Selasa, 22 Januari 2013

Pendidikan Ekonomi Rasulullah, Sejarah dan Analisa

 Oleh : Abd Shamad
 KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang mana berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah­-Nya, kami dapat merampungkan makalah ini. Walaupun banyak hal yang harus ditempuh sebelumnya, namun hasil akhirnya begitu membanggakan kami secara pribadi. Dengan berbagai keterbatasan baik pengetahuan dan referensi, kami buat makalah ini dengan mengedepankan objektivitas.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai peletak peradaban Islam. Karena kegigihan perjuangan beliau lah kita dapat menikmati kecerahan Islam dari sebelumnya dunia yang penuh kegelapan amoral. Shalawat dan salam juga semoga tercurahkan kepada sahabat dan kerabat beliau yang telah membantu perjuangan penyebaran cahaya Islam di seantero jagat.
Terakhir kali, kami ucapkan banyak terimakasih kepada Dosen pengajar dan teman-teman yang telah ikut berpatisipasi baik aktif maupun pasif dalam merampungkan makalah ini. Mereka yang memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran juga mereka yang memberikan bantuan baik material atau moral.
Dalam makalah ini kami mencoba memaparkan sejarah pendidikan ekonomi Rasulullah yang telah mengantarkan beliau pada kesuksesan di tengah kemiskinan. Bagaimana beliau yang tanpa modal materi sanggup merubah keadaan dalam sejarah. Beliau sebagai teladan umatnya dalam segala hal baik kepemimpinan, keagamaan dan sosial ekonomi rasanya perlu dikaji ulang mengingat umat Islam sendiri yang mulai banyak yang meninggalkan jalan yang beliau tempuh. Banyak di antara umat Islam yang gampang putus asa sebagai kaum pinggiran dan melupakan sosok suritauladan mereka yang gigih dan tidak pernah menyerah dalam segala hal. Di sini kami menarik kembali pelajaran-pelajaran praktis Nabi dengan mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam kejelasan dan penyesuaian.
Sebagai manusia yang tidak lepas dari lupa dan salah, alam makalah ini tentunya banyak ditemukan berbagai kesalahan dan kelalaian. Baik kesalahan atau klalaian dari segi teknis, nalisis atau historis yang disajikan. Maka dari itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Dan harapan kami semoga makalah ini membawa kemanfaatan bagi para pembaca. Amiin
Surabaya, 24 April 2012

Penulis


Daftar Isi

Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
PNDAHULUAN
  1. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
  2. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
  3. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  4
PEMBAHASAN
  1. Kondisi Sosial Ekonomi Kota Makkah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
  2. Pendidikan Ekonomi Rasulullah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
  3. Rasulullah Mencapai Kesuksesan Dagang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .8
PENUTUP
  1. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .12
DAFTAR PUSTAKA  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Rasulullah adalah sosok spektakuler yang sukses dalam segala bidang. Beliau bukan hanya sebagai seorang Nabi atau pemimpin agama. Tetapi lebih dari itu, beliau juga sebagai pemimpin masyarakat, panglima perang dan pengusaha yang sukses pada waktu itu. Tidak salah lagi kalau Allah menyebutkan dalam firman-Nya bahwa Nabi Muhammad adalah tauladan yang baik. Bukan hanya dalam keagamaan beliau patut diteladani. Tetapi juga dalam urusan sosial kemasyarakatan, rumah tangga, kepemimpinan, kewirausahaan dan dalam segala hal. Hal ini tidaklah berlebihan jika melihat kredibilitas beliau yang dapat dilacak dalam sejarah.
Sudah menjadi rahasia umum tentang latar belakang keturunan dan keadaan ekonomi keluarga beliau. Meskipun para pendahulunya menduduki kelas ekonomi teratas bangsa Arab, namun keluarga beliau tergolong kelas bawah (miskin). Bahkan beliau menjadi yatim piatu pada usia dini tanpa ada peninggalan harta yang cukup dan hanya bisa numpang pada keluarga-keluarga lain mulai dari kakek dan pamannya.
Sebagaimana di atas, kemiskinan sudah melekat pada diri Rasulullah sejak kecil. Namun, hal ini tidak lantas membuat beliau patah semangat dan termarginalkan di tengah-tengah masyarakat Mekah yang keras. Beliau justru memiliki kemauan keras untuk berubah dan belajar mandiri sejak kecil. Bagaimanakah beliau menjadi orang yang sukses dalam segala bidang di tengah-tengah keterpurukan ekonomi?. Hal ini memberikan ketertarikan tersendiri bagi kami untuk menelusuri sejarah beliau khususnya terkait dengan perekonomian dan cara-cara atau sistem ekonomi yang beliau terapkan.
B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami akan mencoba memaparkan sedikit banyak tentang sejarah Rasulullah dalam menjawab soal-soal sebagai berikut:
1.      Bagaimana kondisi sosial ekonomi kota Makkah sebelum Rasulullah lahir?.
2.      Bagaimana pendidikan ekonomi Rasulullah?.
3.      Bagaimana Rasulullah mencapai kesuksesan dalam berdagang?
C.     Tujuan
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat mengambil pelajaran dari sejarah Rasulullah khususnya terkait dengan:
1.      Kondisi sosial ekonomi kota Makkah sebelum Rasulullah lahir.
2.      Pendidikan ekonomi Rasulullah.
3.      Rasulullah mencapai kesuksesan dalam berdagang.


PEMBAHASAN

  1. Kondisi Sosial Ekonomi Kota Makkah
Kondisi sosial masyarakat Makkah dan Bangsa Arab pada umumnya sangat amburadul. Peperangan dan sukuisme menjadi trand masyarakat kala itu. Tidak ada undang-undang tertulis atau norma yang berlaku di antara suku-suku selain pembalasan dendam sebagai perlindungan. Nyawa harus dibalas dengan nyawa dan peperangan tidak bisa terelakkan.[1] Mereka yang kuat akan berkuasa, sedangkan mereka yang lemah termarginalkan dari kancah sosial. Perdagangan manusia atau perbudakan menjadi hal yang biasa khususnya bagi mereka para tawanan perang.
Pada waktu itu, perempuan tidak mendapat tempat dalam kancah sosial kemasyarakatan. Mereka juga dianggap sebagai sebuah kekayaan keseluruhan suku dan tidak memiliki hak untuk melepaskan diri dari kelompok. Bahkan bayi-bayi perempuan yang mencerminkan kelemahan (menurut mereka) akan dikubur hidup-hidup sebagai aib keluarga. Dalam peribahasa mereka dikatakan “Membunuh anak perempuan adalah suatu kebaikan,” dan “menguburnya adalah suatu tindakan mulia”. Mereka sangat takut akan kemiskinan dan membiarkan perempuan hidup berarti akan membiayai ekonomi mereka setelahnya sehingga harus dibinuh.[2]Dapat dibayangkan nasib perempuan dan golongan lemah seandainya hal tersebut terus berlangsung sampai sekarang. Mereka akan punah dan yang lemah akan mati tragis perlahan-lahan. Sedangkan mereka para predator hanya tertawa di atas kekuasaanya.
Secara geografis, Makkah terletak di garis lalu lintas perdagangan antara Yaman dan Syam dekat Lautan Tengah. Makkah menjadi pusat perdagangan dimana para pedagang dari berbagai penjuru bertemu dan berinteraksi di sana. Para pedagang dari kawasan Laut Tengah, Teluk Persia, Laut Merah dan Jeddah bahkan dari Afrika bertemu di sana. Di sanalah pusat uang dan barang dagangan pada waktu itu. Pertukaran barang dagangan bahkan perdagangan uang terjadi di sana. Prinsip-prinsip komersialisme berkembang di sana mengikis pandangan kesukuan yang berlaku di Arab. Pengembangan kepemilikan dan usaha pribadi menjadi kebudayaan baru dengan usaha memperbanyak keuntungan walau dengan kecurangan.[3] Hal ini berbeda dengan suku Badui yang tinggal di pedalaman dan hidup berpindah-pindah. Mereka terbebas dari pengaruh kota dan masih dapat menghirup angin segar gurun.
Tidak jauh beda sebagaiman di atas, kondisi ekonomi masyarakat Makkah. Mereka yang kaya memeras yang lemah dan melakukan monopoli. Mereka menganut sistem kapitalis (istilah sekarang). Dalam praktik ekonomi, riba menjadi hal yang biasa. Mereka menjadi rentenir yang lemah dan menggandakan nilai atau nominal uang dalam pinjaman. Para rentenir meminjamkan uangnya dengan tingkat bunga yang tinggi, dan ketika si peminjam tidak mampu mengembalikan pada hari yang ditentukan, maka uang tersebut akan dilipat gandakan dan begitu seterusnya. Jika tidak membayar uang pinjaman dan bunganya, pemberi pinjaman terkadang mengambil hak atas istri dan anaknya.[4] Akibatnya golongan lemah semakin tertindas dan tidak dapat berkembanga, sementara mereka tertawa ria di atas kemiskinan yang lain dan memerasnya. Begitulah kondisi sosial ekonomi kota Makkah sebelum Islam datang.
  1. Pendidikan Ekonomi Rasulullah
Dalam sejarah kepengasuhan Rasulullah, pada waktu kecil beliau disusui Halimah salah seorang dari keluarga Baduwi yang hidup di desa. Masa keci beliau dihabiskan di padang pasir bersama keluarga ibu susunya. Beliau terhindar dari infeksi kota Makkah dan mengawali hidup bersih, sehat dan bebas di desa. Keramaian kota dan carut marutnya tidak dapat mengusiknya. Beliau ikut keluarga ibu susunya yang nomaden dan penggembala. Lingkungan membentuk kepribadian dan fisik  kuat beliau dan memberi pengetahuan tentang penggembalaan dan lainnya.
Setelah beberapa tahun diasuh Halimah, beliau dikembalikan kepada keluarganya di Makkah. Beliau tidak lama bersama ibunya, karena tidak lama Aminah (ibu Nabi) sakit keras dan wafat. Selanjutnya beliau diasuh kakeknya Abdul Muthalib dan berpindah pada pamannya Abu Thalib ketika berumur delapan tahun menjelang kakeknya wafat. Meskipun Abu Thalib miskin, namun beliau sangat sayang pada Nabi sebagai keponakannya yang yatim piatu. Begitulah masa kecil Nabi yang penuh dengan duka ditinggalkan orang-orang terdekat yang beliau sayangi. Pengalaman melatih beliau mandiri dan membentuk karakter yang kuat. Beliau yang sabar dan terbiasa dengan masalah hidup terus maju tanpa kenal putus asa dalam merubah nasibnya.
Pada waktu Nabi diasuh pamannya Abu Thalib, beliau sudah menginjak dewasa di dunia dagang Makkah. Maka beliau harus  tahu tentang perawatan dan penangkaran unta sebagai hewan kebanggaan orang padanga pasir, alat transportasi istimewa. Sebagian besar pengetahuan tentang unta sudah beliau kuasai secara instingtif, berawal dari berbagai pengalaman beliau sejak bersama suku Badui. Hal-hal yang terkait dengan unta mulai dari makanan yang cocok, cara menaikkan beban dengan baik, memintal tali dan semua yang terkait dengan perdagangan yang membutuhkan unta memang harus dikuasai dalam menentukan langkah selanjutnya di perdagangan. Itulah langkah awal Nabi sebelum benar-benar terjun dalam perdagangan. Pengetahuan tentang unta menjadi hal yang paling dasar baik dalam peperangan, perdagangan dan lainnya sebagai satu-satunya transportasi padang pasir yang dapat diandalkan.
