Rabu, 28 November 2012

Konsep Ketuhanan Dinamisme dan Animisme

Oleh : Abd. Shamad

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Proses perkembangan manusia tidak lepas dari sejarahnya. Berawal dari yang paling kecil dan terkesan kekanak-kanakan sampai besar dengan kedewasaan. Semua berjalan beriringan mengikuti alurnya waktu dan kebutuhan yang harus dipenuhinya. Kebutuhan ini bisa berupa kebutuhan jasmani atau rohani yang mewarnai corak perkembangannya masing-masing mengantarkan manusia ke pintu kesempurnaan.
Dalam sejarah peradaban, dikenal beberapa zaman dalam pemetaan. Ada zaman batu, perunggu sampai pada zaman kontemporer yang segalanya tampak serba mudah dan terpenuhi. Begitulah manusia dengan ketidakpuasannya melakukan perubahan dalam efisiensi dan pemenuhan kebutuhan sesuai harapan.  Meskipun di balik semua itu banyak juga yang dikorbankan sebagai nilai tukar dari perubahan dalam progresifitas sejarah kehidupan.
Selain perkembangan peradaban, perkembangan kepercayaan atau keyakinan dalam ranah spiritual juga tida bisa terpisahkan sebagai roh dari sekian perubahan. Kepercayaan ini juga beralan seiring perkembangan pola piker manusia. Dan semakin maju manusia, maka semakin sedikit Tuhan-Tuhan yang dipercayainya sebagai jawaban dari kelemahannya.
Dalam sejarahnya banyak ditemukan berbagai kepercayaan sesuai kebutuhan dalam perkembangan manusia. Berawal dari banyak Tuhan dalam menerangkan ketidakmampuan dan kebodohan sampai pada kepercayaan akan satu Tuhan yang mengungguli segalanya. Namun, akankah semua konsep kepercayaan lama ikut terpendam dan tinggal sejarahnya?. Animisme dan Dinamisme misalnya, tidak adakah pengaruh dan praktik-praktik mereka sekarang walau tidak dalam bungkus aliran lamanya?. Terkait hal ini, kami merasa tertarik untuk menulis sebuah makalah yang mencoba membongkar konsep-konsep ketuhanan lama, khususnya Dinamisme dan Animisme agar apa yang dijalankan sekarang menjadi semakin  jelas dan terlepas dari kepercayaan lama yang tidak diperlukan dengan wajah-wajah barunya.

B.     umusan Masalah
Dalam makalah ini, kami akan membahas sedikit banyak tentang:
1.      Apa itu agama, pengertian dan sejarahnya?
2.      Apa itu Dinamisme dan Animisme?
3.      Bagaimana konsep ketuhanan Dinamisme dan Animisme?

C.    Tujuan
Setelah memabaca makalah ini, kami mengharapkan pembaca mengerti sedikit banyak tentang:
1.      Agama, pengertian dan sejarahnya.
2.      Pengertian Dinamisme dan Animisme
3.      Konsep ketuhanan Dinamisme dan Animisme



BAB II
ANIMISME DAN DINAMISME


A.    Agama, Pengertian dan Sejarah
Menurut sebagian pendapat, agama berasal dari bahasa sansekerta yang diartikan dengan haluan dan jalan. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berasal dari dua buah kata, yaitu A yang artinya tidak, dan GAMA yang artinya kacau balau. Jadi agama adalah tidak adanya kacau balau atau dengan kata lain teratur. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hidup beragama adalah hidup yang teratur, sesuai dengan haluan atau jalan yang telah dilimpahkan Tuhan dengan dijiwai oleh semangat kebaktian.
Pada dasarnya beragama merupakan kecenderungan manusia yang sesuai dengan instink dan fitrahnya untuk mengakui adanya kekuatan yang luar biasa di atas alam yang ada ini. Di sini memeluk sebuah agama merupakan tuntutan hati nurani manusia. Mengingkari agama berarti mengingkari hati nuraninya sendiri. Hal ini bisa dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa mereka yang mengngkari agama ketika mendapat kesulitan atau sesuatu yang di luar kemampuannya lalu menyebut nama Tuhan sebagai pelarian. Walau terkadang Tuhan yang disebutnya bisa saja tanpa nama. Karena ketika Tuhan bisa diungkapkan dengan banyak nama, maka otomatis Dia bisa diungkapkan tanpa nama.
Paham beragama ini terus berkembang seiring dengan perkembangan pikiran manusia dan kebutuhan-kebutuhan mereka. Semakin maju ilmu manusia yang berarti lebih banyak yang dapat dilakukannya sendiri, maka semakin sedikit Tuhan yang dipercayainya. Hali ini dapat dilihat dari perubahan berangsur-angsur dari keyakinan akan banyak Tuhan (polytheisme) sampai pada keyakinan akan satu Tuhan (monotheisme).
Adapun unsure-unsur sebuah agama yang membangun dan melestarikannya adalah sebagai berikut:
1.      Adanya kekuatan gaib yang diyakini (Tuhan)
2.      Adanya perasaan takut dan cinta (keimanan)
3.      Paham adanya keyakinan yang disucikan (konsep ketuhanan)
4.      Adanya keyakinan bahwa kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat tergantung dengan adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang diyakini (Tuhan).[1]

