Rabu, 29 Januari 2014

Kebudayaan dan Identitas



Oleh : Erista Nur Amaliyanti

 
A.    Budaya dan kebudayaan
Dalam memahami suatu unsur-unsur budaya diperlukan adanya pemahaman mengenai hakikat atau definisi khusus tentang budaya dan kebudayaan.
a.                  Budaya
Secara etimologi, budaya terdiri dari serangkaian kata yang berarti budhi dan daya. Budhi yang berarti akal murni, dan daya yang berarti usaha. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin yaitu Colere. Kata culture juga terkadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Budaya juga berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah[1], yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Sedangkan dalam pemaknaan secara terminologinya, budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Budaya juga dapat dikatakan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Pewarisan budaya berlangsung melalui suatu transmisi sosial yang disebut “proses belajar mengajar”. Sedangkan perawatannya melalui proses penciptaan yang dapat berasal dari interaksi sosial berupa komunikasi.
Demikian luasnya pemaknaan budaya mempengaruhi orientasi nilai budaya dalam masyarakat. Disamping mempunyai hal-hal positif dalam karakteristiknya juga mempunyai segi-segi negatif apabila mempunyai penekanan yang terlalu. Contoh budaya dari suku Indian Yanomamo yang tinggal diperbatasan Venezuela  Brasilia.[2] Suku tersebut mempunyai adat yang kemungkinan besar dapat dinilai negatif oleh kebanyakan masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.
Bila putra yanomamo marah kepada orang tuanya maka putra tersebut dianjurkan untuk memukul, menampar bahkan menempeleng kepala orang tuanya sebagai wujud dari kemarahannya tersebut. Dan hal itu bagi mereka merupakan hal yang terpuji. Berbeda sekali dengan kebanyakan masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat Indonesia. Jika di Indobnesia aturan-aturan seperti yang ada di Yanomamo tersebut dipergunakan, dengan kata lain menggunakan kekerasan sebagai wujud penghormatan kepada orang tuanya. Maka bertolak belakang sekali dengan di indonesia. Sebab adat yang seperti itu tidak akan dapat diterima oleh sebagian besar warga masyarakat. Karena adat tersebut dinilai melanggar sistem sikap, nilai-nilai dan perilaku yang dimiliki.
Budaya memiliki beberapa fungsi. Pertama, budaya memiliki suatu peran dalam batas-batas tertentu; yaitu, mampu menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. Kedua, mampu berfungsi untuk menyampaikan rasa identitas kepada anggota-anggota lainnya. Ketiga, budaya mempermudah penerusan komitmen hingga mencapai batasan yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu. Keempat, budaya mampu mendorong stabilitas sistem sosial.

b.                  Kebudayaan
Setelah memahami istilah budaya, baik dari segi etimologi maupun terminologi, yakni mengenai kemampuan budaya dalam mempertahankan kebenaran yang dianggapnya benar itu merupakan salah satu bentuk kebudayaan.[3]
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain. ditambah lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Sedangkan menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.[4]
Stabilitas dan perubahan dalam kebudayaan bersifat dinamis, bukan statis.[5] serta bersifat stabil akan tetapi juga senantiasa berubah. Perubahan kebudayaan dapat dipelajari dengan cara membandingkan keadaan sekarang dengan masa yang lampau. Contoh: Perubahan dalam diri setiap orang. Ketika seseorang melihat potret dirinya pada masa lampau dan dibandingkan dengan dirinya yang sekarang maka akan tampak jelas perubahan mode dari pakaiannya.
            Dari beberapa penjelasan diatas dapat diketahui bahwasannya perbedaan antara istilah budaya dengan kebudayaan ialah jika budaya lebih ditekankan pada cipta, karya, dan rasa yang menjunjung tinggi sebuah konsep ide dari akal sehingga mampu menciptakan sebuah hasil. Dan dari hasil inilah yang lantas pada akhirnya disebut dengan istilah kebudayaan.
                                                                                     
B.     Identitas
 Dalam pembahasan tentang identitas budaya seringkali dikacaukan dengan istilah identitas sosial. Identitas sosial terbentuk dari struktur sosial yang dibentuk dalam sebuah masyarakat. Sedangkan identitas budaya terbentuk melalui struktur kebudayaan suatu masyarakat. Dengan kata lain struktur budaya adalah pola-pola persepsi, berpikir dan perasaan, sedangkan struktur sosial adalah pola-pola perilaku social.[6]
Kata identitas berasal dari bahasa Inggris “identity” yang berarti ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau . sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Identitas juga merupakan keseluruhan atau totalitas yang menunjukkan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri dari factor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu.[7]
Menurut Liliweri, identitas budaya merupakan ciri yang ditunjukkan seseorang karena orang itu merupakan anggota dari sebuah kelompok tertentu. Itu meliputi pembelajaran tentang penerimaan tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama, keturunan dari suatu kebudayaan. Sedangkan menurut Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel, identitas budaya merupakan adalah karakter khusus dari sistem komunikasi kelompok yang muncul dalam situasi tertentu.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat diketahui bahwasanya ketika sebuah kelompok mempunyai symbol-simbol serta norma-norma untuk diwariskan secara turun temurun, maka kelompok tersebut dapat dikatakan telah memiliki identitas budaya. Secara realnya, identitas budaya sangat berpengaruh terhadap perkembangan komunikasi antar budaya. Baik berdasarkan adat, strata, serta kepercayaan antara yang satu dengan yang lain.
Ada beberapa komponen yang dapat membangun adanya identitas budaya. Diantaranya:
1.                  Pembelajaran serta penerimaan tradisi berdasarkan Pandangan hidup, kosmologi, dan ontology dari kepercayaan, sikap dan nilai yang diajarkan.
2.                  Adanya pembelajaran serta penerimaan norma-norma yang menunjukkan standart dan aturan perilaku yang berlaku dilingkungan masyarakat.
3.                  Penerimaan tentang adanya konsep waktu dulu dan sekarang yang kemungkinan berbeda jauh.

Komponen-komponen tersebut merupakan awal pembentukan karakter dari identitas setiap budaya yang berkembang disetiap daerah. Dengan kata lain, budaya tidak dapat terlahir tanpa adanya sebuah pembelajaran dari tradisi-tradisi yang sudah ada sebelumnya.
Adapun atribut identitas budaya menurut Daphne A. Jameson, diantaranya:
1.                  Dapat berubah sesuai dengan waktu.
Pernyataan ini dibuktikan dengan adanya budaya yang dinamis. Dengan kata lain, budaya masa lampau selalu berbeda dengan budaya masa yang akan datang. Contoh: budaya dalam cara berpakaian.
2.                  Dapat dipengaruhi oleh hubungan dekat antar individu maupun kelompok.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya lingkup masyarakat tertentu. Walaupun individu didalamnya berbeda-beda, namun mereka akan cenderung memberikan reaksi yang sama pada gejala-gejala tertentu. Hal ini dikarenakan mereka memiliki sikap-sikap umum yang relative sama dengan nila-nilai dan perilaku yang sama. Hal-hal yang dimiliki bersama itulah yang kemudian melahirkan kebudayaan. Contoh: budaya Tasyakuran.
3.                  Dapat dinegosiasi melalui komunikasi.[8]
komunikasi merupakan salah satu proses pertukaran budaya namun, dapat pula dikatakan sebagai titik temu dalam memahami kebudayaan. Sebab dalam realitas budaya, komunikasi mampu menjajaki makna serta pola tindakan tentang bagaimana makna dan pola tersebut dapat dibuktikan secara real dalam sebuah kelompok sosial, politik, ekonomi, serta lingkungan lain yang turut melahirkan interaksi manusia sehingga terciptanya sebuah cipta, karya, serta karsa manusia

            Secara realnya, budaya terdiri dari dua macam. Yaitu:
1)                  Identitas individual
 Sebuah identitas atau jati diri yang dimiliki seseorang yang di dapat sejak lahir maupun dari proses interaksi yang dialami mulai dari lahir. Contoh : seorang gadis desa tidak berani membangkang perintah ibu atau bapaknya sehingga ia dijuluki sebagai gadis penurut. Penurut adalah identitas individual dari gadis desa itu, sebab tidak semua gadis desa adalah seorang anak yang penurut terhadap orang tua.
2)      Identitas komunal
Sebuah identitas atau jati diri dalam suatu karakteristik yang menggambarkan ciri-ciri dari suatu kelompok atau koloni yang menunjukkan secara utuh tentang kepribadian koloni itu. contoh: anak punk dengan gayanya yang serba hitam dan identitas dengan alkohol, jalanan dan pergaulan bebas merupakan identitas dari koloni anak punk tersebut. Hal-hal itu adalah pembeda antara koloni anak punk dengan koloni atau kelompok lain.[9]
            Pentingnya identitas dapat membantu masyarakat luas untuk dapat mengenal individu atau kelompok baik dari segi budaya, agama, ataupun politik dan berbagai aspek kehidupan yang lain. Identitas juga dapat memandu seseorang dalam memilah perjalanan dari tujuan hidupnya, misalnya seseorang yang ingin masuk di sebuah komunitas, maka orang tersebut harus mengenal identitas komunitas itu, dengan demikian maka untuk selanjutnya apabila sudah mengenal dan mengerti tentang karakteristik komunitas tersebut dia bisa akan tetap masuk apabila komunitas tersebut positif, sebaliknya akan meninggalkan apabila komunitas tersebut negatif.


[1] J.W.M. Bakker SJ. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 31
[2] T.O Ihromi. Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: Yayasan Obor, 1996), 14
[3] Musa Asy’arie, dkk. Agama, Budaya, dan Pembangunan Menyongsong Era Industrialisasi (Yogyakarta: IAIN Sunan kalijaga Press, 1988), 66
[5] Soejono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), 165
[7] J.W.M. Bakker SJ. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 47
[9]  T.O Ihromi. Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: Yayasan Obor, 1996), 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar