Senin, 28 Mei 2012

TAKHRIJ HADIS

Oleh : ABD. SHAMAD

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, manusia bukanlah menjadi lebih baik. Tetapi, mereka semakin jauh dari agama bahkan meninggalkannya. Seorang Ulama’ pernah mengatakan bahwa berpegang pada agama di zaman akhir ini tak ubahnya seperti memegang bara api. Kalau dipikir-pikir memang begitu adanya. Sangat sedikit mereka yang tetap berpegang pada hadis dan Alquran. Kemaksiatan sudah menyatu dengan kepribadian mereka, sampai-sampai tak pernah merasakannya.
Sekarang pemerhati agama sangat dibutuhkan, khususnya terkait dasar-dasar agama yang mulai tercampur baur. Kalau zaman dahulu banyak para penghafal hadis sehingga mudah untuk menemukan atau menelusurinya, sekarang sangat sulit ditemukan. Dan hadis-hadis hanya tersimpan dalam disc atau beredar di internet yang terkadang masih perlu dipertanyakan. Yang lebih dikedepankan di zaman sekarang hanyalah urusan-urusan yang terkait masalah duniawi. Apa yang menguntungkan akan dikerjakan dan sebaliknya jika tidak, meskipun terkait dengan kebenaran akan ditinggalkan.
Dalam makalah ini, kami tertarik untuk sedikit banyak membahas tentang Takhrij Al-Hadis. Hal yang terkait dengan penelusuran hadis-hadis yang beredar dan banyak kita temukan di pasaran untuk memuai kembali pada dasar-dasar agama. Apakah hadis-hadis tersebut patut dipeganga dan bagaimana statusnya?. Dimanakah hadis-hadis tersebut dapat ditemukan dalam sumberaslinya?. Di sini takhrij akan memberi petunjuk dengan berbagai macam rujukan yang dapat dipakai sesuai aturan.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami akan membahas berbagai hal terkait;
1)      Apa yang dimaksud Takhrij dan tujuannya?.
2)      Apa saja metode Takhrij yang dapat digunakan?.
3)      Bagaimana proses pelaksanaan Takhrij dan contohnya?

C.     Tujuan
Setelah membaca makalah ini, kami mengharapkan pembaca memahami sedikit banyak tentang beberapa hal berikut;
1)      Pengertian Takhrij dan kegunaannya.
2)      Metode-metode Takhrij hadis yang dapat digunakan.
3)      Proses pelaksanaan Takhrij dan contohnya.



PEMBAHASAN

A.    Pengertian Takhrij Al-Hadits dan Tujuannya
            Menurut bahasa, arti takhrij yang paling populer adalah mengeluarka, meneliti atau melatih dan menerangkan. Sedangkan takhrij menurut istilah ahli hadis, memiliki berbagai pengertian sebagai berikut:
Ø  Menjelaskan tentang hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para periwayat dalam sanad hadis tersebut. Misalnya, Ulama hadis berkata, “Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan jalur dari si fulan, dari si fulan dst”.
Ø  Mengeluarkan dan meriwayatkan hadis dari beberapa kitab, guru atau teman dengan memperhatikan riwayat hidup periwayat.
Ø  Menunjukkan kitab-kitab sumber hadis, yakni menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang di dalamnya ditemukan hadisnya secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.
            Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam takhrij hadis mempunyia sasaran dan tujuan menelusuri satu atau beberapa hadis. Kegiatan ini dimulai dari penelusuran kitab apa saja yang memuat hadis tersebut, diriwayatkan melalui berapa jalur, siapa saja tokoh yang meriwayatkan dan sejarahnya (reputasi periwayat), juga penelusuran akan kualitas hadis dan muttashil munqathi’nya.
            Tidak semua kitab bisa dijadikan sumber hadis dalam penisbatan (takhrij), ada beberapa kitab yang merupakan sumber-sumber asli hadis sendiri, yaitu:
v  Kitab-kitab yang dihimpun para pengarang dengan jalan yang diterima dari guru-gurunya dan lengkap dengan sanad-sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad, seperti kutubus sittah, Muwattha’Imam Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-hakim, Musannaf Abdur Razaq dan sesamanya.
v  Kitab-kitab hadis pengikut (tabi’) kitab-kitab pokok di atas, seperti kitab yang menghimpun hadis di atas. Misalnya, kitab Al-Jam’u Bainas Shalihain karya Al-humaidi, kitab-kitab yang menhimpun bagian terkecil hadis di atas, seperti Tuhfatu Al-Asyraf Bi-Ma’rifatil Atraf karya Ar-Mazi, dan ringkasan kitab-kitab di atas, seperti Tahzib Sunan Abi Daud karya Al-Munziri.
v  Kitab-kitab selain hadis, meliputi kitab tafsir, fikih, dan sejarah yang didukung hadis dengan syarat penulisnya meriwayatkan hadis secara lengkap dengan sanadnya sendiri. Yang termasuk dalam kitab-kitab ini adalah kitab Tafsir dan Tarikh karyaAt-Tabari dan Al-Umm karya Imam Syafi’i.[1]
Jadi, menisbatkan hadis pada kitab-kitab yang hanya menghimpun sebagian hadis tanpa memakai jalan yang diterima dari gurunya, tidaklah termasuk takhrij dalam pengertian di atas. Kitab-kitab yang tidak terhitung sebagai sumber asli hadis, seperti Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam karya Ibnu Hajar dan Al-Jami’u As-Shaghir dan lainnya.
            Dari berbagai hal di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah takhrij, kaidah dan metodenya sangat dibutuhkan khususnya bagi mereka yang menekuni ilmu-ilmu syar’I dalam melacak hadis sampai pada sumber aslinya. Karena mereka yang mempelajari ilmu tidak akan dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadis atau tidak dapat meriwayatkannya, kecuali setelah mengetahui ulama-ulama yang meriwayatkan hadis dalam kitabnya dengan dilengkapi sanad-sanadnya. Selain itu, dengan takhrijlah kualitas (shahih, dha’if, hasan dan maudhu’) dan validitas hadis dapat diketahui, apakah hadis tersebut bisa digunakan (ma’mul) atau tidak bisa digunakan (ghairu ma’mul).
            Adapun kitab-kitab takhrij sangat banyak ditulis oleh para ulama. Di antara kitab-kitab tersebut yang populer adalah Takhhruju Ahadisil Muhazzab karya Abu Ishaq As-Syirazi, Takhriju Ahadisi Al-Mukhtar Al-Kabir karya Ibnul Hajib, Nasbur-Rayah Li Ahadisi Al-Hidayah karya Al-Margigani, Takhriju Ahadisi Al-Kasysyaf  karya Al-Jahiz , Al-Badru Al-Munir Fi Takhriji Al-Ahadisi Wal-Atsari Al-Waqi’ati Fi As-Syahri Al-Kabiri karya Ar-Rafi’i, Ad-Dirayah Fi Takhriji Al-Ahadisi Al-Hidayah tulisan Al-Hafizh Ibnu Hajar dan masih banyak lainnya.