B.     Pengertian Dinamisme dan Animisme
Sebelum masuk pada pembahasan konsep ketuhanan Dinamisme dan Animisme, terlebih dahulu seseorang perlu mengetahui pengertian dari Dinamisme dan Animisme untuk mempermudah pemahaman dan menghindari kesalah pahaman dengan menyelaraskan pemahaman dari pengertian yang mungkin saja sebelumnya berbeda. Dan eksisnya suatu hal sebenarnya tidak jauh dari definisinya sendiri sebagai kata universal yang mewakilinya dengan memasukkan cakupan dan pembersihan dari hal-hal luar yang tidak berhubungan dalam mempertegas kategori dan ruang lingkupnya. Oleh karena itu, makalh ini pun dimulai dari penjelasan sebuah definisi.
a)      Dinamisme
Secara etimologis, dinamisme berasal dari kata Yunani dynamis atau dynaomos yang artinya kekuatan atau tenaga. Dari sini dapatdiambil kata kunci dari dinamisme yaitu kekuatan atau tenaga. Jika dikembangkan dalam sebuah pengertian tentang aliran akan didapatkan sebagai kepercayaan (anggapan) akan adanya kekuatan atau gaib yang terdapat pada berbagai barang, baik yang hidup atau mati di mana kuatan gaib ini memancarkan pengaruhnya secara gaib pula pada apa yang ada di sekitarnya.
Dalam Kamus Ilmiah Populer yang disusun Tim Pustaka Agung Harapan, dinamisme diartikan sebagai kepercayaan primitif dimana semua benda mempunyai kekuatan yang bersifat gaib.[2] Orang primitif dengan pengetahuannya yang minim mempercayai hal ini sebagi jawaban dari ketidakmampuannya dalam mengungkap dan memahaminya lebih dalam. Sementara hal-hal tersebut dengan berbagai kegunaannya tidak pernah llepas dari kehidupan. Dan kepercayaan akan kekuatan gaib di dalamnya mungkin menjadi satu-satunya cara mereka menjelaskan dan memahami berbagai kejadian dalam menghapus rasa penasaran yang selalu memburunya.
b)      Animisme
Kata animisme berasal dari anima yang berarti nyawa atau roh. Kata roh di sini menjadi kata kunci dalam pemahaman konsep animisme. Kalau dikembangkan, animisme dapat diartikan sebagai sebuah kepercayaan terhadap adanya makhluk halus atau roh-roh yang ada pada setiap benda baik benda hidup atau benda mati sekalipun. Tidak hanya percaya, mereka bahkan memuliakan roh-roh tersebut. Penghormatan ini dilakukan agar tidak mendapat gangguan mereka tetapi justru mendapat keberuntungan dari mereka dengan adanya penghormatan. Karena roh-roh ini dapat memberi banyak manfaat (dalam keyakinan mereka) dan dapat dimintai pertolongan.
Sedangkan pengertian roh dalam masyarakat primitif tidak sama dengan pengertian roh pada masyarakat modern. Masyarakat primitif belum bisa membayangkan roh yang bersifat immateri. Karenanya, roh terdiri atas materi yang sangat halus sekali. Sifat dari roh ini adalah memiliki bentuk, umur, dan mampu makan.[3] Hal ini dapat diketahui dari sesajen yang diberikan masyarakat primitif sebagai bentuk hadiah pada roh-roh tersebut.
Teori animisme ini, pertama kali dikemukakan oleh taylor, seorang sarjana aliran evolusionisme bangsa Inggris yang mengatakan bahwa segala seuatu yang ada di dunia ini semuanya bernyawa (memiliki roh). Dan roh-roh ini ada yang melekat pada diri manusia yang disebut jiwa, ada juga yang tidak melekat pada diri manusia atau terpisah dari badan, seperti lelembut atau hantu, genderuwo dan lainnya. Kepercayaan animisme ini merupakan asas kepercayaan agama manusia primitif.
Meskipun masih belum diakui sepenuhnya sebagai agama, menurut Tylor ada empat tahap proses yang dilalui animisme untuk bisa diakui sebagai agama primitif. Tahap pertama, masyarakat primitif mengkhayalkan adanya hantu jiwa (ghost-soul) orang mati yang mengunjungi orang hidup. Hantu jiwa inilah yang mengganggu orang-orang yang masih hidup. Tahap kedua, jiwa menampakkan diri. Tahap ketiga, timbul kepercayaan dalam masyarakat tersebut bahwa segala sesuatu berjiwa. Tahap keempat, dari yang berjiwa itu ada yang menonjol, seperti pohon besar atau batu yang aneh. Akhirnya, yang paling menonjol dari kesemuanya itu disembah.[4]

C.    Konsep Ketuhanan dan Peribadatan
Selain adanya hal yang dipyakini dan yang meyakini, salah satu syarat agama adalah adanya konsep kepercayaan atau ketuhanan yang membedakannya dari yang lain. Begitu pula dalam dinamisme dan animisme sebagai sebuah kepercayaan. Berangkat dari berbagai pengertian di atas, dapat dimunculkan beberapa konsep sebagaimana berikut:
a.       Dinamisme
Sebagai kepercayaan terhadap benda yang memiliki kekuatan gaib, dalam dinamisme dilakukan klasifikasi benda-benda yang memancarkan kekuatan gaib  menjadi tiga bagian.[5]
1.      Benda-benda keramat
Yang dimaksud benda-benda keramat bagi orang primitif ialah benda yang memiliki kekuatan luar biasa dan jarang ditemukan bandingnya sehingga bagi mereka terkesan gaib, seperti logam mas, perak, besi dan lainnya. Dan untuk menyatakan kekeramatannya, ada berbagai kriteria dengan masing-masing bagian mempunyai kesaktiannya (makna) sendiri-sendiri. Misalnya ada kebiasaan di Goa untuk menimbang sepotong rantai dari emas pada tiap-tiap tahun. Kalau beratnya bertambah ada harapan baik bagi kerajaan. Sebaliknya jika berkurang maka berarti malapetaka.
2.      Binatang-binatang keramat
Pada kepercayaan bangsa primitif, terdapat suatu anggapan terhadap beberapa jenis binatang yang keramat. Binatang-binatang ini dilarang diburu kecuali pada waktu suci. Bahkan ada binatang yang dianggap dapat menurunkan manusia. Pada umumnya binatang keramat ini dimiliki tiap-tiap klan dan sangat dihormati. Selain itu, binatang ini dilarang dianiaya, diburu sewenang-wenang dan dimakan dagingnya dengan sembarangan. Dan hanya dengan upacara-upacara resmi saja diadakan penyembelihan hewan-hewan ini. Seperti buaya, harimau, perkutut dan lainnya.
3.      Orang-orang keramat
Dalam masyarakat primitif ada kepercayaan bahwa beberapa manusia ada yang dianggap suci, bertuah, keramat dan sebagainya. Mereka dihormati lebih dari yang lainnya, baik karena keturunannya maupun karena ilmunya. Menurut mereka, orang-orang tersebut memiliki kekuatan gaib. Misalnya dalam pewayangan. Kresna dan Rama dianggap penjelmaan Wisnu. Sehingga mereka diyakini sakti, berhak memerintak kerajaan dan mendapat kedudukan tinggi dalam masyarakat. Selain itu, dalam zaman sekarang ada kiai dalam masyarkat pedesaan yang selalu didewakan seakan tidak pernah salah. Hal ini merupakan sisa-sisa dinamisme.
b.      Animisme
E.B Tylor berpendapat bahwa agama primitif timbul dari animisme. Maka dapat dikatakan bahwa animisme adalah cikal bakal agama. Karena sesuai dasar pertama dalam agama yakni iman atau percaya, maka hal ini dirasa benar adanya. Lebih lanjut Tylor menjelaskan karakteristik yang dimiliki semua agama, baik besar maupun kecil, kuno atau modern adalah kepercayaan pada roh yang berpikir, bertindak, dan merasa seperti pribadi manusia.[6] Inilah yang menjadi titik persamaannya dengan animisme, yakni percaya pada roh.
Apabila ditinjau dari bentuknya, animisme memiliki beberapa sifat yang menyerupai sifat agama, misalnya dalam animisme orang mempercayai barang yang gaib dan barang-barang ruhaniah, memuja kekuatan dan kekuasaan yang maha tinggi untuk mendapatkan limpahan kasih saying dan kebahagiaan hidupnya, insyaf akan kelemahan manusia sehingga mereka dengan rela dan patuh menyandarkan diri pada kekuatan gaib.
Dalam kepercayaan animisme ini, terdapat banyak ragam kepercayaan. Kepercayaan-kepercayaan tersebut dikelompokkan menjadi empat.[7]
1.      Kepercayaan dan penyembahan kepada alam (Naturewonship). Seperti penyembahan pada api, matahari, bintang dan lainnya.
2.      Kepercayaan dan penyembahan kepada benda-benda (folishworship). Dalam anggapan mereka siapa saja yang memakai atau menggunakan benda-benda tersebut akan terhindar dari malapetaka dan kesengsaraan hidup. Seperti kepercayaan pada batu akik, besi buat jimat, air buat obat, api untuk membakar mayat dan lainnya
3.      Kepercayaan dan penyembahan kepada binatang binatang (animalworship). Binatang-binatang ini dipuja karena dianggap memberikan keselamatan dan kemanfaatan. Seperti sapi di Bali, Lembu di Mesir, ular di india, buaya dan lainnya.
4.      Kepercayaan dan penyembahan kepada roh nenek moyang (ancestor-worship). Dalam kepercayaan orang primitif, roh orang-orang yang sudah mati masih hidup dan dapat diminta pertolongannya. Maka tidak jarang lagi orang yang mengadakan peringatan bagi si mati selama tiga atau tujuh hari, seratus hari dan seterusnya. Ditambah dengan pemberian sesajen kepada roh-roh btersebut. Bahkan roh-roh ini dapat dipanggil oleh orang-orang tertentu untuk dimintai doa restu dan lainnya.



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Paham beragama  terus berkembang seiring dengan perkembangan pikiran manusia dan kebutuhan-kebutuhan mereka. Semakin maju ilmu manusia yang berarti lebih banyak yang dapat dilakukannya sendiri, maka semakin sedikit Tuhan yang dipercayainya. Hali ini dapat dilihat dari perubahan berangsur-angsur dari keyakinan akan banyak Tuhan (polytheisme) sampai pada keyakinan akan satu Tuhan (monotheisme).
Secara etimologis, dinamisme berasal dari kata Yunani dynamis atau dynaomos yang artinya kekuatan atau tenaga. Dari sini dapatdiambil kata kunci dari dinamisme yaitu kekuatan atau tenaga. Jika dikembangkan dalam sebuah pengertian tentang aliran akan didapatkan sebagai kepercayaan (anggapan) akan adanya kekuatan atau gaib yang terdapat pada berbagai barang, baik yang hidup atau mati di mana kuatan gaib ini memancarkan pengaruhnya secara gaib pula pada apa yang ada di sekitarnya.
Sebagai kepercayaan terhadap benda yang memiliki kekuatan gaib, dalam dinamisme dilakukan klasifikasi benda-benda yang memancarkan kekuatan gaib  menjadi tiga bagian.
1.      Benda-benda keramat
2.      Binatang-binatang keramat
3.      Orang-orang keramat
Kata animisme berasal dari anima yang berarti nyawa atau roh. Kata roh di sini menjadi kata kunci dalam pemahaman konsep animisme. Kalau dikembangkan, animisme dapat diartikan sebagai sebuah kepercayaan terhadap adanya makhluk halus atau roh-roh yang ada pada setiap benda baik benda hidup atau benda mati sekalipun. Tidak hanya percaya, mereka bahkan memuliakan roh-roh tersebut. Penghormatan ini dilakukan agar tidak mendapat gangguan mereka tetapi justru mendapat keberuntungan dari mereka dengan adanya penghormatan. Karena roh-roh ini dapat memberi banyak manfaat (dalam keyakinan mereka) dan dapat dimintai pertolongan.
Dalam kepercayaan animisme ini, terdapat banyak ragam kepercayaan. Kepercayaan-kepercayaan tersebut dikelompokkan menjadi empat.
1.      Kepercayaan dan penyembahan kepada alam (Naturewonship). Seperti penyembahan pada api, matahari, bintang dan lainnya.
2.      Kepercayaan dan penyembahan kepada benda-benda (folishworship). Dalam anggapan mereka siapa saja yang memakai atau menggunakan benda-benda tersebut akan terhindar dari malapetaka dan kesengsaraan hidup. Seperti kepercayaan pada batu akik, besi buat jimat, air buat obat, api untuk membakar mayat dan lainnya
3.      Kepercayaan dan penyembahan kepada binatang binatang (animalworship). Binatang-binatang ini dipuja karena dianggap memberikan keselamatan dan kemanfaatan. Seperti sapi di Bali, Lembu di Mesir, ular di india, buaya dan lainnya.
4.      Kepercayaan dan penyembahan kepada roh nenek moyang (ancestor-worship). Dalam kepercayaan orang primitif, roh orang-orang yang sudah mati masih hidup dan dapat diminta pertolongannya. Maka tidak jarang lagi orang yang mengadakan peringatan bagi si mati selama tiga atau tujuh hari, seratus hari dan seterusnya. Ditambah dengan pemberian sesajen kepada roh-roh btersebut. Bahkan roh-roh ini dapat dipanggil oleh orang-orang tertentu untuk dimintai doa restu dan lainnya.
B.     Saran
Dalam menanggapi berbagai macam agama, sebaiknya seseorang tidak terlalu ekstrim atau bersikap fanatic yang berlebihan terhadap keyakinannya. Sehingga tercipta kerukunan antar-agama dan bisa saling bekerjasama dalam membangun Negara. Karena walau bagaimanapun semuanya terpengaruh oleh latar belakang masing-mamsing dan pengetahuannya. Selain itu, semuanya tidak yang memberikan garansi keselamatan kecuali janji-janji saja sesuai kepercayaan dan sama-sama memiliki peluang keselamatan.



DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, Abu. 1991. Perbandingan Agama. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama Wisata Pemikiran Dan Kepercayaan Manusia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Pals, Daniel L. Seven Theories Of Religion Dari Animisme E.B. Tylor, Materialisme Karl Marx Hingga Antropologi C. Geertz. Yogyakarta: Qalam, 2001.
Tim Pustaka Agung Harapan. ________. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Pustaka Agung Harapan.
Warsito, Loekisno Choiril. Paham Ketuhanan Modern Sejarah Dan Pokok-Pokok Aja
rannya. Surabaya: Elkaf, 2003.



[1]Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, (PT. Rineka Cipta; Jakarta, 1991), 08
[2]Tim Pustaka Agung Harapan, Kamus Ilmiah Populer (Pustaka Agung Harapan, Surabaya) 103
[3]Loekisno Choiril Warsito, Paham Ketuhanan Modern Sejarah Dan Pokok-Pokok Ajarannya, (Surabaya: Elkaf, 2003), 62.
[4]Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama Wisata Pemikiran Dan Kepercayaan Manusia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), 63.
[5]Ahmadi, Perbandingan Agama, 35-39
[6]Daniel L. Pals, Seven Theories Of Religion Dari Animisme E.B. Tylor, Materialisme Karl Marx Hingga Antropologi C. Geertz, (Yogyakarta: Qalam, 2001), 41.
[7]Ahmadi, Perbandingan Agama, 42-46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar