By : Eka Sulistiyowati
A.
Biografi Singkat Thomas Aquinas
Thomas Aquinas
lahir di Roccasecca, Italia pada tahun 1225 dari keluarga bangsawan. Pada masa
mudanya dia hidup bersama pamannya yang menjadi pemimpin ordo di Monte Cassino.
Dia berada di sana pada tahun 1230-1239. Dan pada tahun 1239-1244 dia belajar
di Universitas Napoli, tahun 1245-1248 belajar di Universitas Paris di bawah
bimbingan Albertus Magnus. Sampai 1252 dia dan Albertus Magnus tetap berada di
Cologne. Tahu 1252, dia kembali belajar di Universitas Paris pada fakultas
teologi. Tahun 1256 dia mendapatkan ijazah dalam bidang teologi dan mengajar
sampai tahun 1259.
Pada tahun
1269-1272, Thomas Aquinas kembali ke Universitas Paris untuk menyusun tantangan
terhadap ajaran Ibnu Rusyd. Dab sejak tahun 1272, dia kembali mengajar di
University Napoli. Thomas meninggal pada tahun 1274 di Lyons dengan sebelumnya
mewariskandua karya terpentingnya yaitu Suma Contra Gentiles dan Summa
Theologica.
Melalui
gurunya, Albertus Magnus, Aquinas belajar tentang alam dan dalam filsafatnya,
dia lebih empiris dari orang-orang yang diikutinya. Karena memang dia lebih
banyak melakukan observasi dalam menopang argumentasinya. Di sini Aquinas masih
dikategorikan sebagai penganut hipotesis geosentris dalam kosmologinya.
|
B.
Pemikiran Filsafat Thomas Aquinas
Thomas Aquinas
yang hidup di abad pertengahan di mana agama berkuasa dan banyak kalangan yang
menolak filsafat kecuali di bawah naungan agama, pemikirannya lebih berbau
teologis sebagai jawaban akan pertentangan yang terjadi dan akibat pengaruh
lingkungan. Ada banyak pemikiran yang dilahirkan, di antaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Pemikiran
Teologi
Aquinas mendasarkan filsafatnya pada
kepastian adanya Tuhan. Menurutnya, Eksistensi Tuhan dapat diketahui dengan
akal. Untuk membuktikan pendapatnya ini, dia mengajukan lima dalil sebagai
berikut.
Argument pertama diangkat
dari sifat alam yang selalu bergerak. Di dalam alam ini semuanya bergerak, dari
sini dibuktikan adanya Tuhan. Karena setiap yang bergerak pasti digerakkan oleh
yang lain, sebab tidak mungkin suatu perubahan dari potensi bergerak ke
aktualitas bergerak tanpa ada penyebabnya, dan penyebab itu tidak mungkin ada
pada dirinya sendiri.
Argument kedua disebut sebab
yang mencukupi. Di dalam dunia inderawi dapat disaksikan adanya sebab yang
mencukupi. Tidak ada sesuatu yang mempunyai sebab pada dirinya sendiri. Sebab
jika demikian, maka dia mesti menjadi lebih dahulu dari pada dirinya. Ini tidak
mungkin. Dalam kenyataan yang ada adalah rangkain sebab dan musabab. Seluruh
sebab berurutan dengan teratur, penyebab pertama menghasilkan musabab, dan
musabab ini menjadi penyebab yang kedua yang menghasilkan musabab kedua dan
seterusnya.
Argument ketiga ialah argumen
kemungkinan dan keharusan. Ketika menyaksikan alam akan tampak bahwa segala
sesuatu bersifat mungkin ada dan mungkin tidak ada.kesimpulan ini lahir karena
alam ini dimulai dari ketiadaan, lalu muncul, berkembang dan akhirnya rusak
atau hilang.
Argument keempat memperhatikan
tingkatan yang terdapat pada alam ini. Seluruh isi alam masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Misalnya dalam hal keindahan, penghormatan dan
lainnya, semua berbeda.
Argument kelima berdasarkan
keteraturan alam. Alam yang tidak berakal bergerak menuju tujuan tertentu, dan
pada umumnya berhasil mencapai tujuannya. Pada hal mereka tidak memiliki
pengetahuan tentang tujuan dan lainnya. Dari sini dapat diketahui bahwa semua
itu diatur oleh sesuatu dalam bertindak mencapai tujuannya.[1]
Setelah Aquinas merasa berhasil menyusun argumen-argumen di atas,
dan merasa bahwa filsafat itu telah berhasil membuktikan adanya Tuhan,
selanjutnya dia berusaha menjelaskan sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan tidak
tersusun dari esensi dan aksidensi, karena itu Tuhan tidak dapat berubah. Dan
dalam perbuatan Tuhan, Aquinas berbeda dengan Agustinus. Menurutnya, Tuhan
tidak berbuat semaunya, perbuatan Tuhan dibatasi oleh kebaikan.
2.
Pemikiran
Kosmologi
Masuk pada pemikiran kosmologi Aquinas, di sini yang terpentinga
adalah pandangannya tentang matter dan form. Menurutnya, matter tidak
dapat terpisah dari form. Bila terpisah, tentu akan terdapat kontradiksi
sebab matter itu tidak jelas.