B.     Metode Takhrij Al-Hadits dan Kitab Referensi
            Menurut penelitian Mahmud At-Tahhan, ada lima metode yang dapat dipakai dalam melakukan Takhrij. Kelima metode tersebut adalah sebagai berikut;
1)      Mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadis.
            Metode ini dapat digunakan selama nama sahabat yang meriwayatkan tercantum dalam hadis yang akan ditakhrij. Jika tidak tercantum dan tidak memungkinkan untuk diketahui, jelas metode ini tidak dapat digunakan dan bisa memakai metode-metode lain. Dalam memakai metode ini, seorang pentakhrij dapat memakai atau dipandu dengan tiga macam kitab sebagai berikut;
1.      Kitab-kitab Musnad
            Musnad menurut qoul yang masyhur merupakan kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat atau kitab yang menghimpun hadis-hadis sahabat. Nama-nama sahabat dalam kitab Musnad, terkadang disusun berdasar urutan huruf hijaiyah atau sahabat yang terlebih dahulu masuk Islam, kabilah atau negara dan sebagainya. Namun dalam penggunaan, kitab yang disusun dengan urutan huruf hijaiyah ini lebih mudah untuk digunakan. Sedangkan menurut sebagian ahli hadis lain, Musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkanurutan bab-bab fikih atau berdasarkan ururtan huruf hijaiyah tidak berdasarkan nama sahabat.
            Ada banyak kitab-kitab Musnad yang disusun oleh para ahli hadis. diantaranya;
a)      Musnad Ahmad bin Hambal (-241 H).
b)      Musnad Abu Bakar, Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi.
c)      Musnad Abu Daud Sulaiman bin Daud At-Tayalisi (-204 H).
d)     Musnad Al-Humaidi (-249 H).
e)      Musnad Abu Ya’la Ahmad bin Ali Al-Musani Al-Mausili (-249).
2.      Kitab-kitab Mu’jam
            Mu’jam menurut istilah ahli hadis adalah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-gurunya, negara atau lainnya. Dan umumnya susunan nama-nama sahabat itu berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
            Adapun kitab-kitab Mu’jam yang masyhur adalah sebagai berikut;
a)      Al-Mu’jam Al-Kabir karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H).
b)      Al-Mu’jam Al-Ausat karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H).
c)      Al-Mu;jam Al-Sagir karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H).
d)     Mu’jam As-Sahabah karya Abu Ya’la Ahmad Ali Al-Mausili.
3.      Kitab-kitab Atraf.
            Kitab Atraf adalah bagian kitab-kitab hadis yang hanya menyebutkan bagian (tharf) hadis yang dapat menunjukkan keseluruhannya, kemudian menyebutkan sanadnya baik secara menyeluruh atau hanya dihubungkan pada kitab-kitab tertentu. Yang termasuk kitab-kitab atraf adalah sebagai berikut;
a)      Tuhfatu Al-Asyraf Bi-Makrifati Al-Atraf karya Al-Hafiz Jamaluddin Abul Hallaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Mazi (-742 H)
b)      Zakna’iru Al-Mawaris Fi Ad-Dilalati ‘Ala Mawadi’i Al-Hadis karya Syeikh Abdul Ghani An-Nabilisi Ad-Dimasyqi Al-Hanafi.
2)      Mengetahui lafal pertama dalam matan hadis.
            Metode ini digunakan ketika mengetahui lafal pertama dari matan hadis. Dengan menekankan pada teks pertamanya, selanjutnya peneliti akan menemukan kelengkapan hadis yang diteliti. Dan dalam menggunakan metode ini, dapat dibantu tiga macam kitab sebagai berikut;
a)      Kitab-kitab tentang hadis yang masyhur di kalangan masyarakat. Yaitu kitab yang memuat hadis-hadis yang banyak beredar dan selalu diriwayatkan di kalangan masyarakat. Yang termasuk dalam golongan kitab ini adalah;
1.      At-Tazkirah Fil Ahadisil Musytahirah karya Badruddin bin Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasyi (-974 H).
2.      Ad-Durarul Muntasirah Fil Ahadisil Musytahirah karya jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (-911 H).
3.      Al-La’ali’ul Mansurah Fil Ahadisil Musytahirah karya ibnu hajar Al-Asqalani (-852 H).
b)      Kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah. Seperti kitab Al-Jami’u As-Sagir Min Hadisil Basyirin nadzir karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuti dan Az-Ziyadah ‘Ala Kitabil Jami’I As-Sagir karya beliau juga.
c)      Kitab-kitab kunci (miftah) dan kamus (fahras) kitab-kitab hadis tertentu. Seperti kitab Miftahus Sahihain karya At-tauqidi dan Fahras Li Ahadisi Sahihi Muslim karya Muhammad Fuad Abdul baqi.
3)      Mengetahui lafal matan hadis yang sedikit berlakunya.
            Metode ini menekankan pada pencarian beberapa lafadz yang jarang dipergunakan. Ilmu sharaf akan membantu seorang peneliti mengetahui akar katanya. Setelah itu, dia dengan mudah akan mengetahui rangkaian kata hadis dan mengetahui pula para kodifikatornya bersama rumusan bab dan kitab referensinya. Referensi yang dapat digunakan dalam menggunakan metode ini adalah Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-Fadz Al-Hadits An-Nabawi karya Dr. Arndgan Wensink (-1939 M).
4)      Mengetahui pokok bahasan hadis.
Metode ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang menguasai pembahasan atau satu dari beberapa pembahasan hadis. Selain itu, metode ini juga bisa dipakai mereka yang memiliki pengetahua luas. Dalam menerapkan metode ini, pentakhrij dapat dibantu dengan berbagai kitab yang tersusun berdasarkan bab fikih sebagai berikut:
a.       Kitab hadis yang membahas seluruh masalah keagamaan, seperti Al-Jawami’, Al-Mustakhrajat Wa Al-mustadrakat ‘Alal Jawami’.
b.      Kitab hadis yang membahas sebagian besar masalah keagamaan, seperti Al-Musannafat, Al-Muwatta’at, As-Sunan dan lain-lain.
c.       Kitab hadis yang membahas masalah atau aspek tertentu dari bebeapa masalah atau aspek keagamaan, seperti Al-Ajza’, At-Targhib Wa At-Tarhib, Al-Ahkam dan lainnya.
5)      Meneliti keadaan-keadaan hadis, baik dalam sanad atau matannya.
Metode ini dimaksudkan dengan mempelajari sedalam-dalamnya tentang keadaan matan dan sanad hadis, kemudian mencari sumbernya dalam kitab-kitab yang khusus membahas matan dan sanad hadis tersebut.Dalam penggunaan metode ini, pentakhrij dapat dibantu dengan kitab Al-Maudu’at Al-Kubra karya Syeikh Ali Al Qari Al Harawi, kitab Tanzihus Syari’at Al-MArfu’ah  An Al-Ahadis  As-Syani’ah Al-Maudhu’ah karya Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Iraq Al-Kinani, dan lain-lainl.

C.     Proses dan Contoh
            Dalam melakukan penelitian hadis (takhrij), ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mempermudah kegiatan tersebut. Di antara langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Memilih salah satu metode yang akan digunakan sesuai kebutuhan atau kemampuan.
2.      Mencari referensi yang dapat digunakan sesuai metode yang dipakai dalam pencarian hadis dan sanadnya dengan lengkap dan Syawahid-nya jika ada.
3.      Membuat skema atau bagan sanad hadis, baik hadis yang diteliti atau syawahid-nya.
4.      Memaparkan  biografi setiap perawi, khususnya pada aspek guru-guru dan murid-muridnya. Dan yang paling penting dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil-nya.
5.      Memaparkan kebersambungan sanad hadis yang dapat dicermati dari adanya relasi antara dia dan gurunya juga muridnya. Bisa juga menggunakan tahun wafat dengan estimasi masa jedah enampuluh tahun.
6.      Memaparkan kredibilitas para perawi untuk menentukan status periwayatan.
7.      Mempertajam analisis dengan memaparkan As-Syawahid dan At-Tawabi’ hadis.
8.      Melakukan studi kritis terhadap matan hadis sesuai kaidah yang telah ditentukan.[2]
           
            Dalam mempermudah pemahaman tentang takhrij, di sini akan dilampirkan contoh takhrij sesuai langkah-langkah di atas sebagaimana di bawah ini.

Contoh:

            Di masyarakat ditemukan salah satu kebiasaan melakukan talqin mayit atau mengajarkan ucapan la Ilaha illa Allah kepada orang yang mati setelah dikubur. Persoalannya, bagaiman bunyi hadis tersebut secara lengkap dan siapa saja perawinya? Bagaimana kualitas hadis tersebut.
Dalam menyelesaikan hal ini, pentakhrij bisa menggunakan metode ke-tiga dengan membuka kitab Mu’jam al-Mufahras li Al-Fadz Al-Hadis dengan membawa kata talqin, yang kata dasarnya bahwa hadis ini diriwayatkan oleh At-Turmudzi dan Abu Daud. Hadis yang diriwayatkan At-Turnuzi berbunyi
حدثنا أبو سلمة يحي بن خلف حدثنا بشر بن المفضل عن عمارة بن غزية عن يحي بن عمارة عن أبى سعيد الخدرى عن النبي صلى الله عليه وسلم  قال : لقنوا موتاكم لآ اله الا الله.

Artinya: Telah bercerita kepada saya Abu Salamah Yahya bin Khalaf, katanya, telah bercerita kepada saya Bisyr ibn Al-Mufaddhal, dari ‘Ummarah ibn Al-Ghaziyyah dari Yahya ibn ‘Ummarah dari Abu Sa’id Al-Khudri dari Nabi SAW, katanya, Talqinlah mayitmu dengan La Ilaha Illallah.”

Adapun hadis yang diriwayatkan Abu Daud berbunyi
حدثنا مسدد ثنا  بششر ثنا عمارة بن غزية ثنا يحي بن عمارة قال : سمعت أبا سعيد الخدرى يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لقنوا موتاكم لآ اله الا الله.
Artinya: Telah bercerita kepada kami, Musaddad, katanya, bercerita kepada kami Bisyr, katanya, telah bercerita kepada kami’Ummarah ibn Ghaziyyah, katanya, telah bercerita kepada kami Yahya ibn ‘Ummarah, saya mendengarAbu Sa’id Al-Khudri berkata, Rasulullah SAW. Pernah bersabda, “Talqinlah Mayitmu dengan La Ilaha Illallah”.
            Setelah menemukan hadis dan sanadnya dengan lengkap juga syawahid-nya jika ada, pentakhrij membuat bagan sanad sesuai dengan dua hadis di atas.
                      Nabi Muhammad


Abu Sa’id Al-Khudri





Yahya ibnu Umarah





Umarah bin Ghaziyyah





Bisyr ibn Al-Mufaddhal




Abu Salamah                                                                                       Musaddad











At-Turmuzi                                                                                         Abu Daud

            Langkah selanjutnya adalah menulis biografi para perawi dan  menelusuri persambungan sanad juga reputasi masing-masing periwayat dalam menentukan kredibilitas dan kualitas hadis tersebut. Selain itu, bisa juga dilakukan studi kritis atas matan sesuai kaidah yang telah ditentukan.[3]









PENUTUP


A.    Kesimpulan
            Menurut bahasa, arti takhrij yang paling populer adalah mengeluarka, meneliti atau melatih dan menerangkan. Sedangkan takhrij menurut istilah ahli hadis, memiliki berbagai pengertian sebagai berikut:
Ø  Menjelaskan tentang hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para periwayat dalam sanad hadis tersebut..
Ø  Mengeluarkan dan meriwayatkan hadis dari beberapa kitab, guru atau teman dengan memperhatikan riwayat hidup periwayat.
Ø  Menunjukkan kitab-kitab sumber hadis, yakni menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang di dalamnya ditemukan hadisnya secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.
            Menurut penelitian Mahmud At-Tahhan, ada lima metode yang dapat dipakai dalam melakukan Takhrij. Kelima metode tersebut adalah sebagai berikut;
1.      Mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadis.
      Metode ini dapat digunakan selama nama sahabat yang meriwayatkan tercantum dalam hadis yang akan ditakhrij. Jika tidak tercantum dan tidak memungkinkan untuk diketahui, jelas metode ini tidak dapat digunakan dan bisa memakai metode-metode lain. Dalam memakai metode ini, seorang pentakhrij dapat memakai atau dipandu dengan tiga macam kitab sebagai berikut;
a.       Kitab-kitab Musnad
b.      Kitab-kitab Atraf.
c.       Kitab-kitab Mu’jam
2.      Mengetahui lafal pertama dalam matan hadis.
      Metode ini digunakan ketika mengetahui lafal pertama dari matan hadis. Dengan menekankan pada teks pertamanya, selanjutnya peneliti akan menemukan kelengkapan hadisnya. Pengguna metode ini, dapat dibantu tiga macam kitab, yaitu:
a)      Kitab-kitab hadis yang masyhur di masyarakat. Yaitu kitab yang memuat hadis-hadis yang banyak beredar dan selalu diriwayatkan di kalangan masyarakat
b)      Kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
c)      Kitab-kitab kunci (miftah) dan kamus (fahras) kitab-kitab hadis tertentu
3.      Mengetahui lafal matan hadis yang sedikit berlakunya.
      Metode ini menekankan pada pencarian beberapa lafadz yang jarang dipergunakan. Ilmu sharaf akan membantu seorang peneliti mengetahui akar katanya. Setelah itu, dia dengan mudah akan mengetahui rangkaian kata hadis dan mengetahui pula para kodifikatornya bersama rumusan bab dan kitab referensinya.
4.      Mengetahui pokok bahasan hadis.
      Metode ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang menguasai pembahasan atau satu dari beberapa pembahasan hadis. Selain itu, metode ini juga bisa dipakai mereka yang memiliki pengetahua luas.
5.      Meneliti keadaan-keadaan hadis, baik dalam sanad atau matannya.
Metode ini dimaksudkan dengan mempelajari sedalam-dalamnya tentang keadaan matan dan sanad hadis, kemudian mencari sumbernya dalam kitab-kitab yang khusus membahas matan dan sanad hadis tersebut.







DAFTAR PUSTAKA



1.      Attahhan, Mahmud. 1995. Metode Tahrij Penelitian Sanad hadis. PT Bina Ilmu; Surabaya.
2.      Zuhri, Muh. 2003. Hadis Nabi. PT Tiara Wacana; Yogyakarta.
3.      Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Studi Hadits. Sunan Ampel Press; Surabaya.
4.      Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1954. Ulumul Hadis. Pustaka Setia: Bandung.
5.      Al-Qathan, Manna. 2008. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.



[1] At Tahhan, Mahmud. 1995. Metode Takhrij Penelitian Sanad Hadis. PT Bina Ilmu; Surabaya. Hal 5-6.
[2] TIM Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Studi Hadis. Sunan Ampel Press; Surabaya. Hal 177-179.
[3] Zuhri, Muh. 2003. Hadis Nabi. PT Tiara Wacana; Yogyakarta. Hal 153-160.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar