Rabu, 28 November 2012

Teosofi Ibnu Arabi


Oleh : Abd. Shamad

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Ibnu Arabi merupakan salah satu filsuf muslim yang berangkat dari tasawuf dalam menelurkan filsafatnya. Sebagaimana filsuf sebelumnya, dia mencoba membahasakan penglaman spiritualnya dengan filsafat agar dapat dikomunikasikan dengan coraknya tersendiri. Melalui pemaduan akal dan intuisi dengan proporsi yang berbeda ibnu Arabi berkarya. Dari sini banyak orang-orang yang tidak memahami ungkapan-ungkapan metaforisnya.
Di antara sekian banyak pemikiran filsafat mistik (tasawuf falsafi) dalam Islam, pemikiran Ibn ‘Arabi merupakan salah satu model yang unik karena kepiawaiannya memformulasikan pengalaman mistisnya ke dalam bahasa filsafat, atau juga merupakan pemaduan unsur-unsur mistis ke dalam filsafat, sehingga filsafat yang disajikan tidak murni rasional, tetapi sudah dilengkapi dzauqiyyah (intuitif).
Berangkat dari intuisi yang berawal dari penyucian diri untuk mempersiapkannya mendapat pancaran Ilahi dan rasio dalam mengkomunikasikan pengalaman batin, Ibnu Arabi mewarnai dunia intelektual muslim. Namun, keterbatasan kata dalam mengungkapkan realita spiritual yang dialaminya menyebabkan banyak kalangan menuduhnya sesat. Khususnya pemikrannya tentang wihdatul wujud yang dianggap bertentangan dengan Islam menjadi sasaran ketidakmampuan akal memahami keadaannya yang dimabuk cinta dengan Tuhan. Sementara kata tak pernah mampu mengungkap realitas spiritual yang dialaminya tanpa masuk di dalamnya.
4
 
Berbagai fenomena di atas yang hanya memandang satu sisi saja dari Ibnu Arabi sehingga banyak yang mengamggapnya sesat. Pada hal mereka tidak tahu banyak tentang Ibnu Arabi kecuali namanya saja. Dari sini kami tertarik untuk menulis makalah dengan pembahasan teosofi Ibnu Arabi sesuai kemampuan dan literature yang didapatkan.
B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan membahas sedikit banyak tentang beberapa hal sesuai kemampuan kami, di antara bahasan kami terkai tentang:
1.      Bagaimana biografi Ibnu Arabi yang melatar belakangi pemikirannya?
2.      Bagaimana pemikiran filsafat Ibnu Arabi?

C.    Tujuan
Setelah membaca makalah ini, kami harap para pembaca mengerti sedikit banyak tentang beberapa hal terkait:
1.      Biografi singkat Ibnu Arabi yang melatar belakangi pemikirannya.
2.      Pemikiran filosofis Ibnu Arabi.


BAB II
FILSAFAT IBNU ARABI


A.    Biografi Singkat Ibnu Arabi
Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Muhammad Ibn al-‘Arabi al-Tha’i al-Hatimi. Ia dilahirkan di Andalus, Murcia (Mursia) Spanyol pada tahun 1165 M dalam keluarga berdarah Arab asli dari suku Tha’i. Ketika berusia delapan tahun, ia ikut diboyong keluarganya pindah ke Lisbon dan kemudian ke Seville. Di sanalah ia mulai mengecap pendidikan serta memperdalam ilmu pengetahuan keislaman dari berbagai cabang dengan para ulama ataupun para sufi.[1]
Selama di Seville, pada masa berikutnya Ibn ‘Arabi menduduki jabatan sebagai Sekretaris Gubernur Seville, hal ini tak terlepas dari kecemerlangan prestasi pendidikannya. Kemudian ia menikah dengan seorang wanita shalehah yang bernama Maryam. Selama di Seville ia didampingi isterinya, termasuk dalam perlawatannya ke berbagai daerah di Spanyol ataupun Afrika Utara. Dalam masa perlawatannya itulah ia banyak berjumpa dengan guru-guru sufi, dari perjumpaan itu paling tidak mempercepat proses Ibnu ‘Arabi untuk menggeluti dunia sufi sejak usia dua puluh tahun, hingga pada akhirnya ia lebih memilih jalur sufi dan sekaligus menghantarkannya menjadi seorang sufi besar.
6
 
Dalam masa hidupnya, Ibnu Arabi banyak melakukan perjalanan dan menemui para intelek juga ulama sufi dan tak jarang timbul perdebatan di antara mereka dalam pertukaran fikiran. Dalam petualangan intelektualnya ini lah Ibnu Arabi banyak mendapat pengetahuan, baik itu pengetahuan teofanik  atau yang lainnya. Bahkan menurut Asin Palacios, dia mendapatkan pembaiatan formal untuk memasuki dunia sufisme ketika berkunjung ke Almeria sebagai pusat sekolah Ibnu Masarrah dan kemudian Ibnu al-‘Arif.[2]
Ibn ‘Arabi tidak hanya sebagai seorang sufi besar tetapi sekaligus sebagai seorang filsuf mistis. Penguasaan ilmunya melampaui bidang mistis, ia juga menguasai filsafat peripatetik serta merupakan salah satu guru pada bidang tersebut. Dan latar belakang penguasaan disiplin ilmu yang luas (antara mistis dan filsafat), Ibn ‘Arabi mampu memformulasikan pandangan-pandangannya yang bercorak mistis dengan bahasa, filsafat, dengan kata lain pengalaman-pengalaman mistis yang bersifat batini itu telah difilsafatkan dan menjadi sebuah pandangan metafisis yang khas. Itulah yang lebih terkenal dengan sebutan Wihdat al-Wujud.

B.     Pemikiran Ibnu Arabi
Dalam filsafatnya, Ibnu Arabi berangkat dari tasawuf atau jalan sufi. Hal ini sebagaimana Hakim al-Tirmidzi dan Bayazid al-Bastami dengan metafisiknya. Selain itu ada Ibnu Masarrah dengan doktrin kosmologisnya. Namun berbeda dari mereka yang tulisannya lebih pada petunjuk praktis bagi para pengikut jalan tasawufnya atau sekedar ekspresi dari keadaan realisasi yang dicapai dengan penjelasan teoritik tentang metafisika yang hanya memancarkan aspek partikular realitas yang diperhatikan bersamaan dengan kaum sufi, pada masa Ibnu Arabi telah terkandung secara implicit dalam pernyataan-pernyataan berbagai guru dan terformulasi secara eksplisit. Ibnu Arabi memberi penjabaran yang sebenarnya atas gnosis (tajalli) dalam Islam. Melaluinya, dimensi esoterik (batin) dalam Islam menampakkan diri secara terbuka dan menerangi gari-garis jagad spiritualnya.[3] Di antara pemikiran-pemikiran Ibnu Arabi adalah sebagai berikut:
1.      Wihdatu al-Wujud
Doktrin wihdatu al-wujud sebenarnya bukanlah doktrin yang dikeluarkan Ibnu Arabi. Hanya saja banyak dari pemikirannya yang mengekspresikan kesatuan atau bisa dibilang Ibnu Arabi mendukung wihdatu al-wujud walaupun istilah terebut lahir setelahnya dengan adanya perhatian lebih murid-muridnya akan konsep kesatuan. Dan konsep ini lah kiranya yang menjadi roh pemikiran Ibnu Arabi yang menentukan konsep-konsep lain baik dalam epistemologi, ontologi, teologi dan lainnya.
Dalam konsep ini dikatakan bahwa tidak ada maujud selain Allah sebagai wujud yang haq dan wujud seluruhnya. Adapun apa yang tampak dari makhluk pada hakekatnya tidak ada, tetapi hanya merupakan bayangan semu yang meminjam wujud Allah. Karena pada tingkatan tertinggi, wujud adalah realitas Tuhan yang absolut dan tidak terbatas. Dan sebagai esensi al-Haqq wujud adalah dasar segala sesuatu yang tidak dapat ditentukan dan diketahui dari segala sesuatu yang ada di dalam bentuk apapun yang membuat dia dapat ditemukan.[4]
Menurut pandangan ini, keragaman nyaris tidak ada (tampak tunggal), tatkala ia juga berakar pada Tuhan. Dari pemikirannya, Ibnu Arabi disimpulkan bahwa Ibnu Arabi menarik dunia intelektual atau ilmu ke dunia tasawuf. Sehingga dia lebih menekankan pada hakekat dari pada pembahasan rasional ilmu pengetahuan. Sehingga tidak banyak dapat diterima kecuali oleh golongan-golongan tertentu saja yang benar-benar mengetahui arah dan tujuannya juga lingkup bahasannya. Karena antara dunia tasawuf dan ilmu memiliki karakteristik dan cakupan yang tidak sama.
2.      Wihdatu al-adyan
Teori ini berangkat dari teori wihdatu al-wujudnya yang menjadi roh hampr semua pemikirannya. Karena semuanya hanyalah meminjam wujud Tuhan dan tidak benar-benar ada. Di sini tidak ada tempat lagi untuk perbedaan. Dalam pandangan Ibnu Arabi Semua agama dari Nabi Adam sama saja menuju kebahagiaan, hanya saja berbeda dalam membahasakan sesuai keadaan dan tuntutan yang mempengaruhi. Sehingga tidak ada beda antara muslim dan non-muslim, umat Musa dan Muhammad.
Dalam buku Dunia Imajinal Ibnu Arabi William Chittick menuliskan beberapa hal tentang alasan perbedaan agama dengan runtutan yang jelas. Di sana disebutkan bahwa agama-agama wahyu berbeda semata disebabkan keragaman hubungan ketuhanan. Dan keragaman ini dikarenakan keragaman pernyataan. Sedangkan pernyataan ini berbeda disebabkan keragaman waktu agama itu diturunkan, gerakan, dan kadar perhatian. Semua itu disebabkan bedanya tujuan dan keberbedaan penyingkapan diri (tajalli). Dari sini dapat disimpulkan sebenarnya semua agama adalah sama, dengan jalan yang berbeda menuju Tuhan yang satu.[5]
3.      Epistemologi
Menurut Ibnu Arabi pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang didapat dari intuisi dengan pensucian diri sebelum mendapat pancaran Ilahi dan bertajalli. Dia lebih menekankan pada pengalaman batin dengan pancaran Tuhan yang menurutnya tidak bisa disangsikan lagi. Sementara akal bagi Ibnu Arabi hanya untuk mengintrospeksi dan merumuskan kembali pengetahuan ini dan membawanya ke dalam dunia fenomena. Manakala akal telah mengambil langkah ini dengan cermat dan menyusun kembali serta menerjemahkan pengetahuan yang tidak bia diterangkan ke dalam kerangka bentuk pengetahuan secara fenomenal representasional, maka ia akan menjadi pengetahuan intelektual biasa yang, seperti halnya pengetahuan kita yang lain, bersifat konseptual dan biasa dipahami, dan karenanya, bisa dibicarakan dalam bahasa sehari-hari dengan mudah. Karena itu, kemampuan akallah kata Ibn ‘Arabi yang bisa melakukan transisi dari pengetahuan tentang yang gaib ke pengetahuan intekelektual dunia fenomena seperti itu.
Dari pendekatan yang dipakai, Ibnu Arabi membagi pengetahuan menjadi;
1)      Pngetahuan intelektual (‘Ilm al-Aql, The Science of reason) yang diperoleh melalui pendekatan investigatif serta bersifat demonstratif. Pengetahuan jenis ini bisa merujuk pada objek empiris atau objek yang sudah dikenal oleh akal.
2)      Pengetahuan tentang kesadaran akan keadaan-keadaan batin (The Science of States, Ahwal). Jenis pengetahuan ini lebih menekankan pada kemampuan merasa sehingga tidak ada jalan untuk mengkomunikasikan keadaan-keadaan yang sudah melampaui batas-batas nalar selain merasakan sendiri jenis “keadaan-keadaan” tersebut. Karena akal tidak bisa dijadikan acuan untuk membuktikan kebenaran “keadaan-keadaan” dalam penyaksian batin.
3)      Pengetahuan tentang yang gaib (Knowledge is The Sciences of The Mysteries. ‘ilm al-asrar). Pengetahuan model ini bercorak intelektual transenden, bentuk mengetahui lebih tergantung pada pencerahan yang bersumber dari cahaya Ilahiah atau pancaran ruh suci kedalam pikiran. Pengetahuan model ini hanya ada atau dimiliki oleh mereka yang mencapai maqam tertinggi seperti para Nabi ataupun orang-orang suci.
4.      Teori manifestasi Ibnu Arabi
Teori ini terkait dengan kosmologi atau alam dan awal penciptaannya. Dalam teori ini disebutkan bahwa apapun yang ada di alam hanyalah manifestasi-manifestasi ilahi yang tidak mungkin ada tanpa keberadaan Tuhan sebagai wujud sejati. Dari Tuhan termanifestasi akal pertama sampai pada tingkat manusia sebagai makhluk yang sangat potensial untuk menjadi tempat tajalli seluruh sifat Tuhan. Di sini teori manifestasi terkesan hampir sama dengan teori emanasi yang berkembang sebelumnya. Hanya saja bahasa yang digunakan berbeda dengan penggunaan kata manifestasi atau cahaya Ilahi sebagai ganti intelek dalam emanasi.[6]




BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Nama lengkap Ibnu Arabi adalah Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Muhammad Ibn al-‘Arabi al-Tha’i al-Hatimi. Ia dilahirkan di Andalus, Murcia (Mursia) Spanyol pada tahun 1165 M dalam keluarga berdarah Arab asli dari suku Tha’i. Ketika berusia delapan tahun, ia ikut diboyong keluarganya pindah ke Lisbon dan kemudian ke Seville. Di sanalah ia mulai mengecap pendidikan serta memperdalam ilmu pengetahuan keislaman dari berbagai cabang dengan para ulama ataupun para sufi.
Dalam masa hidupnya, Ibnu Arabi banyak melakukan perjalanan dan menemui para intelek juga ulama sufi dan tak jarang timbul perdebatan di antara mereka dalam pertukaran fikiran. Dalam petualangan intelektualnya ini lah Ibnu Arabi banyak mendapat pengetahuan, baik itu pengetahuan teofanik  atau yang lainnya
Ibn ‘Arabi tidak hanya sebagai seorang sufi besar tetapi sekaligus sebagai seorang filsuf mistis. Penguasaan ilmunya melampaui bidang mistis, ia juga menguasai filsafat peripatetik serta merupakan salah satu guru pada bidang tersebut. Dan latar belakang penguasaan disiplin ilmu yang luas (antara mistis dan filsafat), Ibn ‘Arabi mampu memformulasikan pandangan-pandangannya yang bercorak mistis dengan bahasa, filsafat.
11
 
Dalam filsafatnya, Ibnu Arabi berangkat dari tasawuf atau jalan sufi. Hal ini sebagaimana Hakim al-Tirmidzi dan Bayazid al-Bastami dengan metafisiknya. Selain itu ada Ibnu Masarrah dengan doktrin kosmologisnya. Namun berbeda dari mereka yang tulisannya lebih pada petunjuk praktis bagi para pengikut jalan tasawufnya atau sekedar ekspresi dari keadaan realisasi yang dicapai dengan penjelasan teoritik tentang metafisika yang hanya memancarkan aspek partikular realitas yang diperhatikan bersamaan dengan kaum sufi, pada masa Ibnu Arabi telah terkandung secara implicit dalam pernyataan-pernyataan berbagai guru dan terformulasi secara eksplisit.
Di antara pemikiran-pemikiran Ibnu Arabi adalah sebagai berikut:
1.      Wihdatu al-Wujud
2.      Wihdatu al-adyan
3.      Epistemologi
4.      Teori manifestasi Ibnu Arabi

B.     Saran
Dalam menyikapi seseorang yang kontroversial, sebaiknya tidaklah memandang hanya satu sisi dari berbagai sisi yang ada. Karena bisa saja apa yang dimaksudkan tidak bias dicerna orang lain karena belum sampai pada tingkatannya. Sehingga tidak ada lagi yang dapat dipetik dari pemikirannya atau bahkan menelan kerugian. Ada baiknya mengetahui latar belakang pemikiran seseorang agar mengatahui landasan dan keadaan yang dihadapinya sampai melahirkan pemikiran. Sehingga sedikit banyak orientasi berpikirnya dapat terbaca dalam mempermudah pemahaman dan menghindari penyesatan tanpa penelusuran.


DAFTAR PUSTAKA


Chittick William C. 2001.  Dunia Imajinal Ibnu Arabi Kreativitas Imajinasi dan Persoalan Diversitas Agama. Terj.  Achmad Syahid. Surabaya: Risalah Gusti.
Kartanegara Mulyadi. 2006. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Lentera hati.
Madkour, Ibrahim. 1995. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Nasr  Sayyed Hossein. 2006. Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam. Jogjakarta: IRCiSoD.



[1]Sayyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, (Jogjakarta, IRCiSoD, 2006), 158-159             
[2]Ibid., 164-165
[3]Ibid.,156
[4]William C. Chittick, Dunia Imajinal Ibnu Arabi Kreativitas Imajinasi dan Persoalan Diversitas Agama, Terj. Achmad Syahid, (Surabaya, Risalah Gusti, 2001), 27-29. Lihat juga Aliran dan Teori Filsafat Islam karya Ibrahim Madkour, 109-110
[5]William C. Chittick, Dunia Imajinal Ibnu Arabi Kreativitas Imajinasi dan Persoalan Diversitas Agama, Terj. Achmad Syahid, (Surabaya, Risalah Gusti, 2001), 270-275
[6]Mulyadi Kartanegara, Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta, Lentera hati, 2006), 65-67

Tidak ada komentar:

Posting Komentar