Jumat, 04 Januari 2013

Pemikiran Averrous


 Oleh : Nur Khalimatus Sadiyah


BAB 1
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Filsafat abad pertengahan dimulai kira-kira abad ke-5 sampai abad ke-17, khususnya pada filsafat averrous ini muncul karena gerakan dan aliran Averroisme sejati yang mana merupakan lompatan besar dalam pemikiran dan semangat keilmuan bangsa Eropa, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat.Sebab sebelumnya bangsa Eropa mengalami kekosonggan dari ilmu pengetahuan, hingga berfikir sempit dan tidak menghargai akal, sampai berpedoman bahwa kebenaran hanyalah pada Gereja Kristen.
Filsafat keislaman ini bermulai dari filsafat Avempace hingga filsafat Avecenna, namun dalam makalah ini akan membahas tentang seluk beluk pemikiran Averrous, karya-karya yang beliau punya hingga terjadi tiga persoalan antara Imam Al-Ghazali dan Ibn Rusyd. Ibn Rusyd ini bisa dikatakan sebagai komentator dari pikiran Aristoteles. Pembahasan selanjutnya yang lebih detail akan dibahas dibawah ini.

B.            Rumusan Masalah
1.      Siapakah Filsafat Averrous itu?
2.      Jelaskan karya-karya Filsafat Averrous?
3.      Bagaimana pemikiran Filsafat Averrous itu?

C.            Tujuan
1.      Menjelaskan biografi tokoh Filsafat Averrous.
2.      Menjelaskan karya-karya yang dimiliki oleh Filsafat Averrous.
3.      Mengembangkan satu persatu pemikiran Filsafat Averrous.


BAB II
PEMBAHASAN
A.          Biografi
Nama lengkap Ibn Rusyd adalah Abu Al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd, ia sering dipanggil Ibn Rusyd dan mempunyai gelar Abu Walid. Ibn Rusyd lahir di Cordova, Ibukota Andalusia pada 520 H (1126 M)dari keluarga yang alim dalam ilmu fiqh dan dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ibn Rusyd terkenal di Barat dengan sebutan: Averroes, Aven Rois, Abenruth, Liveroys, Benroyst, membucis, Ibn Rosdin, Manvitius, Ben Raxid, Ben Reschod, dll.[1]Ayahnya yang bernama Abu Al-Qosimmerupakan seorang hakim pemerintahan Andalus, ayahnya wafat pada bulan Ramadhan 563 H sewaktu Ibn Rusyd berusia 23 tahun.Kakeknya yang bernama Abu Walied lahir pada abad pertengahan ke-5 di Cordova.Abu Walied juga pernah menjadi orang yang ahli Fiqh bermazhab Maliki dan ahli ilmu hukum.
Sejak kecil Ibn Rusyd sudah dididik ayahnya dirumah untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, diantaranya: Ilmu Fiqh, Ushul, bahasa, kalam, adab. Pada usia 18 tahun Ibn Rusyd  pergi ke Maroko dan belajar pada Ibn Thufail, dan dalam mempelajari ilmu tauhid tersebut ia dapat menghafal buku Al-Muwattha, dalam ilmu Tauhid ia berpegang pada paham Asy’ariyah dengan Ibn Rusyd mempelajari ilmu tersebut maka dapat membukakan jalan baginya untuk belajar ilmu filsafat. Ibn Rusyd juga mempelajari ilmu kedokteran pada Abu Ja’far Harun dan Abu Marwan ibn Jarbun al-Bansani, sedangkan logika, filsafat dan teologi diperoleh dari Ibn Thufail. Ia juga mempelajari sastra arab, matematika, fisika dan astronomi.
Ibn Rusyd terkenal sebagai orang yang rajin membaca dan belajar, semenjak kecil sampai tua ia tidak berhenti-hentinya membaca dan menyelidiki suatu hal. Kecuali hanya dua malam beliau berhenti belajar, yakni malam meninggal ayahnya dan malam perkawinanya.Kepandaiannya dalam berbagai ilmu tersebut dapat dikatakan bahwa Ibn Rusyd adalah seorang yang genius dan gigih dalam menggembangkan ilmu-ilmunya. Prestasi-prestasi Ibn Rusyd begitu banyak diantaranya: sebagai guru besar dan pemimpin perguruan, sebagai hakim pengadilan dan mahkamah agung, sebagai dokter filosof, sebagai penasehat politik dan sebagai pengarang besar.
Pada mulanya Ibn Rusyd mendapat kedudukan yang penting dari Khalifah Abu Yusuf Al-Mansur (masa kekuasaanya 1148-1194 M) sehingga ia pada waktu itu Ibn Rusyd menjadi raja semua pikiran, tidak ada pendapat kecuali pendapatnya, dan tidak ada kata-kata kecuali kata-katanya. Akan tetapi, keadaan tersebut berubah karena iadipersona-nongratakan oleh Al-Mansur dan dikurung di suatu kampung Yahudi bernama Alisannah sebagai akibat fitnahan dan tuduhan telah keluar dari Islam yang dilancarkan oleh golongan penentang filsafat, yaitu para fuqaha masanya.[2]Beberapa orang terkemuka dapat meyakinkan Al-Mansur tentang kebersihan pada diri Ibn Rusyd dari fitnahan dan tuduhan yang diberikan Ibn Rusyd.Tidak lama kemudian fitnah dan tuduhan tersebut dibebaskan oleh pemuka kota Saville.
Akhirnya Ibn Rusyd kembali ke Maraques, Maroko wilayah paling barat dari Afrika Utara, tetapi tidak lama kemudian ian wafat di kota tersebut tepatnya pada hari Kamis 9 Safar 595 H (10 Desember 1198 M) pada usia 75 tahun.[3]Setelah tiga bulan berlalu jenazah Ibn Rusyd dipindahkan ke Cordova untuk dikebumikan ditempat pengkuburan keluarganya.Konon, pada waktu pemindahan jenazahnya diangkut dua ekor keledai, seekor keledai membawa jenazah dan seekor lagi membawa tumpukan kitab-kitab dan sejumlah karyanya.[4]

B.           Karya-karya Ibn Rusyd
Ibn Rusyd terkenal menulis dalam banyak bidang.Karya Ibn Rusyd yang paling besar berpengaruh pada dunia Barat yang dikenal dengan Averroism.Dalam ilmu filsafat,Ibn Rusyd mencapai puncak karena pemikirannya berpengaruh pada ahli-ahli pikir Eropa.Atas dasar tersebut beliau diberi gelar sebagai komentator terhadap filsafat Aristoteles dan Abu Yakub juga menyuruh untuk mengulas dan mengomentari buku-buku filsafat karangan Aristoteles. Maka Ibn Rusyd bermulai melaksanakan kewajibannya untuk menafsirkan, menyimpulkan buku-buku Aristoteles yang mana dapat menghasilkan tiga buku tafsir yaitu: Al-Ashghar, Al-Ausath dan Al-Akbar. Meskipun Ibn Rusyd terpengaruh dengan pikiran Aristoteles, bukan berarti ia sangat paham dalam pikiran Aristoteles. Karena ibn Rusyd sendiri tidak begitu memahami bahasa Yunani yang mana pada pikiran-pikiran Aristoteles ditulis dalam bahasa tersebut.Namun Ibn Rusyd dapat memahami pikiran Aristoteles setelah ada bantuan terjemahan pikiran Aristoteles.Lalu Ibn Rusyd membandingkan antara terjemahan-terjemahan tersebut hingga menemukan pemahaman yang lebih kuat. Ibn Rusyd tidak menerima begitu saja pikiran-pikiran buku terjemahan, tetapi ia juga menerima yang setuju dan menolak yang sebaliknya.[5] Diantara karangan-karangannya dalam soal filsafat ialah :
a.       Tahafutul-Tahafut.
b.      Risalah fi Ta’alluqi ‘Ilmillahi ‘an ‘Adami Ta’alluqihi bil-Juziyat.
c.       Tafsiru ma ba’dath-Thabiat.
d.      Fashlul-maqal fi ma Bainal-himaah wasy-Syirah Minal-Ittishal.
e.       Al-Kasyfu ‘an Manahjil ‘Adilag fi ‘aqaidi Ahli Millah.
f.       Naqdu Nadhrariyat Ibnu Sina ‘Anil-Mukmin Lidzatihi wal-Mukmin Ligharihi.

Buku-bukunya yang lebih penting dan yang sampai pada pembaca ada empat yaitu:
1.      Bidyatul-Mujtahid (ilmu fiqh).
2.      Faslul-Maqal fi ma baina al-Hikmati was (ilmu kalam).
3.      Manahij al-Adillah fi Aqaaidi Ahl al-Millah (ilmu kalam)
4.      Tahafut al-Tahafut, suatu buku yang terkenal dalam study filsafat dan ilmu kalam yang dimaksudkan untuk membela filsafat dari serangan Al-Ghazali dalm bukunya Tahafut al-Falasifah.

C.          Pemikiran Ibnu Rusyd
Ibn Rusyd terkenal sebagai “Pengulas Aristoteles” (Comentaror) dan mendapat gelar tersebut dari Dante (1265 – 1321) dalam bukunya Komedi Ketuhanan.Gelar tersebut memang tepat untuk Ibn Rusyd karena pikiran-pikirannya mencerminkan bahwa usahanya yang keras untuk mengembalikan pikiran Aristoteles pada kemurnian yang sempurna, setelah bercampur dengan unsur Platonisme yang cukup memburuk.Selama hidupnya beliau berkeyakinan bahwa filsafat Aristoteleslah yang mempunyai pengetahuan tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia. Banyak pikiran-pikiran Ibn Rusyd yang menonjol dan banyak dikaji para filosof, pemikiran-pemikiran tersebut diantaranya ialah:
1.   Metafisika
Metafisika merupakan suatu ilmu yang membahas sesuatu yang berada diluar alam empiris dan bagian terpenting tersebut adalah “Ilmu Pengetahuan”.Teori Aristoteles menyebutkan bahwa Tuhan sebagai “Penggerak yang tidak bergerak”, artinya bahwa sebab pertama bagi gerak seluruh alam wujud.Ibn Rusyd sebagai komentator pendapat Aristoteles tentu tidak terlepas dari pengaruh Aristoteles tersebut.Menurutnya Tuhan adalah penggerak yang tidak bergerak, pada dasarnya pemikiran itu untuk mencapai eksistensi Tuhan dan pengetahuan tentang sifat-sifat-Nya.Oleh karena itu dalam pembahasan metafisika tentang filsafat ketuhanan Ibn Rusyd berkisar tentang dalil wujud Allah dan sifat-sifat Allah.
A.    Dalil Wujud Allah
Ibn Rusyd tidak menolak tentang dalil-dalil yang dikemukakan beberapa golongan sebelumya, karena masing-masing golongan mempunyai kepercayaan dan keyakinan yang berbeda-beda tentang Tuhan, dari golongan yang berbeda tersebut banyak hukum-hukum syara’ dari arti lahirnya kepada takwilan yang berbeda dan disesuaikan dengan kepercayaan.Kemudian mereka mengira bahwa kepercayaan itu merupakan syari’at yang harus dianut oleh semua orang, dan barang siapa yang menyimpang darinya dianggap kafir atau bid’ah.[6]Pendapat dari golongan semacam itulah yang menurut Ibn Rusyd tidak sesuai dengan apa yang ditentukan oleh syara’. Setelah itu Ibn Rusyd meneliti berbagai golongan yang timbul dalam islam, menurut pendapatnya yang paling terkenal ada empat golongan, diantaranya:
a.       Golongan Asy’ ariyah mempunyai dalil bahwa adanya Allah berdasarkan pada baharunya alam. Alam ini baharu karena tersusun dari bagian-bagian yang tidak berbagi dan berubah. Apabila memperkirakan baharunya alam maka harus ada pembuat baharu, untuk itu membutuhkan pembuat yang lain.
b.      Golongan Hasywiyah hanya mendasarkan diri dengan dalil wahyu sebagai dalil untuk mengetahui Tuhan dengan pendengaran bukan dengan akal. Iman bagi golongan ini hanya mendengarkan apa yang dikatakan syara’ tanpa takwillannya.
c.       Golongan Mu’tazilah ini tidak dapat diperjelaskan oleh Ibn Rusyd karena tidak menemukan metode-metode yang dipakai kelompok ini. Namun ia hanya memduga bahwa kelompok tersebut tidak ada bedanya dengan kelompok Asy’ariyah.
d.      Golongan Sufiyyah atau Batiniyyah berdalil pada pengalaman rohani sebagai anugrah dari Allah kepada hambanya yang mana telah membersihkan jiwanya dari sentuhan hawa nafsu. Pengetahuan tentang Tuhan dan wujudnya dapat diterima olejh jiwa ketika pikirannya sudah terlepas dari hambatan.
Karena tidak sesuai dengan petinjuk Al-Qur’an oleh karena itu Ibn Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dapat dipandangoleh orang awam dan para filosof.
1.      Dalil ‘Inayah (Pemeliharaan)
Apabila alam ini diperhatikan maka dapat diketahui bahwa didalamnya sesuai dengan kehidupan manusia dan makhluk-makhluknya, dari persesuaian tersebut bukan terjadi secara kebetulaln begitu saja.Namun menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur yang berdasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan sebagaimana telah ditunjukan oleh ilmu pengetahuan modern.
Dalil ‘inayah tersebut mengajak seseorang untuk memperbanyak penyelidikan dan menyingkapi rahasia-rahasia alam, bukan untuk menimbulkan kesulitan dan kejanggalan.
2.      Dalil Ikhtira’ (Penciptaan)
Dalil ini berdasarkan pada fenomena yang ada, bahwa hidup, mati, berkembang dan berbuah itu semua tidak terjadi secara kebetulan tetapi menunjukkan adanya pencipta yang menghendaki agar makhluk-Nya lebih tinggi dari pada yang lain. Karena itu untuk mengetahui Tuhan dengan benar maka wajib mengetahui hakikat segala sesuatu dialam ini agar dapat mengetahui hakiki semua realitas.
3.      Dalil Gerak
Dalil ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd sendiri memandang sebagai dalil yang menyakinkan tentang adanya Allah.Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak tetap dalam suatu keadaan, tetapi selalu berubah-ubah.Ibn Rusyd tidak mengikuti pemikiran Aristoteles karena Aristoteles menyatakan bahwa benda-benda adalah qadim.Menurut Ibn Rusyd benda-benda langit bergerak beserta geraknya yang dijadikan oleh Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman, karena zaman tidak mungkin mendahului wujud perkara yang bergerak.Jadi gerakan menghendaki adanya penggerak pertama.
B.        Sifat-sifat Allah
Pemikiran Ibn Rusyd tentang sifat-sifat Allah berpijak pada perbedaan alam ghaib dan realitas, maka untuk mengenal sifat-sifat Allah diperlukan dua cara yang dapat ditempuh yakni dengan Tasybih yang menetapkan beberapa sifat positif kepada Allah yang dipandang sebagai kesempurnaan bagi makhluk-Nya, yang kedua dengan cara Tanzih (pengkudusan) yakni dengan mengakui adanya perbedaan Allah dengan makhluk-Nya dari sisi kekurangan manusia. Pendapat Ibn Rusyd lebih condong pada paham Mu’tazilah dalm masalah hubungan dzat dan sifat Allah, karena sifat-sifat Allah adalah suatu tunggal dengan Dzat-Nya Maha Agung.
2.   Kosmologi
Pemikiran Ibn Rusyd tentang akal lebih condong pada teori Aristoteles yang sangat radikal.Alam dan seluruh benda yang ada di alam bersifat partial dan tersusun dari dua elemen yang saling berlawanan, yakni materi dan bentuk.Materi ialah sesuatu yang dari-Nya ada, sedangkan bentuk sesuatu yang dengan-Nya menjadi ada setelah tidak ada.Tentang permasalahan qodimnya alam ini ada dua pendapat bahwa alam ini qadim atau baharu.Menurut Ibn Rusyd bahwa alam ini eksistensinya dari sesuatu yakni Fa’il (yang membuat).Ibn Ruysd tidak membenarkan pendapat para ulama bahwa Tuhan menciptakan alam dari tiada menjadi ada, karena menurut beliau ada dua zat (perkara) yang azali yakni Tuhan dan alam.[7]Keazalian alam dan Tuhan berbeda karena Tuhan sebagai pencipta atau penggerak. Tuhan adalah penggerak alam pertama yang tidak ikut bergerak, sedang alam tidak mungkin akan bergerak kalau tidak ada yang menggerakkan. Jadi alam berkedudukan sebagai sesuatu yang digerakkan.
3.   Pengetahuan tentang Akal
Menurut Ibn Rusyd akal sebagai penghasil pengetahuan yang bersifat Universal, yang mempunyai tindakan untuk menyerap gagasan, konsep yang bersifat universal dan hakiki.[8]Akal mempunyai dua sifat diantaranya yakni akal reseptif adalah akal fikiran yang berkuasa dalam kehidupan sehari-hari pada manusia.Sifat kedua yaitu sifat teoritis disebut dengan akal aktif karena akal yang menjadi sumber dari segala akal manusia yang bersifat satu dan universal. Menurut Ibn Rusyd akal memungkinkan baru ketika manusia  berhubungan dengan suatu bentuk materi atau tubuh seseorang. Contohnya ketika seseorang meninggal dunia maka akallah yang memungkinkan sudah tidak ada lagi. Dengan kata lain akal yang dipunyai orang tersebut tidak abadi, tetapi yang abadi adalah akal yang bersifat universal.
4.   Tiga Masalah Ibn Rusyd dengan Al-Ghazali
1.   Ilmu Allah bersifat Kulli (Universal)
Pendapat filosof mengenai ilmu Tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan mengetahui zat-Nya semata-mata karena tidak mengetahui peristiwa-peristiwa kecil dalam alam.Ibn Sina mengatakan bahwa fenominal dan parsial tersebut bukanlah diketahui oleh Allah, tetapi dapat diketahui dengan ilmu kulli. Apabila diketahui sebab-sebabnya maka Allah akan mengetahui segala akibat yang timbul darinya secara tidak langsung. Sanggahan dari Al-Ghazali bahwa menurutnya tidak mesti timbulnya perubahan pada Allah karena hal-hal yang diketahui-Nya karena ilmu-Nya satu, baik sebelum hal itu dijadikan, atau dalam hal ia dijadikan maupun setelah dijadikan.[9] Dengan adanya perubahan pada Allah karena ilmu-Nya terhadap yang parsial, maka tidak ada kemungkinan akan terjadi. Perubahan hanya terjadi pada sasaran atau obyek yang diketahui sedangkan ilmunya tidak akan berubah.
Ibn Rusyd keberatan dengan sanggahan tersebut, ia berkata bahwa para filosof telah menarik garis pemisah antara ilmu Tuhan dan ilmu manusia dengan perbedaan yang esensial. Ilmu manusia merupakan akibat dari suatu kejadian yang dapat diketahui dan pengetahuannya itu berubah sejalan dengan berubahnya obyek. Sedangkan ilmu Tuhan merupakan sebab bagi adanya sesuatu, yaitu bahwa sesuatu itu tidak akan terjadi sekiranya Tuhan tidak mengetahui sejak azali.
2.      Kekadiman Alam
Pendapat filosof, alam ini qodim dari segi zaman karena allam ini selalu ada bersama-sama wujudnya Tuhan. Memang dari segi zat dan tingkatan lebih dahulu Tuhan daripada alam, sebab kalau sekiranya Tuhan tidak ada  maka tentu alampun juga tidak ada. Al-Ghazali menyanggah dengan pendapatnya bahwa alam ini baharu, dijadikan Allah pada zaman tertentu dari tidak ada dan kerena iradah-Nya yang memungkinkan untuk membedakan sesuatu dari yang lainnya yang mana kehendak Tuhan adalah mutlak.Sedangkan Tuhan lebih dahulu dari segi zaman, maksudnya bahwa Tuhan sudah ada sendirian sedangkan alam belum ada, kemudian Tuhan ada bersama-sama dengan alam.
Menurut Ibn Rusyd ada dua hal yang azali yakni Tuhan dan alam.Namun keazaliannya berbeda karena Tuhan lebih utama ada.Seandainya alam ini tidak azali, ada permulaannya maka hal itu termasuk baru mesti ada yang menjadikan dan yang menjadikan itu harus ada pula yang menjadikan.
3.      Kebangkitan di Akhirat
Menurut filosof, alam akhirat adala alam kerohanian dan lebih tinggi nilainya disbanding dengan alam material.Maka kelak di alam akhirat yang dibangkitkan adalah roh (jiwa) saja, bukan badan atau jasad. Karena seandainya badan ikut dibangkitkan kembali, maka akan menimbulkan tidak lebih dari tiga kemungkinan, sebagai berikut:[10]
a.    Manusia terdiri atas badan kehidupan, sedangkan jiwa berdiri sendiri sebagai pengatur badan tetapi tidak ada wujudnya.
b.   Jika manusia tetap berwujud sesudah mati, tetapi tidak lama kemudian jiwa ini dikembalikan kepada yang pertama dengan anggota itu sendiri (tanpa mengalami pengganti).
c.    Jiwa manusia dikembalikan kepada badan, baik badan dengan anggota-anggota lainnya yang semula yang dikembalikan ialah manusianya sebab badannya tidak penting, sedangkan manusia karena jiwanya bukan karena badannya.
Sanggahan Al-Ghazali lebih banyak ditujukan kepada kemungkinan ketiga yang dikemukakan oleh filosofi bahwasannya jiwa manusia tetap wujud sesudah mati (berpisah dengan badan) karena ia merupakan substansi yang berdiri sendiri. Manusia disebut manusia karena jiwanya, bukan karena badanya. Sebab dengan kembalinya badan tersebut maka jiwa dapat merasakan rasa sakit dan lezatnya jasmani dan dengan ini maka terjadi kebangkitan kembali,
Kebangkitan di akhirat menurut Ibn Rusyd menanganalogikan antara tidur dan mati dapat dipergunakan untuk menunjukkan bahwa jiwa badan dapat dipisahkan serta membuktikan bahwa jiwa itu hidup terus, karena aktivitas jiwa berhenti saat tidur saja, akan tetapi keberadaan atau kehidupan jiwa tidak berhenti. Karen itu ajaran kebangkitan jasmani yang diajarkan oleh kaum theology yang mengatakan bahwa jiwa adalah suatu kejadian dan badan jasmani yang muncul adalah sama persis denagn badan-badan yang rusak, tidaklah benar. Karena apa yang telah rusak terus menjadi wujud lagi sulit untuk diterima.
Ibn Rusyd selanjutnya menuduh Al-Ghazali sebagai orang yang tidak konsisten pada pemikiran, karena dalam bukunya Tahafut al-Falasifah.Al-Ghazali mengatakan bahwa kebangkitan itu tidak hanya badan tetapi jiwa juga bersangkutan. Tetapi pada bukunya yang lain ia mengatakan bahwa kebangkitan itu bagi akaum sufi hanya akan terjadi dalam bentuk rohani dan tidak dalam bentuk jasmani. Oleh karena itu tidak ada kesapakatan dalam hal ini.Dengan itu maka filosof mengatakan bahwa kebangkitan dalam bentuk rohani tidaklah dapat dikatakan kafir.Namun demikian Ibn Rusyd berkesimpulan bahwa orang awam soal pembangkitan di akhirat perlu digambarkan dalam bentuk jasmani untuk lebih mendorong mereka untuk melakukan perbuatan yang bail dan menjauhi perbuatan yang jahat.

BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Sebagai akhir dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Filsafat Averrous yang dikaji oleh Ibn Rusyd, yang mana Ibn Rusyd merupakan seorang filosof islam yang masuk pada filsafat abad pertengahan  setelah filsafat skolastik, telah mempengaruhi aliran-aliran di Eropa. Pada zaman pertengahan tersebut yang dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat.Ketika masuk zaman modern, baru muncul filsafat kearaban.
Ibn Rusyd juga seorang filosof rasional tetapi religius yang mengagumi Aristoteles dan lebih terkenal di Eropa tengah.Pemikirannya dalam metafisika (pengetahuan Tuhan) telah mengikuti jalan agama, sedang filsafat alamnya lebih dekat pada teori Aristoteles dan pemikirannya tentang akal merdeka telah membukakan jalan pikiran orang Eropa.Persoalan tiga masalah antara Al-Ghazali dan Ibn Rusyd telah dipecahkan secara rasional dan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits.



 


DAFTAR PUSTAKA
Sudaryanto, Kasno. 1993. Sinkritisme Filsafat dan Agama, Surabaya: Alpha.
Sudarsono. 2004. Filsafat Islam, Jakarta: Rineka Cipta.
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Jorge JE dkk.,A Companion to Philosophy in The Middle Ages, Blakwell Publishung 2002.
Hakim, Atang Abdul, Beni Ahmad Soebani. 2008. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka setia.


                [1]Kasno Sudaryanto, Sinkritisme Filsafat dan Agama, (Surabaya:Alta Print, 1993), 16
[2]Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 93
[3]Zaenal Abidin, Riwayat Hidup (Averros) Filosof Islam Terkenal Di Barat, (Jakarta: Bulan Bintang), 26-27
[4]Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), 114
[5]Ibid, 116
[6]Kasno,Op. Cit, 23
[7]Ibid 29
[8]Ibid 30
[9]Ibid 31-32
[10]Ibid 35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar