PEMIKIRAN TASAWUF dan
HISTORIOGRAFI AL-SULLAMI
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
"TASAWUF"
Oleh:
IZRIN
MAUIDHOTUL HASANAH
(E01211018)
Dosen Pengampuh:
ABDUL
KADIR RIYADI
(197008132005011003)
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tasawuf
merupakan wasilah yang paling efektif dan tepat bagi orang Islam untuk sampai
kepada Allah SWT. Tasawuf dapat mempercepat hubungan antara manusia dengan
Allah secara spiritual. Tasawuf, selain dapat memantapkan rasa ketauhidan dan
memperhalus akhlak, juga dapat memurnikan ibadah dan amal shalih.
Semua
manusia dalam beragam agama merupakan makhluk yang memiliki potensi pengalaman
mistik dan batin sehingga memerlukan kecerahan dari Allah SWT agar dapat
mewujudkan hakikat diri-Nya yang sebenar-Nya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan persoalan kebatinan hati disebut ilmu mistik. Bahkan
semua agama memiliki ajaran ilmu mistik. Mistik itulah yang sebenarnya disebut
tasawuf.
Pada hakikatnya tasawuf merupakan pengalaman pribadi seorang
manusia dengan Tuhannya, sehingga masing-masing individu memiliki kecenderungan
dan pengalaman spiritual yang berbeda-beda sesuai dengan urutan tasawufnya.
Oleh karena itu, wajar apabila setiap sufi dalam menjelaskan tasawuf sesuai
dengan pemikiran dan pengalaman keberagamannya. Dengan demikian, makalah ini
membahas mengenai tasawuf dan historiografi para sufi, menengok karya dan
pemikiran Al-Sullami.
B.
Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang dikaji dan dibahas dari makalah ini
adalah:
1. Bagaimana biografi singkat dari
Al-Sullami?
2. Apa saja karya-karya yang telah
dihasilkan oleh Al-Sullami?
3. Bagaimana corak pemikiran tasawuf
menurut Al-Sullami?
4. Apa pokok pemikiran tasawuf menurut
Al-Sullami?
C.
Tujuan
Ada beberapa tujuan rumusan masalah yang dikaji dan dibahas dari
makalah ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan biografi singkat
Al-Sullami.
2. Untuk mengetahui karya-karya yang
dihasilkan Al-Sullami.
3. Untuk mendeskripsikan corak pemikiran
tasawuf Al-Sullami.
4. Untuk mengetahui pokok pemikiran tasawuf
Al-Sullami.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Biografi Al-Sullami
Nama
lengkap Al-Sullami adalah Abu Abd al-Rahman Muhammad Ibn al-Husayn Ibn Muhammad
Ibn Musa Ibn Khalid Ibn Salim Ibn Rawiah Al-Sullami. Ia menulis satu buku
khusus mengenai futuwwah, kitab
al-Futuwwah. Al-Sullami dilahirkan di Naishapur dan wafat di kota yang sama.[1]
Beliau juga hidup dalam sebuah keluarga yang sangat taat beragama. Bahkan kedua
orang tuanya dikenal sebagai ulama sufi yang terkenal di Khurasan. Ketika
berusia 15 tahun, ayahnya meninggal. Kemudian ia diasuh oleh nenek dari pihak
ibunya.
Al-Sullami
mengenal agama dari ayahnya sendiri dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama.
Sejak kecil ia sudah mendalami bahasa arab dan al-Qur’an sebagai basis untuk
mempelajari berbagai hal mengenai Islam. Pada usia 8 tahun ia sudah
mendalami hadits bahkan kemudian meriwayatkannya. Ia mempelajari hadits
dari beberapa guru seperti Syekh Abu Bakar Al-Sibhghi dan Imam Abu Nua’im al-Isbahani, pengarang kitab mengenai tasawuf “Hilyatul Awliyah”. Keahliannya dalam ilmu
hadits menjadikan Al-Sullami sebagai rujukan banyak ulama. Oleh karena itu,
Al-Sullami terkenal sebagai seorang pakar hadits, guru bagi para sufi, dan pakar
sejarah. Dia seorang guru tariqah yang telah dianugerahi penguasaan dalam
berbagai ilmu hakikat dan perjalanan tasawuf.
Selain
dikenal luas sebagai sufi besar, Al-Sullami juga sebagai seorang penulis kitab
yang produktif. Ia sudah menulis ketika masih berusia 20 tahun. Karya-karyanya
meliputi sejumlah besar kitab dan risalah tentang hadits dan tasawuf. Semua
karyanya menjadi tumpuan rujukan para ulama di seluruh dunia hingga saat ini.
Sebagian besar masa hidupnya ia habiskan di perpustakaan untuk membaca dan
menulis. Sampai beberapa bulan menjelang wafatnya, ia masih berkarya. Hari-hari
terakhirnya ia habiskan dengan bersunyi diri di sebuah pertapaan sufi di Naisabur.
2.
Karya-karya Al-Sullami
Berikut
ini merupakan karya-karya yang telah dihasilkan oleh Al-Sullami:
1. Adab al-Mutasawwafah
2. Thabaqah al-Sufiyah
3. Risalah al-Malamatiyyah
4. Ghalathah al-Sufiyah
5. Adab al-Suhba wa Husn al-'Ushra
6. al-Farq Bayna al-Syari'ah wa al-Haqiqah
7. Jawami' Adab al-Sufiyah
8. Manahij al-'Irfan
9. al-Ikhwah wa al-Akhawat min al-Sufiyah
Di
antara sekian banyak karya Al-Sullami, yang paling mendapat perhatian para
ulama sufi ialah Thabaqat al-Sufiyin. Lebih dari 100 orang telah memberikan
syarah dan komentar atas kitab tersebut. Bahkan pengaruh-pengaruh pikirannya
dalam kitab itu tampak jelas dalam karya Abu Nua’im dalam kitab Hilyatul al-Awliya,
Kitab Al-Baghdadi dalam kitab Tarikh al-Baghdad, Al-Qusyairi dalam kitab Al-Risalah,
Abdurrahman al-Jami dalam kitab Nafkhat al-Uns, dan Al-Sya'rani dalam Thabaqat
al-Qubra. Dalam karya-karyanya Al-Sullami selalu berusaha mempersatukan syariat
dan hakikat, selalu berpegang pada Al-Qur'an dan As-Sunah.
3.
Corak Pemikiran Tasawuf Al-Sullami
Al-Sullami
mengambil beberapa tasawuf dari para guru yang terkenal, misalnya Ibn Manazil, Abu
Ali al-Thaqafi, Abu Nashr al-Sarraj, Abu Qasim al-Nasrabadzi, serta tokoh-tokoh
sufi lainnya dari aliran sunni. Karena itu, ia termasuk sufi yang beraliran
sunni yang selalu berusaha menyebarkan Tasawuf sunni di masa hidupnya.
Al-Sullami
yang lahir dan masuk kelompok sufi pada masa itu, terkenal sebagai penulis
sejarah biografi kaum sufi terkenal yang semasa dengannya yaitu dalam kitabnya
Adab al-Mutasawwafah.[2]
Selain itu, ia juga terkenal dengan kitabnya Thabaqah al-Sufiyah yang juga
memaparkan biografi-biografi para sufi.[3]
Al-Sullami menekankan tasawuf pada ketaatan terhadap al-Qur’an, meninggalkan
perkara bid’ah dan nafsu syahwat, ta’dzim pada guru, serta bersifat pemaaf.
Karena menurut Al-Sullami, jiwa memiliki tiga tingkat, yaitu; nafsu amarah,
nafsu lawwamah, dan muthmainnah. Al- Sulami lebih cenderung mengatakan bahwa
jiwa itu cenderung jahat dan jiwa memiliki tujuh puluh cacat.
4.
Pokok Pemikiran Tasawuf Al-Sullami
Menurut
Al-Sulami, Manusia akan menjadi hamba sejati kalau dia sudah bebas dari selain
Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatu dengan kehendak Allah, maka apa saja
yang dipilih Allah untuknya, hati akan menerima tanpa menentang sedikitpun
(qana'ah).
¬!ur ä-Ìô±pRùQ$# Ãœ>ÌøópRùQ$#ur 4 $yJuZ÷Æ’r'sù (#q—9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4 žcÃŽ) ©!$# ììřºur Ã’OÅ ÃŽ=tæ ÇÊÊÎÈ
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemampuan kamu
menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (Rahmat-Nya) lagi maha mengetahui”.
Disitulah wajah Allah maksudnya adalah kekuasaan Allah SWT meliputi seluruh alam, sebab itu dimana saja
manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu
berhadapan dengan Allah SWT.
Dalam konsep dzikir Al-Sullami
berpendapat bahwa perbandingan antara dzikir dan pikir adalah lebih sempurna dzikir,
karena kebenaran itu diberitakan oleh dzikir
bukan oleh pikir dalam proses pembukaan kerohanian. Ada beberapa tingkatan
mengenai dzikir, yaitu dzikir lidah, dzikir hati, dzikir rahasia, dan dzikir
ruh.[4]
Dalam karyanya, Kitab Thabaqah al-Sufiyah, Al-Sullami
mencoba memadukan ajaran syari’at dengan ajaran tasawuf. Beliau mengutarakan
pendapatnya tentang ilmu lahir (syari’at) dengan ilmu batin (tasawuf) bahwa
keduanya tidak boleh dipertentangkan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak mempertentangkannya.
Dalam karyanya, Kitab al-Futuwwah, Al-Sulami memaparkan 212 poin mengenai
ajaran-ajaran dan tingkah laku futuwwah
yang diambil, secara otentik, dari al-Qur’an dan sunnah. Secara garis besar,
karya ini hendak membimbing para murid tasawuf untuk teguh dijalan Allah, beriman
dan mencintai Allah, meneladani semua perilaku Rasulullah, mencintai sesama
saudara muslim, menjaga persaudaraan, cinta kasih, dan kesetiaan diantara
mereka, membantu fakir miskin dan kaum dhuafa, senang bersedekah, bersikap
lemah lembut, senang menghormati, sabar atas segala musibah, tawadhu’, dan menjaga
dari kata-kata kotor serta tercela.[5]
Intinya, futuwwah adalah memberikan pelayanan prima kepada sesama tanpa
diminta sekalipun dan mencintai umat manusia tanpa pandang bulu. Para guru sufi
klasik selalu berjuang keras untuk mempraktikkan inti ajaran futuwwah. Abdullah al-Anshari meriwayaatkan
ketika Abu Abdullah Salimi ditanya tentang apa yang membuat sahabat-sahabat Tuhan
itu dikenal, ia menjawab: ”Kehalusan perkataan, sikap yang menyenangkan, air
muka yang gembira, sifat dermawan, sikap toleransi, sikap memaafkan mereka yang
mengakui kesalahan, dan berbuat baik terhadap semua makhluk hidup.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf adalah ilmu yang dapat
dipelajari oleh manusia bagaimana berperilaku supaya berada dalam kehadliran
Tuhan Allah Yang Maha Esa, melalui penyucian batin dan mempermanisnya dengan
amal baik. Jalan awal tasawuf dimulai sebagai ilmu, tengahnya adalah amal, dan
akhirnya adalah karunia Ilahi.
Seorang sufi
wajib mengamalkan Islam. tidak ada tasawuf tanpa fiqih, karena hukum-hukum
lahiriah dari Allah tidak bisa diketahui tanpa fiqih. Dan tidak ada fiqih tanpa
tasawuf, karena amal tidak sempurna kecuali dibarengi dengan tujuan menghadap
diri kepada-Nya, dan juga tidak ada fiqih dan tassawuf tanpa iman. Maka
menggabungkan keduanya menjadi suatu kewajiban, karena ketergantungan keduanya
dalam hukum seperti ketergantungan Ruh dan Raga.
Menurut
Al-Sulami, Manusia akan menjadi hamba sejati kalau dia sudah bebas dari selain
Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatu dengan kehendak Allah, maka apa saja
yang dipilih Allah untuknya, hati akan menerima tanpa menentang sedikitpun
(qana'ah).
bahwa dalam tingkatan-tingkatan sufi menuju ke dalam tingkatan yang lebih tinggi diperlukan adannya kebebasan dari dunia yang fana, yaitu dunia yang menurut sufi tidaklah kekal untuk dapat mencapai ilmu yang kekal dalam mengenal Tuhan. Karena hati setiap sufi tidak dapat dikendalikan oleh suatu hawa nafsu Yang dapat mencegahnya untuk dapat mengenal pencipta-Nya.
bahwa dalam tingkatan-tingkatan sufi menuju ke dalam tingkatan yang lebih tinggi diperlukan adannya kebebasan dari dunia yang fana, yaitu dunia yang menurut sufi tidaklah kekal untuk dapat mencapai ilmu yang kekal dalam mengenal Tuhan. Karena hati setiap sufi tidak dapat dikendalikan oleh suatu hawa nafsu Yang dapat mencegahnya untuk dapat mengenal pencipta-Nya.
Hawa nafsu
penting adanya untuk diperjuangkan. Sebab sifat dasar dari manusia adalah
dikendalikan nafsu dan bagaimana mengekang hawa nafsu yang akan membawa jatuh
kebawa lembah kemerosotan. Pastinya akan menjauhkan seorang hamba dengan
Tuhannya. Dengan membiasakan diri kita lapar terrmasuk salah satu cara menekan
hawa nafsu.
Semakin
tinggi kemakrifatan seseorang, maka ujiannyapun akan semakin besar. Dalam
berbagai cobaan yang dilalui dengan sebatas takut kepada Ilahi hal tersebut
akan mempengaruhi kecintaan kepada yang Maha pencipta. Sikap Tawadhu’ merupakan
keeksistensian Allah yang hanya diketahui kebenarannya.
Dalam hal
kedekatan diri kepada Allah. Hal ini diungkapkan lagi, agar senantiasa seorang
hamba dibimbing seorang pengampuh, sebab guru akan mengarahkan seseorang agar
tidak tersesat dalam pencahariannya. Namun ditekankan lagi agar tidak
semata-mata mengandalkan guru sebab tiba masanya seseorang itu harus mampu dan
melakukan perjalanan sendiri.
B. Saran
Dalam makalah
ini tidak sepenuhnya pembahasan yang dibahas menurut sumbernya, karena
terhalang refrensi yang seddikit adannya. Oleh karena itu bilamana ingin
lengkap, bisa dicari refrensi yang lebih banyak. Agar banyak pula
pengetahuannya tentang Al-Sullami.
Kami sadari dari keterbatasan refresensi menjadikan kami sedikit kekurangan.
Tetapi inilah yang terbaik untuk saat ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahjuddin. 2010. Akhlak Tasawuf II. Jakarta: Kalam Mulia.
Bahri, Media Zainul. 2010. Tasawuf Mendamaikan Dunia. Jakarta: Erlangga.
Wahyudi, Gafna Raizha. 2002. Warisan Sufi. Yogyakarta:
Pustaka Sufi.
Al-Berry. 2000. Tasawuf Versus Syari’at. Jakarta: Hikmah.
Siregar, Rivay. 2002. Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.