Dalam hal ruang dan waktu, Aquinas sama dengan Arestoteles. Ruang
tidak dapat dipikirkan terlepas dari eksistensi benda. Dia tidak setuju dengan
pendapat yang mengatakan bahwa ruang itu tidak terbatas karena hal ini
berlawanan dengan ajaran Kristen. Adapun waktu ditentukan oleh gerak.
Sebagaimana halnya ruang, waktu juga terbatas.[2]
3.
Aquinas
dan Jiwa
Pandangan Aquinas tentang jiwa
sangat sederhana. Menurutnya, jiwa dan
raga memiliki hubungan yang pasti. Raga mengahadirkan matter dan jiwa
menghadirkan form, yaitu prinsip-prinsip hidup yang aktual. Dan kesatuan
antara jiwa dan raga tidaklah terjadi secara kebetulan. Kesatuan itu dibutuhkan
dalam terwujudnya kesempurnaan manusia.
Selanjutnya Aquinans membuat
perbedaan yang tajam antara tiga jiwa
manusia; jiwa vegetative, yaitu jiwa yang mengatur tumbuhan; jiwa sensitive
yang mengatur kehidupan hewan; dan jiwa rasional yang mengatur kehidupan
manusia. Sekalipun Aquinas mengakui bahwa jiwa adalah gabungan antara matter
dan form, tentang ketidakrusakannya masih harus dipertahankan.
4.
Epistemologi
Aquinas
Dalam
teorinya tentang pengetahuan, Aquinas dibimbing oleh pandangannya bahwa pikiran
dan iman tidak bertentangan. Menurut pendapatnya semua objek yang tidak bisa
diindera tidak akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh karena itu
kebenaran ajaran Tuhan tidak dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran
ajaran Tuhan diterima dengan iman. Seuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal
merupakan objek iman. Di sini kebenaran yang diperoleh lewat akal dan wahyu
tidaklah bertentangan.
Selanjutnya
Aquinas mengajarkan kepada manusia untuk menyeimbangkan akal dan iman. Akal
membantu membangun dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi harus disadari
pula keterbatasan akal. Akal tidak bisa memberikan penjelasan tentang kehidupan
kembali dan penebusan dosa. Akal juga tidak akan mampu membuktikan kenyataan esensi dari keimanan
Kristen. Oleh karena itu, dogma-dogma Kristen itu benar sebagaimana yang
disebutkan dalam firman-firman Tuhan. Dari sini dapat disimpulkan kalau ada dua
jalur dalam epistemologi Aquinas, yaitu akal yang berawal dari manusia dan
wahyu yang bersumber dari Tuhan.
Di
dalam doktrinnya tentang pengetahuan, Aquinas adalah realis moderat. Dia tidak
sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa alam semesta ini mempunyai
eksistensi yang objektif. Dia mengajarkan bahwa alam semesta ini berada dalam
tiga cara. Pertama, sebagai sebab-sebab di dalam pemikiran Tuhan; kedua,
sebagai idea dalam pikiran manusia; dan ketiga, sebagai esensi sesuatu.
Di sini Aquinas mencoba menjembatani extreme nominalism dan extreme
realism.
5.
Etika
Aquinas
Nilai
etika tertinggi pada etika Aquinas ialah kebaikan tertinggi. Kebaikan tertinggi
itu menurutnya tidak dapat dicapai dalam kehidupan sekarang. Tetapi harus
menunggu hari kelak tatkala manusia memperoleh pandangan yang sempurna tentang
Tuhan.
Dalam
etikanya, Aquinas mengatakan bahwa dasar kebaikan adalah kemurahan hati, yang
menurutnya lebih dari sekedar kedermawanan atau belas kasihan. Kemurahan hati
itu terdapat dalam jiwa yang penuh cinta. Cinta kepada Tuhan datang pertama
kali, dari situ muncul cinta kepada selain Tuhan. Akan tetapi konsepnya tentang
cinta tidaklah menyeluruh karena tidak mencakup orang kafir. Sehingga kehidupan
pertapa memainkan peranan yang kuat dalam etikanya.
Mengenai
kebebasan kemauan, dia menyatakan bahwa manusia berada dalam kedudukan yang
berbeda dari Tuhan. Tuhan selalu benar sedangkan manusia kadangkala salah.
Manusia selalu dihadapkan pada bermacam-macam pilihan dengan dipengaruhi
tuntutan-tuntutan materi dalam menentukan pilihannya. Sehingga kadangkala
manusia sering ditimpa keraguan, sebagaimana keraguan pada akhirat dan lainnya.
Oleh karena itu, manusia sering kali memilih sesuatu yang rendah yang mengakibatkan
dirinya jauh dari Tuhan. Manusia di sini dapat memperoleh kebebasan sempurna
dengan cara memilih sesuatu yang akan membawa pada kebahagiaan abadi dan mendekatkan
manusia pada sifat-sifat Ilahi.[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar