Oleh:
Imroatus Shalihah PP & Eka Sulistiyowati
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi John
Locke
John Locke adalah filisof yang berasal dari inggris.
Beliau dilahirkan di Wrington Somerst pada tanggal 29 Agustus 1632. Locke
belajar di Westminster School selama lima tahun yaitu pada tahun 1647-1652 pada
tahun itu juga hingga tahun 1656 ia melanjutkan studinya di Christ Church,
Oxford untuk mempelajari agama dan mendapat gelar B.A. disana ia kemudian
melanjutkan studinya lagi untuk mendapatkan gelar M.A.
Tahun
1664 Locke diangkat sebagai pejabat penyesor buku-buku filsafat moral. Ia juga
belajar ilmu kedokteran dan mahir dalam bidang ini. Sir walter
vane ia mengikuti sebuah misi dipelomatik ke elector of
brandenburg tetapi kemudian ia menolak
tawaran kerja diplomat dan kembali ke
oxford. Disana ia mengonsentrasikan seluruh perhatiannya pada filsafat
dan menemukan minat yang sama
pada Earl of shaftesbury yang mengundang locke untuk tinggal
di london house-nya. Disana locke mengembangkan ilmu politik dan filsafat
sekaligus menjadi dokter pribadi bangsawan earl of
shaftesbury . pada tahun 1683
shaftesbury terancam akan di –impeacchment karena telah melakukan
pengkhianatan. Pada saat itu juga locke lari ke Belanda dan di sana ia menulis
esai yang berjudul An Essay Concerning Human Understanding yang di terbitkan
pada tahun 1690. Setelah revolusi tahun 1688, locke kembali ke inggris untuk
mengiringi raja orange yang akan menjadi Queen Mary.
B . Empirisme John Locke
Kata empirisme berasal dari bahasa yunani emperia
yang berarti pengalaman. Jadi empirisme merupakan sebuah paham yang menganggap
bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan. Empirisme juga berarti sebuah paham
yang menganggap bahwa pengalaman manusia didapat dari pengalaman-pengalaman
yang nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata tersebut didapatkan dari
tangkapan pancaindra manusia. Sehingga pengetahuan yang didapat melalui pengalaman
merupakan sebuah kumpulan fakta-fakta. Selanjutnya tradisi empiris
diteruskan oleh John Locke (1632-1704) yang untuk pertama kali menerapkan
metode empiris kepada persoalan-persoalan tentang pengenalan atau pengetahuan.
Bagi Locke, yang terpenting adalah menguraikan cara manusia mengenal. Locke
berusaha menggabungkan teori-teori empirisme seperti yang diajarkan Bacon dan
Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk memperkuat ajaran
empirismenya. Ia menentang teori rasionalisme mengenai idea-idea dan asas-asas
pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan
datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Peran akal adalah pasif pada
waktu pengetahuan didapatkan. Oleh karena itu akal tidak melahirkan pengetahuan
dari dirinya sendiri [1]Pada
waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong
(tabula rasa). Di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pangalaman
inderawi. Seluruh pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta
membandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang
pertama dan sederhana. Tapi pikiran, menurut Locke, bukanlah sesuatu yang pasif
terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktifitas berlangsung
dalam pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indera tadi diolah dengan cara
berpikir, bernalar, mempercayai, meragukan dan dengan demikian memunculkan apa
yang dinamakannya dengan perenungan.Locke menekankan bahwa satu-satunya yang
dapat kita tangkap adalah penginderaan sederhana. Ketika kita makan apel
misalnya, kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu penginderaan saja.
Sebenarnya, kita menerima serangkaian penginderaan sederhana, yaitu apel itu
berwarna hijau, rasanya segar, baunya segar dan sebagainya. Setelah kita makan
apel berkali-kali, kita akan berpikir bahwa kita sedang makan apel. Pemikiran
kita tentang apel inilah yang kemudian disebut Locke sebagai gagasan yang rumit
atau ia sebut dengan persepsi. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa
semua bahan dari pengetahuan kita tentang dunia didapatkan melalui
penginderaan.[2]
Ini berarti bahwa semua pengetahuan kita betapapun rumitnya, dapat dilacak
kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama yang
dapat diibaratkan seperti atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa
yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali seperti demikian itu bukanlah
pengetahuan atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang
faktual[3]Di
tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan arah. Jika rasionalisme
Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga tidak berasal dari
pengalaman, maka menurut Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar dari segala
pengetahuan. Namun demikian, empirisme dihadapkan pada sebuah persoalan yang
sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan oleh filsafat.
Persoalannya adalah menunjukkan bagaimana kita mempunyai pengetahuan tentang
sesuatu selain diri kita dan cara kerja pikiran itu sendiri.[4]Sebagai
penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman.
Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang
asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan
diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi
jaminan kepastian.Berbeda dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa
pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika
melakukan proses penjumlahan dan pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang
mewujudkannya. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau
totalitas pengamatan yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu
pengharapan akan masa depan sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa
lalu. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita
menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke
otak kita kemudian ke jantung. Di dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu
gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi
pada awal gerak reaksi tadi.Untuk mempertegas pandangannya, Hobbes menyatakan
bahwa tidak ada yang universal kecuali nama belaka. Konsekuensinya ide dapat
digambarkan melalui kata-kata. Dengan kata lain, tanpa kata-kata ide tidak dapat
digambarkan. Tanpa bahasa tidak ada kebenaran atau kebohongan. Sebab, apa yang
dikatakan benar atau tidak benar itu hanya sekedar sifat saja dari kata-kata.
Setiap benda diberi nama dan membuat ciri atau identitas-identitas di dalam
pikiran orang. Selanjutnya tradisi empiris diteruskan oleh John Locke
(1632-1704) yang untuk pertama kali menerapkan metode empiris kepada
persoalan-persoalan tentang pengenalan atau pengetahuan. Bagi Locke, yang
terpenting adalah menguraikan cara manusia mengenal. Locke berusaha menggabungkan
teori-teori empirisme seperti yang diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran
rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk memperkuat ajaran empirismenya. Ia
menentang teori rasionalisme mengenai idea-idea dan asas-asas pertama yang
dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari
pengalaman dan tidak lebih dari itu. Peran akal adalah pasif pada waktu
pengetahuan didapatkan. Oleh karena itu akal tidak melahirkan pengetahuan dari
dirinya sendiri. Pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis.Di
dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pangalaman inderawi. Seluruh
pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide
yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana.
Tapi pikiran, menurut Locke, bukanlah sesuatu yang pasif terhadap segala
sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktifitas berlangsung dalam pikiran.
Gagasan-gagasan yang datang dari indera tadi diolah dengan cara berpikir,
bernalar, mempercayai, meragukan dan dengan demikian memunculkan apa yang
dinamakannya dengan perenungan.Locke menekankan bahwa satu-satunya yang dapat
kita tangkap adalah penginderaan sederhana. Ketika kita makan apel misalnya,
kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu penginderaan saja. Sebenarnya,
kita menerima serangkaian penginderaan sederhana, yaitu apel itu berwarna
hijau, rasanya segar, baunya segar dan sebagainya. Setelah kita makan apel
berkali-kali, kita akan berpikir bahwa kita sedang makan apel. Pemikiran kita tentang
apel inilah yang kemudian disebut Locke sebagai gagasan yang rumit atau ia
sebut dengan persepsi. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa semua bahan
dari pengetahuan kita tentang dunia didapatkan melalui penginderaan. Ini
berarti bahwa semua pengetahuan kita betapapun rumitnya, dapat dilacak kembali
sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama yang dapat
diibaratkan seperti atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang
tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali seperti demikian itu bukanlah
pengetahuan atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang
faktual. Di tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan arah. jika
rasionalisme Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga tidak
berasal dari pengalaman, maka menurut Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar
dari segala pengetahuan. Namun demikian, empirisme dihadapkan pada sebuah
persoalan yang sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan oleh
filsafat. Persoalannya adalah menunjukkan bagaimana kita mempunyai pengetahuan
tentang sesuatu selain diri kita dan cara kerja pikiran itu sendiri.[5]
C Tokoh-Tokoh Empirisme
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan
Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh
berikutnya, John Locke dan David Hume.
.
John Locke (1632-1704)Ia lahir tahun
1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli
politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku
pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600;
letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government,
terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran
rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka
menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca
indera. Dengan ungkapan singkat Locke Segala sesuatu berasal dari pengalaman
inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih
putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.Dengan demikian dia
menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan
pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri). Yang
berarti suatu doktrin , empirisisme adalah lawan
rasionalisme .untuk memahami isi
doktrin ini perlu di pahami lebih dahulu
dua ciri pokok empirisme
yaitu mengenai teori tentang
makna dan teori tentang makna . dan teori tentang pengetahuan .teori makna pada
aliran biasanya dinyatakan
sebagai teori teantang asal
pengetahuan ,yaitu asal usul idea atau konsep. Pada abad pertengahan teori ini diringkas rumus . Nihil est in
intellectu quod non prius fuerit in
sensu ( tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain di dahului
oleh pengalaman )
sebenarnya pernyataan ini
merupakan tesis locke yang
terdapat di dalam bukunya An Essay Concerning Human Understanding, yang
dikeluarkannya takala ia menteang ajaran
idea bahwaan (innate idea) pada orang orang rasionalis . jiwa (mind) tatkala orang yang dilahirkan dalam keadaan
kosong ,laksana kertas putih atau yang
belum ada tulisan di dalamnya . yang maksudnya
dengan pengalaman inderawi. Atau pengetahuan itu datang dari obervasi
yang kita lakukan terhadap jiwa
kita sendiri. Dengan alat penginderan dalam . semua ide mencakup peginderaan dan emosi . sanggahan
orang orang rasionalis tampak jelas pada karya
descartes. Descartes membedakan
dua fungsi akal : pertama fungsi diskusif yang menjadikan
kita mampu menangkap kebenaran terakhir dan menangkap konsep secara
langsung .namun memang banyak pengetahuan yang kita mampu menangkap kebenaran
terakhir dan menangkap konsep
secara langsung. Namun ,memang banyak pengetahuan yang diperoleh lewat
pengalaman indera, tetapi banyak pula idea lainya ,seperti idea tentang jiwa,tentang
substansi materi, yang mesti di tangkap
dengan cara a priori yang menggunakan intuis
rasional.
Pada
abad ke-20 kaum empirisis cenderung
menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah suatu konsep diterapkan
dengan benar atau tidak, bukan pada asal-usul pengetahuan
.salah satu contoh penggunaan empirisime
secara pragmatis ini ialah pada charles sanders peirce dalam kalimat “
tentukanlah apa pengaruh konsep itu pada praktek yang dapat
dipahami kemudian konsep tentang pengaruh itu, itulah konsep tentang
objek tersebut .
Filsafat
empirisime tentang teori makna amat
berdekatan dengan aliran postivisme logis dan filsafat ludwing wittgenstein.
Akan tetapi ,teori makna dan empirisisme selalu harus dipahami lewat penafsiran
pengalaman.oleh karena itu,bagi orang empiris jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran,
materi sebagai pola jumlah yang dapat
diindera,dan hubungan kausalitas sebagai
urutan peristiwa yang sama.
Teori
yang kedua,yaitu teori pengetahuan,dapat
diringakaskan sebagai berikut.menurut
Orang
rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti kejadian tentu mempunyai
sebab “ dasar –dasar matematika ,dan beberapa perinsip dasar etika ,dan kebenaran .itu benar dengan
sendirinya yang dikenal dengan istilah
kebenaran a priori yang di peroleh lewat
intuisi rasional
.empirissime menolak pendapat itu. Tidak ada kemampuan intiusi rasional itu. Semua kebenaran yang di peroleh lewat observasi .
D.
Ajaran –ajaran pokok dari empirisisme
1 pandangan bahwa semua
ide atau gagasan merupakan
abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
2 pengalaman indrawi
adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3 semua yang kita
ketahui pada akhirnya bergantung pada data indrawi.
4 semua pengetahuan turun
secara lansung, atau disimpulkan secara tidak langsung dari data inderawi
(kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika) .
5 akal budi sendiri
tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada
pengalaman inderawi dan penggunaan panca indra kita. Akal budi mendapat tugas
untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman.
6 empirisme sebagai
filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Harun
Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. IX; Yogyakarta:
Kanisius, 1993lihat
Jerome R.
Ravertz, The Philosophy of Science, diterjemahkan Saut Pasaribu, Filsafat
Ilmu, Sejarah danRuang Lingkup Bahasan (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum (Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998),
Harun Hadiwijono, op. cit.,
Bambang
Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, selanjutnya disebut Bambang, Filsafat
Untuk Umum (Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003)