di sini Aquinas mencoba menjembatani extreme nominalism dan extreme realism.
5.      Etika Aquinas
Nilai etika tertinggi pada etika Aquinas ialah kebaikan tertinggi. Kebaikan tertinggi itu menurutnya tidak dapat dicapai dalam kehidupan sekarang. Tetapi harus menunggu hari kelak tatkala manusia memperoleh pandangan yang sempurna tentang Tuhan.
Dalam etikanya, Aquinas mengatakan bahwa dasar kebaikan adalah kemurahan hati, yang menurutnya lebih dari sekedar kedermawanan atau belas kasihan. Kemurahan hati itu terdapat dalam jiwa yang penuh cinta. Cinta kepada Tuhan datang pertama kali, dari situ muncul cinta kepada selain Tuhan. Akan tetapi konsepnya tentang cinta tidaklah menyeluruh karena tidak mencakup orang kafir. Sehingga kehidupan pertapa memainkan peranan yang kuat dalam etikanya.
Mengenai kebebasan kemauan, dia menyatakan bahwa manusia berada dalam kedudukan yang berbeda dari Tuhan. Tuhan selalu benar sedangkan manusia kadangkala salah. Manusia selalu dihadapkan pada bermacam-macam pilihan dengan dipengaruhi tuntutan-tuntutan materi dalam menentukan pilihannya. Sehingga kadangkala manusia sering ditimpa keraguan, sebagaimana keraguan pada akhirat dan lainnya. Oleh karena itu, manusia sering kali memilih sesuatu yang rendah yang mengakibatkan dirinya jauh dari Tuhan. Manusia di sini dapat memperoleh kebebasan sempurna dengan cara memilih sesuatu yang akan membawa pada kebahagiaan abadi dan mendekatkan manusia pada sifat-sifat Ilahi.[3]


[1]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 99-100
[2]Ibid., 102
[3]Nico Syukur Dister, Filsafat Kebebasan, (Yogyakarta; Kanisius, 1988), 120

Tidak ada komentar:

Posting Komentar