Setelah pengetahuan tentang management unta, tidak kalah pntingnya mengetahui padang pasir. Hal ini terkait dengan rute dagang, jalur yang aman dari perampok dan yang tidak aman, tempat rumput dan oase yang tidak dalam kekuasaan suku lain, cuaca dan lainnya yang sangat terkait dengan perdagangan. Pengetahuan tentang padang pasir merupakan peta dalam menjalankan perjalanan dagang yang aman. Kalau sekarang dapat dibahasakan dengan mengetahui sasaran lokasi dagang, lingkungan dan peta daerah tersebut juga terkait dengan kebiasaan penduduk dalam kerja dan waktu istirahatnya. Selain itu juga terkait dengan akses pedagang lain ke daerah tersebut, berapa jumlah pesaing dan bagaimana sistem mereka. Cuaca memberi tahu kebutuhan musiman dan persiapan pedagang sendiri dalam menanggulanginya.
Pendidikan dagang Nabi lebih bersifat praktis, beliau terjun langsung di lapangan menyertai pamannya Abu Thalib. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa pertama kali beliau menyertai Abu Thalib dalam kafilah dagang dari Makkah ke Syria pada usia sembilan tahun. Dan dalam sumber lain disebutkan beliau sudah berumur dua belas tahun kala itu. Kalau dilihat dari sejarahnya, beliau lebih lama menjadi pedagang dari pada menjadi pemimpin dan penyebar Islam yang berawal pada usia empat puluh tahun. Sementara beliau menjadi pedagang sekitar duapuluh delapan tahun.[5] Dari sini dapat diketahui begitu lama beliau menjadi pedagang dan sukses dalam segala hal. Begitu lama beliau berproses tanpa kenal putus asa dalam mencapai kesempurnaan.
Ketika menyertai pamannya, Nabi Muhammad banyak melihat dan mendengarkan berbagai putaran konsultasi dan diskusi di mana pamannya ambil bagian. Beliau mulai mengenal rute, komunikasi dengan konsumen, bagaimana memperlakukan unta juga bersikap dan berbagai hal terkait perdagangan yang diperankan pamannya dan kafilah dagangnya. Beliau yang terjun langsung dan sesekali membantu Abu Thalib lebih mudah memahami seluk beluk dagang daripada berkutat dengan teori-teori tanpa ada praktik di lapangan. Bagaimana pamannya menjalin kerjasama dengan rekan-rekannya, bagaimana dia menawarkan barang dan memilih barang dagangan dan seterusnya. Tidak ada yang lebih efisien dalam pendidikan ini kecuali terjun langsung dan terlibat di dalamnya. Di sini seseorang akan lebih mudah memahami dan konsultasi langsung.
Dalam perjalanan menyertai Abu Thalib, secara tidak langsung sebenarnya Nabi telah mengikat relasi dagang dengan mereka yang melakukan transaksi dengan kafilah tersebut. Nabi mulai kenal dan diperkenalkan dengan mereka untuk langkah selanjutnya. Beliau telah memiliki modal jaringan dagang dan pengalaman. Selain itu, beliau juga kenal dengan berbagai macam barang dagangan dan warna-warninya. Bahan-bahan dan asal barang tersebut juga dimana saja pasarannya. Hal ini sangat berguna dalam membentuk jiwa slektifitas barang dagangan, memilah milih atau menidentifikasi yang baik di antara yang tidak asli. Beliau juga mengenal harga, baik harga pasaran dan harga kulak (grosir). Bagaimana melakukan tawar menawar dan menjual barang dengan harga yang tidak mengecewakan. Bagaiman mendapatkan barang dengan harga yang diharapkan. Dan banyak hal lain yang dapat beliau petik dalam perjalanan bersama pamannya. Beginilah apa yang beliau jalani sebelum benar-benar terjun dalam perdagangan dengan memegang tanggungjawab penuh.
  1. Rasulullah Mencapai Kesuksesan Dagang
Kemampuan dagang Nabi Muhammad mulai diakui dengan pemberian kepercayaan pedagang kaya Siti Khadijah kepada beliau sebagai pemimpin kafilah dagangnya yang bertolak ke Syiria. Di sini beliau yang baru berumur 25 tahun ditemani Maisaroh pembantu Siti Khadijah. Beliau melewati rute yang pernah dilalui sebelumnya ketika ikut pamannya Abu Thalib. Semuanya tidak asing lagi seakan beliau orang yang sangat berpengalaman pada tugas pertamanya.
Beliau melakukan perdagangan dengan bijaksana dan penuh rasa tanggung jawab. Tidak seperti orang-orang Makkah pada umumnya yang penuh kecurangan dalam memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga setelaah pulang beliau membawa keuntungan yang lebih besar dari biasanya dan barang-barang yang dibutuhkan untuk diperdagangkan kembali di Makkah. Ada banyak hal yang membuat beliau sukses dalam berdagang, di antaranya adalah;
  1. Menguasai lokasi atau seluk beluk pasar
Pengetahuan akan rute dan tempat-tempat yang cocok dengan barang dagangannya merupakan langkah awal dalam memulai bisnis atau wirausaha. Di sini seseorang bisa membaca kecenderungan masyarakat setempat dan jumlah pesaing dari apa yang direncanakan. Sehingga usahanya lebih progresif dan mudah berkembang. Nabi sebelum menjadi penanggung jawab kafilah dagang Khadijah, sudah mengetahui rute dagang dan lokasi-lokasi pasaran yang menjanjikan ketika menyertai pamannya. Mereka yang tidak menguasai lokasi dan seluk beluk pasar akan mudah tertipu dab tidak lama lagi gulung tikar.

  1. Selektif dalam komoditas atau kebutuhan konsumen
Mereka yang terjun dalam bisnis atau wirausaha harus selektif dalam memilih komoditas yang akan diperdagangkan. Barang apa yang cocok dan diminati masyarakat yang menjadi target pasarannya. Selain itu, hal ini juga terkait dengan jenis dan macam komoditas. Di pasaran, banyak ditemukan barang yang sama dengan kualitas berbeda yang sering merusak pasaran bagi mereka yang tidak mengerti. Seorang pedagang harus tahu itu dan dapat membuktikan dalam memperoleh kepercayaan konsumen. Hal ini sangat dibutuhkan agar tidak menimbulkan kekecewaan. Nabi ketika kembali ke Makkah setelah memimpin kafilah dagang Khadijah benar-benar membawa barang yang dibutuhkan dan sekiranya laku dijual di Makkah dengan menyeleksinya terlebih dahulu. Hal ini bisa dilihat dalam perdagangan dupa sebagai komoditas dagang bangsa Arab waktu itu.[6]
  1. Leadership
Leadership atau kepemimpinan menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan bagi seorang wirausahawan dalam bekerjasama dengan bawahannya. Mereka harus lebih tegas dalam segala keputusannya. Sehingga wirausahanya dapat berjalan sesuai yang diharapkan dan disegani baik dalam kelompok dan masyarakat. Nabi memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Beliau yang sebelumnya seorang penggembala sudah terlatih tersendiri. Seorang penggembala mengarahkan gembalaannya dan menjaganya agar tidak diterkam binatang buas juga tidak memasuki kawasan orang lain.
  1. Komitmen
Seorang wirausahawan yang sukses harus memiliki komitment, dia jujur dan tidak menutup-nutupi. Sehingga konsumen tidak merasa dirugikan dan mau melakukan bisnis dengannya. Mereka yang tidak berkomitmen akan dijauhi dan hanya memperoleh untung satu kali. Nabi yang mendapat julukan Al-Amin sudah tidak diragukan lagi. Semua orang senang berbisnis dengan beliau, tanpa takut dirugikan. Tidak seperti bangsa Arab jahiliyah yang suka mempraktikkan riba dan memonopoli dagang. Mereka hanya mengeruk keuntungan sendiri dengan mengeksploitasi kaum lemah. Akibatnya mereka tidak disenangi.
  1. Service yang baik pada customer
Pepatah mengatakan “Pembeli adalah raja”. Seorang penjual yang ingin usahanya berkembang harus memberikan pelayanan yang baik bagi cutomernya seakan-akan mereka adalah raja. Di sini mereka akan tertarik dan senang bertransaksi dengannya. Bahkan secara tidak langsung, mereka akan mengiklankannya atau mengajak rekan-rekan lainnya untuk melakukan transaksi. Sehingga jarinagn dagang semakin luas dengan sendirinya di samping usaha-usaha lain. Di sinilah keuntungan memberikan pelayanan yang baik dalam mempertahankan dan memperbanyak konsumen. Mereka yang diacuhkan akan menghindar bahkan tidak kembali lagi. Hal ini dipraktikkan Nabi dalam menjalankan dagangnya. Beliau selalu bersikap sopan dan perhatian terhadap semua yang datang.
  1. Keterampilan komunikasi
Komunikasi yang baik menjadi senjata tersendiri dalam dunia bisnis. Mereka yang pandai mengkomunikasikan barang dagangannya atau lainnya dengan kata-kata persuasif dan tetap berpijak pada komitmennya dapat menarik pembeli. Inilah senjata para pedagang atau pebisnis selain iklan dan lainnya. Namun di sini tetap harus memperhatikan kaidah-kaidah komunikasi atau etika dagang. Mereka tidak boleh mengada-ngada, kecuali akan menyesal pada waktu yang tidak terduga.
  1. Bekerja keras
Tidak dapat disangkal dalam mencapai kesuksesan baik dalam usaha dan lainnya seseorang  dituntut bekerja keras dan tidak mudah putus asa. Kegagalan adalah pelajaran untuk langkah selanjutnya, dan semua orang mempunyai jatah untuk gagal. Nabi meskipun dari keluarga yang miskin dengan kerja kerasnya dan semangatnya akhirnya menjadi orang yang sukses. Modal beliau adalah kepercayaan yang dipegang dengan tidak menyalah gunakannya. Sebelum kerja keras, seorang pebisnis atau wirausahawan harus memiliki target yang tinggi untuk memotofasinya dan sebagai parameter pencapaian. Sehingga mereka terus berpacu tanpa lelah dalam mengejar target dan terus meningkatkan kerja kerasnya.
  1. Bersih atau berpenampilan menarik
Dalam menarik minat konsumen, penampilan juga sangat berpengaruh. Mereka yang berpenampilan menarik, bersih akan disenangi konsumen. Konsumen tidak merasa bosan saat berinteraksi dan merasa nyaman. Kalau penampilannya saja sudah kotor, mereka tidak akan memberi kesan dan membosankan. Sebelum lenih jauh melakukan interaksi, seseorang akan melihat penampilan terlebih dahulu. Nabi selalu menjaga kebersihan, selalu tampil rapi dan memakai wewangian. Bahkan hal itu disunahkan dalam Islam setelah kenabian.
  1. Disiplin dan pandai membagi waktu
Seorang wirausahawan atau pebisnis juga harus disiplin dan pandai membagi waktu dalam mencapai kesuksesan. Jika tidak, tugas mereka akan menumpuk dan bisa kalah saing dengan yang lain. Mereka yang tidak disiplin bisa mengecawakan konsumen, bahkan kehilangannya. Kedisiplinan di sini sangat menentukan dalam dunia usaha. Hal ini dapat terasa ketika ada perubahan cuaca mendadak dan menghindarnya konsumen. Nabi yang hidup di padang pasir sangat memperhatikan itu. Angin gurun dan sindikat penyamun bisa saja datang tiap waktu, sehingga beliau benar-benar mengatur waktu dalam kelancaran dagangnya.
  1. Kerjasama
Kerjasama sangat dibutuhkan dalam usaha kolektif atau sebuah instansi. Hal ini sangat terkait dengan pengusaha besar-besaran khususnya. Tidak ada hal yang lebih baik dari hasil kerjasama dengan rekan kerja, baik itu atasan atau bawahan. Dengan kerjasama, masalah yang besar bisa menjadi ringan. Hal ini diterapkan Nabi, apa lagi mengingat perjalanan jauh beliau dari Makkah ke Syria dengan transportasi yang tidak kayak sekarang. Selain bekerjasama dengan para rekan, beliau juga bekerjasama dengan kafilah-kafilah lain. Khususnya terkait keselamatan dalam perjalanan di tengah padang pasir yang sarat dengan penyamun atau perampok gurun.

Berbagai hal di atas banyak beliau peroleh dari pengalaman hidup beliau dari kecil, semenjak beliau bersama ibu susunya Halimah di antara para Baduwi. Suku Badui yang tinggal di pedalaman dan terbebas dari pengaruh kota  Makkah. Mereka hidup berpindah pindah sebagai penggembala. Di sini Muhammad mendapat banyak pengalaman baik terkait kebudayaan asli arab, padang pasir dan unta. Persatuan dan kerjasama yang terjalin di antara anggota suku, musyawarah suku, kekeluaragaan dan status wanita Baduwi memberi pengalaman tersendiri bagi beliau.[7]
Setelah diasuh Halimah, Muhammad dikembalikan ke keluarganya. Kemudian beliau diasuh ibunya Aminah, kakeknya Abdul Muthalib dan terakhir pamannya Abu Thalib setelah ibu dan kakeknya wafat. Ketika diasuh Abu Thalib, beliau menyertai pamannya Abu Thalib dalam kafilah dagang dari Makkah ke Syria. Di sana beliau dapat mengambil banyak pelajaran terkait dengan seluk beluk dagang, lokasi transportasi dan relasi dengan terjun langsung di dalamnya. Setelah menjadi Nabi, beliau yang ma’shum menggabungkan pengalaman yang diperoleh dengan nilai-nilai Islam dan keluarlah hadits-hadits terkait dengan dagang (bisnis) sebagai teori atau acuan umatnya setelah alquran.


PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bangsa Arab pada umumnya sebelum kedatangan Islam sangat amburadul. Peperangan dan sukuisme menjadi trand masyarakat kala itu. Tidak ada undang-undang tertulis atau norma yang berlaku di antara suku-suku selain pembalasan dendam sebagai perlindungan. Nyawa harus dibalas dengan nyawa dan peperangan tidak bisa terelakkan. Mereka yang kuat akan berkuasa, sedangkan mereka yang lemah termarginalkan dari kancah sosial. Perdagangan manusia atau perbudakan menjadi hal yang biasa khususnya bagi mereka para tawanan perang.
Dalam perekonomian, masyarakat Makkah menganut sistem kapitalis (istilah sekarang). Dalam praktik ekonomi, riba menjadi hal yang biasa. Mereka menjadi rentenir yang lemah dan menggandakan nilai atau nominal uang dalam pinjaman. Para rentenir meminjamkan uangnya dengan tingkat bunga yang tinggi, dan ketika si peminjam tidak mampu mengembalikan pada hari yang ditentukan, maka uang tersebut akan dilipat gandakan dan begitu seterusnya. Jika tidak membayar uang pinjaman dan bunganya, pemberi pinjaman terkadang mengambil hak atas istri dan anaknya.
Pendidikan dagang Nabi lebih bersifat praktis, beliau terjun langsung di lapangan menyertai pamannya Abu Thalib. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa pertama kali beliau menyertai Abu Thalib dalam kafilah dagang dari Makkah ke Syria pada usia sembilan tahun. Dan dalam sumber lain disebutkan beliau sudah berumur dua belas tahun kala itu. Kalau dilihat dari sejarahnya, beliau lebih lama menjadi pedagang dari pada menjadi pemimpin dan penyebar Islam yang berawal pada usia empat puluh tahun. Sementara beliau menjadi pedagang sekitar duapuluh delapan tahun. Dari sini dapat diketahui begitu lama beliau menjadi pedagang dan sukses dalam segala hal.
Ketika menyertai pamannya, Nabi Muhammad banyak melihat dan mendengarkan berbagai putaran konsultasi dan diskusi di mana pamannya ambil bagian. Beliau mulai mengenal rute, komunikasi dengan konsumen, bagaimana memperlakukan unta juga bersikap dan berbagai hal terkait perdagangan yang diperankan pamannya dan kafilah dagangnya. Beliau yang terjun langsung dan sesekali membantu Abu Thalib lebih mudah memahami seluk beluk dagang daripada berkutat dengan teori-teori tanpa ada praktik di lapangan.
Kemampuan dagang Nabi Muhammad mulai diakui dengan pemberian kepercayaan pedagang kaya Siti Khadijah kepada beliau sebagai pemimpin kafilah dagangnya yang bertolak ke Syiria. Beliau melakukan perdagangan dengan bijaksana dan penuh rasa tanggung jawab. Tidak seperti orang-orang Makkah pada umumnya yang penuh kecurangan dalam memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga setelaah pulang beliau membawa keuntungan yang lebih besar dari biasanya dan barang-barang yang dibutuhkan untuk diperdagangkan kembali di Makkah. Di antara hal yang membuat beliau sukses dalam berdagang adalah; Menguasai seluk beluk pasar, komitmen, slektifitas memilih komoditas, kerja keras, keterampilan komunikasi, service yang baik, leadership dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

  1. M. Djaelani, Bisri. 2004. Sejarah Nabi Muhammad SAW. Buana Pustaka; Yogyakarta.
  2. Munir. 2005. Sirah Nabi Muhammad SAW (terjemahan The Life Muhammad karya Prof Abdul Hamid Siddiqi). Penerbit Marja; Bandung.
  3. Asnawi. 2007. Biografi Muhammad (terjemahan The Prophet Muhammad karya Barnaby Rogerson). Diglossia Media Group; Jogjakarta.
  4. Haeshem, Fuad. 1992. Sirah Muhammad Rasulullah Kurun Makkah Suatu Penafsiran Baru. Mizan; Bandung.
  5. Nurhakim, Muhammad. 2004. Sejarah dan Peradaban Islam. UMM Press; Malang.



[1]  Asnawi. Biografi Muhammad terjemah The Prophet Muhammad Karya Barnaby Rogerson. Hal 46-47
[2] Munir. 2005. Sirah Nabi Muhammad SAW. Terjemah The Life Muhammad (Karya Prof. Abdul Hamid Siddiqi). Penerbit Marja; Bandung. Hal 39-40. 
[3] M. Djaelani, Bisri. 2004. Sejarah Nabi Muhammad SAW. PT Buana Pustaka; Yogyakarta. Hal 27.
[4]  Munir. 2005. Sirah Nabi Muhammad SAW. Terjemah The Life Muhammad (Karya Prof. Abdul Hamid Siddiqi). Penerbit Marja; Bandung. Hal 46.
[5] Asnawi. Biografi Muhammad terjemah The Prophet Muhammad Karya Barnaby Rogerson. Hal 55
[6] Asnawi. Biografi Muhammad terjemah The Prophet Muhammad Karya Barnaby Rogerson. Hal 57
[7] Asnawi. Biografi Muhammad terjemah The Prophet Muhammad Karya Barnaby Rogerson. Hal 47

2 komentar: