Minggu, 29 April 2012

Studi Islam

Oleh:Abd. Shamad


A.    Latar Belakang
            Kajian tentang Islam memberikan ketertarikan tersendiri sebagai agama universal sepanjang zaman. Tidak hanya orang Islam sendiri yang terlibat dalam kajian tentangnya, tetapi lebih dari itu orang-orang non-muslim juga tertarik untuk mengkajinya walau dengan tujuan dan cara yang tak mungkin sama. Namun, ketertarikan mereka tidak bisa dipandang sebelah mata. Patut kiranya kita telaah kembali sebagai kritik dan penyempurnaan pemahaman. Kita sebagai umat beragama tidak bisa hanya menjustifikasi diri sendiri, butuh pihak luar dalam rangka perpaduan demi obyektifasi justifikasi.
            Masalah pendekatan bukanlah masalah yang asing lagi bagi kita. Dalam sejarahnya kita temukan tumpang tindih dan dinamisasi berbagai pendekatan setelah sebelumnya stagnan dalam satu dua pendekatan. Secara historis sekitar abad 19 baru ada kesepakatan atau ketetapan mengenai studi Islam interdisipliner. Sebenarnya memang sangat janggal ketika universalisme Islam hanya dipahami dari satu sisi atau sudut pandang dan melupakan sisi lain yang sebenarnya lebih penting. Apalagi akhir-akhir ini banyak opini miring tentang Islam yang dikait-kaitkan dengan isu-isu sosial politik keagamaan baik dalam skala regional maupun internasional. Sangat menarik rasanya untuk kita kaji kembali tentang Islam dalam penyempurnaan dan kemantapan keislaman kita sekaligus membersihkan Islam dari berbagai kerancuan.
            Dewasa ini, mengingat perkembangan zaman yang semakin cepat dan memberikan tantangan dan tuntutan yang begitu kompleks dalam sosial kemasyarakatan dan keberagamaan, sangat penting rasanya adanya pembaharuan dan melakukan kajian keislaman kembali khususnya dalam mengembalikan citra Islam yang sering dikait-kaitkan dengan terorisme dan isu-isu lain. Maka dari itu, perlu adanya ratifikasi dan sosialisasi berbagai pendekatan. Apa lagi terkait dengan keberadaan masyarakat yang majemuk dengan latar belakang sejarah dan sosial kebudayaan yang berbeda.
           
B.     Rumusan Masalah
            Dalam penulisan makalah ini kami akan mencoba membahas sedikit banyak tentang hal-hal berikut:
1)      Bagaimana kedudukan berbagai pendekatan pendekatan?
2)      Apa saja macam-macam pendekatan yang dapat digunakan dalam studi Islam?
3)      Pendekatan apakah yang relevan dalam studi Islam kontemporer?

C.     Tujuan
            Setelah membaca makalah ini, kami harapkan para pembaca dapat diantarkan sedikit banyak dalam memahami:
1)      Signifikansi berbagai pendekatan.
2)      Macam-macam pendekatan dalam studi Islam.
3)      Relevansi berbagai pendekatan dalam studi Islam Kontemporer.

PEMBAHASAN


A.    Signifikansi Berbagai Pendekatan
            Berbicara soal agama tentunya tidak bisa terlepas dari kajian tentang pemeluknya yang dalam kelangsungan kehidupannya sangat tergantung atas kedaan sosial, budaya dan politik pada zamannya. Keadaan sosial, budaya dan politik tersebut juga sangat mempengaruhi keberagamaan manusia sebagai makhluk bermasyarakat. Selain itu, dalam agama juga tak pernah lepas dari doktrin-doktrin atau ajaran sebagai syarat dari berdirinya sebuah agama. Namun antara doktrin dan hasil pemikiran yang situasional dan kondisional sebagai jawaban atas tantangan zaman, perlu adanya pemisahan agar tidak terjadi kerancuan. Karena dalam Islam tidak pernah ada sakralisasi (pentaqdisan) pemikiran sebagi hasil interpretasi atas berbagai sumber ajaran yang sangat dinamis. Di sini diperlukan berbagai pendekatan dalam meratifikasi dan harmonisasi.
            Sejarah telah membuktikan dan memberikan banyak pelajaran tentang pemahman keislaman secara parsial yang menimbulkan polemik. Mungkin apa yang disebutkan dalam adagium arab memang benar bahwa “Metode pendekatan terhadap suatu persoalan lebih penting dari materi persoalan itu sendiri (Al-Thariqatu Ahammu Min Al-Madah)”. Karena pendekatan yang digunakan sangat menentukan sebuah justifikasi mengenai suatu peroalan. Penggunaan pendekatan yang salah atau satu pendekatan saja justru akan menimbulkan masalah dan banyak kontroversi. Bagaiman kita bisa memandang dengan benar ketika kacamata yang kita gunakan buram?. Tentunya hasilnya tidak akan obyektif dan tidak sesuai harapan, tetapi justru menimbulkan masalah-masalah baru.
Studi Islam interdisipliner sangat dibutuhkan mengingat keberadaan Islam yang tidak hanya sekedar agama yang dihiasi berbagai ritual dan mengatur hubungan-hubungan transindental. Islam terkait segala aspek kehidupan dengan tiga dimensi ajarannya (Islam, Iman dan Ihsan). Di dalamnya diatur hubungan vertical dan horizontal terkait dengan hubungan sesama makhluk juga lingkungannya (hablun min an-nas wa hablun min al-alam) dan hubungan dengan Tuhannya (hablun min Allah).
Kajian keislaman (Islamic studies) interdisipliner juga sangat penting dalam memantapkan Islam kita  (khususnya) dalam segala aspek. Sebelumnya status keislaman kita mungkin hanyalah islam turunan atau KTP dan tidak pernah eksis dalam menjalankan Islam itu sendiri, ada unsur keterpaksaan dan kepentingan lain di dalamnya. Dari sini kita akan lebih mengenal islam mulai dari sumber dan segala aspeknya. Mengetahui Islam lebih dalam akan meningkatkan harga diri dan saling menghargai terhadap Islam yang lain dan agama lain dengan mengikis fanatisme yang berlebihan. Dari berbagai hal di atas dapat disimpulkan bahwa studi Islam di sini merupakan usaha kritis terhadap teks, sejarah, pemikiran dan institusi keislaman dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu yang secara popular di kalangan akademik dianggap ilmiah.[1]Jadi studi Islam berbeda dengan pendidikan Islam yang lebih konvensional dan kognitif (pengetahuan tentang ajaran-ajaran Islam), tetapi studi islam lebih bersifat afektif dan psikomotorik (menyangkut bagaimana sikap dan pengamalan atas ajaran Islam).

B.     Macam-Macam Pendekatan
            Kalau dilihat dari pelakunya (subyek), kajian keislaman dapat dibagi dua. pertama, kajian yang dilakukan insider atau believer (orang Islam sendiri). Kedua, outsider atau historian (orang dari agama lain/ahli agama yang kritis). Keduanya memakai pendekatan yang berbeda dalam memahami Islam dan sangat parsial. Insider menggunakan pendekatan filologi atau pemahaman kebahasaan (tekstual) yang hanya dilakukan ahli-ahli bahasa dan mengesampingkan fenomena yang ada, mereka memahami Islam dengan berangkat dari keyakinan. Sehingga hasilnya lebih berupa aktualisasi dan kurang kritis. Sedangkan outsider menggunakan pendekatan sosial atau kajian atas pemeluk Islam sebagai aplikator ajaran-ajaran Islam sesuai hasil interpretasi mereka. Sementara apa yang dilakukan mereka kaum muslimin tidak selamanya selaras dengan nilai-nilai Islam sendiri dan cenderung beragam sebagai bentuk dari hasil interpretasi yang berbeda. Sehingga mereka (outsider) cenderung lebih kritis namun tidak implikatif pada ajaran. Mereka juga cenderung tidak objektif, karena memahami Islam satu wajah dari Islam yang banyak wajah sesuai hasil interpretasi masing-masing dan mengaitkannya dengan teori dan metodologi tertentu yang mereka ciptakan sendiiri. Dari perbedaan pendekatan ini lahirlah berbagai kontrofersi. Menanggapi mereka, umat Islam cenderung bersifat apriori atau masa bodoh dan menolaknya tanpa adanya kajian mendalam terlebih dahulu atau intropeksi diri. Namuan, sebenarnya apa yang dilakukan outsider memberikan pengaruh yang lumayan besar pada perkembangan kajian keislaman ke depan dan menjadi kritik pada realitas yang ada dan tak lagi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam sendiri. Sehingga penting di sini adanya gabungan dua pendekatan tersebut berupa keseimbangan iman, ilmu dan amal.[2]
                        Sebenarnya pendekatan-pendekatan di sini seluas aspek-aspek yang tercakup dalam Islam, baik ekonomi, sosial, budaya dan politik. Jadi selain menggunakan pendekatan filologi, dalam memahami Islam secara integral harus menggunakan beberapa pendekatan lain tersebut. Masing-masing pendekatan-pendekatan ini memiliki keunggulan dan kekurangan tersendiri yang jika digabungkan akan  saling melengkapi satu sama lainnya. Karena Islam yang kita kaji bukanlah Islam yang hanya terkait dengan hubungan transindental dengan Tuhan. Tetapi lebih dari itu menyangkut hubungan antar manusia yang beragam dalam segala hal dan atau terkait dengan penerapan nilai-nilai teologi ke dalam lingkungan sosial. Namun, Pendekatan-pendekatan tersebut bisa dipetakan sebagai berikut;
a)      Pendekatan Filologi
Pendekatan filologi atau literal meliputi  metode tafsir sebagai pendekatan filologi terhadap alqur’an dalam menggali makna yang dikandungnya, pendekatan filologi terhadap hadits atau sunnah Rasul dan pendekatan filologi terhadap teks-teks klasik (hermeneutika) yang merupakan refleksi kebudayaan kuno dalam tulisan-tulisan para intelek di masanya. Dalam menerapkan pendekatan-pendekatan ini juga membutuhkan pendekatan atau metode lain sesuai dengan disiplinnya, seperti sastra, filosofis dll.
b)      Pendekatan Pemikiran
Pendekatan pemikiran di sini meliputi pendekatan pemikiran Kalam, Filsafat dan Tasawuf. Pendekatan pemikiran kalam (teologi)  berangkat dari sebuah kepercayaan tentang kepercayaan dogmatis yang bersumber dari alqur’an (khususnya terkait masalah Ketuhanan) dan kemudian diperkuat atau dibuktikan oleh akal kebenarannya. Bagaimana kita bisa memasukkan nilai-nilai teologi ke ranah sosial itulah yang terpenting. Pendekatan filsafat digunakan dalam menguak hikmah, hakekat, inti makna dan pesan dari ajaran agama. Pendekatan tasawuf merupakan pendekatan yang memfokuskan perhatiannya pada aspek esoterik berupa pembersiahan rohani atau jiwa dalam membentuk akhlak-akhlak mulia. Dalam pendekatan tasawuf ada tiga model pendekatan, baik tematik yang lebih pada penelusuran ajaran, pendekatan tokoh dan gabungan dari keduanya.
c)      Pendekatan Sejarah
Pendekatan sejarah bukan hanya mengetahui cerita-cerita zaman dulu sebagaimana hikayat, mitos dan lainnya. Tetapi lebih dimaksudkan agar dapat mengetahui dan mengambil nilai-nilai keislaman yang diterapkan orang muslim dahulu, bagaimana mereka bersikap dan menempatkan Islam dalam percampuran kebudayaan atau tentang cara-cara interaksi agama dengan berbagai umat manusia yang memiliki latar belakang sosiologis, antropologis dan kultur yang berbeda. Dari sini kita belajar bagaimana mentransformasikan nilai-nilai keislaman dalam aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik. Selain itu kita bisa memonitor bagaiman perkembangan Islam dri masa ke masa dan di berbagai daerah juga menangkap nilai-nilai fundamental yang diselipkan dalam ranah sosial, politik dan kebudayaan dengan bentuk dan pola yang bermacam-macam.
d)     Pendekatan Fenomenologi
      Pendekatan fenomenologi berusaha memperoleh gambaran yang lebih utuh dan lebih fundamental tentang fenomena keberagaman manusia secara umum (universal, transidental dan inklusif) yang diilhami oleh pendekatan filosofis yang dikembangkan Edmund Hussel yang berupaya untuk menemukan esensi dari keberagaman manusia. Pendekatan fenomenologi mencoba untuk mengembalikan studi agama yang bersifat historis-empiris ke pangkalnya agar tidak terlalu jauh melampaui batas-batas kewenangannya. Jika dalam studi agama yang bersifat historis empiris para peneliti cenderung netral (value-neutral), maka pendekatan fenomenologi lebih bersifat value-laden (terikat nilai-nilai keagamaan yang dipercayai dan dimiliki oleh para pengikutnya).[3]

C.     Relevansi Berbagai Pendekatan dalam Studi Islam Kontemporer
            Dalam kajian Islam kontemporer kita bisa belajar dari sejarah sebagai acuan, dimana para insider terlibat polemik dengan para outsider yang diakibatkan oleh penggunaan pendekatan yang berbeda. Insider menggunakan pendekatan filologi (deduktif) atau doktrinal-teologis sedangkan outsider menggunakan pendekatan cultural-historis (induktif). Akibatnya terjadi pemahaman yang berbeda tentang Islam dan insider sendiri cenderung apriori terhadap justifikasi outsider. Pada hal sebenarnya tidak ada yang salah karena berangkat dari sebuah penelitian dan hanya terjadi perbedaan sudut pandang. Tak perlu ada penghakiman dan saling menyalahkan, tetapi satu sama lain seharusnya saling melengkapi dalam menutupi kekurangan masing-masing. Di sini sangat dibutuhkan penggabungan dan penyelarasan justifikasi berbagai pendekatan dalam mencapai sintesa baru juga memurnikan Islam dari berbagai kerancuan.
Berbagai pendekatan yang ada memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing sesuai relevansinya dalam sebuah analisa. Maka dari itu, kita tidak bisa menggunakan hanya satu pendekatan dalam menganalisa masalah yang begitu kompleks. Di sini dibutuhkan dualisme atau semacamnya berupa penggunaan berbagai pendekatan dalam pengupayaan keutuhan pemahaman. Diantara berbagai pendekatan yang ada saling melengkapi dalam memberikan pemahaman sesuai kelas-kelasnya. Filologi memberikan pemahaman secara tekstual, fenomenologi mencoba menganalisa berbagai fenomena yang ada, pendekatan sejarah membawa kita pada kondisi-kondisi Islam di berbagai daerah dalam kurun tertentu dan perkembanagannya dst. Jika hasil semuanya dapat digabungkan dan disesuaikan, maka akan ada keutuhan pemahaman dan kemantapan. Berbagai pemikiran dan hasil interpretasi yang mengalami sakralisasi atau pencampuran dengan doktrin-doktrin juga akan dapat dipisahkan dalam memurnikan ajaran.
            Di sini juga dibutuhkan pendekatan kritis-filosofis sebagai tindak lanjut dari fenomenologi yang bercorak kritis-analitis terhadap realitas kongkret keberagamaan secara kultural-historis. Sebagai hasil kreasi manusia yang tentunya tak lepas dari kelemahan dan kelebihan, dalam refleksinya pendekatan kritis-filosofis di sini juga harus kritis terhadap apa yang dihasilkannya (dirinya sendiri) tidak hanya terarah pada cara berpikir murni  doktrinal-teologis atau historis empiris. Dari pendekatan kritis-analitis ini diharapkan tercapainya klarifikasi keilmuan menurut sudut pandang filsafat yang kemudian dapat menjernihkan hakikat dan subtansi keberagamaan juga memurnikan ajaran yang sebelumnya tumpang tindih dengan berbagai hasil pemikiran yang profan.[4]
            Dari berbagai hal di atas dapat disimpulkan behwa semua pendekatan sangat relevan untuk digunakan, semuanya ideal dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Sekarang tergantung pada kita-kita yang menggunakan dan tergantung pada penguasaannya. Tingkat pemahaman dan keilmuan juga sangat mempengaruhi sebagai landasan berpikir individu. Pendekatan boleh saja sama, namun hasilnya akan tetap berbeda sesuai paradigma berpikir kita. Oleh karena itu, kita tidak bisa bersikap apriori terhadap hasil pemikiran orang lain. Tetapi kita kumpulkan dan pelajari dalam memperbaiki dan mengkritisi apa yang kita ketahui. Apa lagi terkait dengan justifikasi pendekatan yang berbeda, tentunya sangat penting di sini kajian ulang dalam penyempurnaan dan keutuhan.


KESIMPULAN


Berbicara soal agama tentunya tidak bisa terlepas dari kajian tentang pemeluknya yang dalam kelangsungan kehidupannya sangat tergantung atas kedaan sosial, budaya dan politik pada zamannya. Keadaan sosial, budaya dan politik tersebut juga sangat mempengaruhi keberagamaan manusia sebagai makhluk bermasyarakat. Selain itu, dalam agama juga tak pernah lepas dari doktrin-doktrin atau ajaran sebagai syarat dari berdirinya sebuah agama. Namun antara doktrin dan hasil pemikiran yang situasional dan kondisional sebagai jawaban atas tantangan zaman, perlu adanya pemisahan agar tidak terjadi kerancuan. Karena dalam Islam tidak pernah ada sakralisasi (pentaqdisan) pemikiran sebagi hasil interpretasi atas berbagai sumber ajaran yang sangat dinamis. Di sini diperlukan berbagai pendekatan dalam meratifikasi dan harmonisasi.
Kalau dilihat dari pelakunya (subyek), kajian keislaman dapat dibagi dua. pertama, kajian yang dilakukan insider atau believer (orang Islam sendiri). Kedua, outsider atau historian (orang dari agama lain/ahli agama yang kritis). Keduanya memakai pendekatan yang berbeda dalam memahami Islam dan sangat parsial. Insider menggunakan pendekatan filologi atau pemahaman kebahasaan (tekstual) yang hanya dilakukan ahli-ahli bahasa dan mengesampingkan fenomena yang ada, mereka memahami Islam dengan berangkat dari keyakinan. Sehingga hasilnya lebih berupa aktualisasi dan kurang kritis. Sedangkan outsider menggunakan pendekatan sosial atau kajian atas pemeluk Islam sebagai aplikator ajaran-ajaran Islam atau hasil interpretasi mereka. Sementara apa yang dilakukan mereka kaum muslimin tidak selamanya selaras dengan nilai-nilai Islam sendiri dan cenderung beragam sebagai bentuk dari hasil interpretasi yang berbeda. Sehingga mereka cenderung lebih kritis namun tidak implikatif pada ajaran. Mereka juga cenderung tidak objektif, karena memahami Islam satu wajah dari Islam yang banyak wajah sesuai hasil interpretasi masing-masing dan mengaitkannya dengan teori dan metodologi tertentu yang mereka ciptakan sendiiri.
Sebenarnya pendekatan-pendekatan di sini seluas aspek-aspek yang tercakup dalam Islam, baik ekonomi, sosial, budaya dan politik. Jadi selain menggunakan pendekatan filologi, dalam memahami Islam secara integral harus menggunakan beberapa pendekatan lain tersebut. Masing-masing pendekatan-pendekatan ini memiliki keunggulan dan kekurangan tersendiri yang jika digabungkan akan  saling melengkapi satu sama lainnya. Karena Islam yang kita kaji bukanlah Islam yang hanya terkait dengan hubungan transindental dengan Tuhan. Tetapi lebih dari itu menyangkut hubungan antar manusia yang beragam dalam segala hal dan atau terkait dengan penerapan nilai-nilai teologi ke dalam lingkungan sosial. Pendekatan-pendekatan tersebut bisa dipetakan sebagai berikut;
1.      Pendekatan filologi meliputi metode tafsir terhadap alqur’an, hadits dan kitab-kitab hasil karya ulama-ulama terdahulu dll.
2.      Pendekatan pemikiran meliputi pendekatan pemikiran kalam, filsafat dan tasawuf dll.
3.      Pendekatan sejarah dan
4.      Pendekatan fenomenologi yang lebih bersifat value-laden (terikat nilai-nilai keagamaan yang dipercayai dan dimiliki oleh para pengikutnya).
Diantara berbagai pendekatan yang ada saling melengkapi dalam memberikan pemahaman sesuai kelas-kelasnya. Filologi memberikan pemahaman secara tekstual, fenomenologi mencoba menganalisa berbagai fenomena yang ada, pendekatan sejarah membawa kita pada kondisi-kondisi Islam di berbagai daerah dalam kurun tertentu dan perkembanagannya dst.


[1].Metodologi Studi Islam; Dr. Jamali Sahrudi.
[2].PengantarStudi Islam.Drs. Abd.Haris, Mag.
[3].Studi Agama. Dr. M. Amin Abdullah. Hal 11-12
[4] Mencari Islam. Amin Abdullah dkk. Hal 16-19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar