Oleh : ABD. SHAMAD
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, manusia bukanlah menjadi lebih baik. Tetapi,
mereka semakin jauh dari agama bahkan meninggalkannya. Seorang Ulama’ pernah
mengatakan bahwa berpegang pada agama di zaman akhir ini tak ubahnya seperti
memegang bara api. Kalau dipikir-pikir memang begitu adanya. Sangat sedikit
mereka yang tetap berpegang pada hadis dan Alquran. Kemaksiatan sudah menyatu
dengan kepribadian mereka, sampai-sampai tak pernah merasakannya.
Sekarang pemerhati agama sangat dibutuhkan, khususnya terkait dasar-dasar
agama yang mulai tercampur baur. Kalau zaman dahulu banyak para penghafal hadis
sehingga mudah untuk menemukan atau menelusurinya, sekarang sangat sulit
ditemukan. Dan hadis-hadis hanya tersimpan dalam disc atau beredar di internet
yang terkadang masih perlu dipertanyakan. Yang lebih dikedepankan di zaman
sekarang hanyalah urusan-urusan yang terkait masalah duniawi. Apa yang
menguntungkan akan dikerjakan dan sebaliknya jika tidak, meskipun terkait
dengan kebenaran akan ditinggalkan.
Dalam makalah ini, kami tertarik untuk sedikit banyak membahas tentang Takhrij
Al-Hadis. Hal yang terkait dengan penelusuran hadis-hadis yang beredar dan
banyak kita temukan di pasaran untuk memuai kembali pada dasar-dasar agama.
Apakah hadis-hadis tersebut patut dipeganga dan bagaimana statusnya?. Dimanakah
hadis-hadis tersebut dapat ditemukan dalam sumberaslinya?. Di sini takhrij akan
memberi petunjuk dengan berbagai macam rujukan yang dapat dipakai sesuai
aturan.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami akan membahas berbagai hal terkait;
1) Apa yang dimaksud Takhrij dan tujuannya?.
2) Apa saja
metode Takhrij yang
dapat digunakan?.
3) Bagaimana proses
pelaksanaan Takhrij dan contohnya?
C. Tujuan
Setelah membaca makalah ini, kami mengharapkan pembaca memahami sedikit
banyak tentang beberapa hal berikut;
1) Pengertian Takhrij dan kegunaannya.
2) Metode-metode Takhrij hadis
yang dapat digunakan.
3) Proses
pelaksanaan Takhrij dan
contohnya.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Takhrij Al-Hadits dan Tujuannya
Menurut bahasa, arti takhrij yang
paling populer adalah mengeluarka, meneliti atau melatih dan menerangkan.
Sedangkan takhrij menurut istilah ahli hadis, memiliki berbagai pengertian
sebagai berikut:
Ø Menjelaskan tentang hadis kepada orang lain dengan
menyebutkan para periwayat dalam sanad hadis tersebut. Misalnya, Ulama hadis
berkata, “Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan jalur dari si fulan,
dari si fulan dst”.
Ø Mengeluarkan dan meriwayatkan hadis dari beberapa
kitab, guru atau teman dengan memperhatikan riwayat hidup periwayat.
Ø Menunjukkan kitab-kitab sumber hadis, yakni
menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang di dalamnya ditemukan
hadisnya secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.
Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa dalam takhrij hadis mempunyia sasaran dan tujuan menelusuri satu atau
beberapa hadis. Kegiatan ini dimulai dari penelusuran kitab apa saja yang
memuat hadis tersebut, diriwayatkan melalui berapa jalur, siapa saja tokoh yang
meriwayatkan dan sejarahnya (reputasi periwayat), juga penelusuran akan
kualitas hadis dan muttashil munqathi’nya.
Tidak semua kitab bisa dijadikan
sumber hadis dalam penisbatan (takhrij), ada beberapa kitab yang merupakan
sumber-sumber asli hadis sendiri, yaitu:
v Kitab-kitab yang dihimpun para pengarang dengan
jalan yang diterima dari guru-gurunya dan lengkap dengan sanad-sanadnya sampai
kepada Nabi Muhammad, seperti kutubus sittah, Muwattha’Imam Malik, Musnad
Ahmad, Mustadrak Al-hakim, Musannaf Abdur Razaq dan sesamanya.
v Kitab-kitab hadis pengikut (tabi’)
kitab-kitab pokok di atas, seperti kitab yang menghimpun hadis di atas.
Misalnya, kitab Al-Jam’u Bainas Shalihain karya Al-humaidi, kitab-kitab
yang menhimpun bagian terkecil hadis di atas, seperti Tuhfatu Al-Asyraf
Bi-Ma’rifatil Atraf karya Ar-Mazi, dan ringkasan kitab-kitab di atas,
seperti Tahzib Sunan Abi Daud karya Al-Munziri.
v Kitab-kitab selain hadis, meliputi kitab tafsir,
fikih, dan sejarah yang didukung hadis dengan syarat penulisnya meriwayatkan
hadis secara lengkap dengan sanadnya sendiri. Yang termasuk dalam kitab-kitab
ini adalah kitab Tafsir dan Tarikh karyaAt-Tabari dan Al-Umm karya
Imam Syafi’i.[1]
Jadi,
menisbatkan hadis pada kitab-kitab yang hanya menghimpun sebagian hadis tanpa
memakai jalan yang diterima dari gurunya, tidaklah termasuk takhrij dalam
pengertian di atas. Kitab-kitab yang tidak
terhitung sebagai sumber asli hadis, seperti Bulughul Maram Min Adillatil
Ahkam karya Ibnu Hajar dan Al-Jami’u As-Shaghir dan lainnya.
Dari berbagai hal di atas, dapat
disimpulkan bahwa masalah takhrij, kaidah dan metodenya sangat dibutuhkan
khususnya bagi mereka yang menekuni ilmu-ilmu syar’I dalam melacak hadis
sampai pada sumber aslinya. Karena mereka yang mempelajari ilmu tidak akan
dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadis atau tidak dapat
meriwayatkannya, kecuali setelah mengetahui ulama-ulama yang meriwayatkan hadis
dalam kitabnya dengan dilengkapi sanad-sanadnya. Selain itu, dengan takhrijlah kualitas
(shahih, dha’if, hasan dan maudhu’) dan validitas hadis dapat
diketahui, apakah hadis tersebut bisa digunakan (ma’mul) atau tidak bisa
digunakan (ghairu ma’mul).
Adapun kitab-kitab takhrij sangat
banyak ditulis oleh para ulama. Di antara kitab-kitab tersebut yang populer
adalah Takhhruju Ahadisil Muhazzab karya Abu Ishaq As-Syirazi,
Takhriju Ahadisi Al-Mukhtar Al-Kabir karya Ibnul Hajib, Nasbur-Rayah Li
Ahadisi Al-Hidayah karya Al-Margigani, Takhriju Ahadisi Al-Kasysyaf karya Al-Jahiz , Al-Badru Al-Munir Fi
Takhriji Al-Ahadisi Wal-Atsari Al-Waqi’ati Fi As-Syahri Al-Kabiri karya
Ar-Rafi’i, Ad-Dirayah Fi Takhriji Al-Ahadisi Al-Hidayah tulisan
Al-Hafizh Ibnu Hajar dan masih banyak lainnya.
B.
Metode Takhrij Al-Hadits dan Kitab Referensi
Menurut penelitian Mahmud At-Tahhan,
ada lima metode yang dapat dipakai dalam melakukan Takhrij. Kelima metode
tersebut adalah sebagai berikut;
1)
Mengetahui
sahabat yang meriwayatkan hadis.
Metode
ini dapat digunakan selama nama sahabat yang meriwayatkan tercantum dalam hadis
yang akan ditakhrij. Jika tidak tercantum dan tidak memungkinkan untuk
diketahui, jelas metode ini tidak dapat digunakan dan bisa memakai
metode-metode lain. Dalam memakai metode ini, seorang pentakhrij dapat memakai
atau dipandu dengan tiga macam kitab sebagai berikut;
1.
Kitab-kitab Musnad
Musnad
menurut qoul yang masyhur merupakan kitab yang
disusun berdasarkan nama-nama sahabat atau kitab yang menghimpun hadis-hadis
sahabat. Nama-nama sahabat dalam kitab Musnad, terkadang disusun
berdasar urutan huruf hijaiyah atau sahabat yang terlebih dahulu masuk
Islam, kabilah atau negara dan sebagainya. Namun dalam penggunaan, kitab yang
disusun dengan urutan huruf hijaiyah ini lebih mudah untuk digunakan.
Sedangkan menurut sebagian ahli hadis lain, Musnad adalah kitab hadis
yang disusun berdasarkanurutan bab-bab fikih atau berdasarkan ururtan huruf hijaiyah
tidak berdasarkan nama sahabat.
Ada banyak kitab-kitab Musnad yang disusun
oleh para ahli hadis. diantaranya;
a)
Musnad Ahmad bin Hambal (-241 H).
b)
Musnad Abu Bakar, Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi.
c)
Musnad Abu Daud Sulaiman bin Daud At-Tayalisi (-204 H).
d)
Musnad Al-Humaidi (-249 H).
e)
Musnad Abu Ya’la Ahmad bin Ali Al-Musani Al-Mausili (-249).
2.
Kitab-kitab Mu’jam
Mu’jam
menurut istilah ahli hadis adalah kitab-kitab hadis
yang disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-gurunya, negara atau
lainnya. Dan umumnya susunan nama-nama sahabat itu berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
Adapun kitab-kitab Mu’jam yang masyhur adalah
sebagai berikut;
a)
Al-Mu’jam
Al-Kabir karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H).
b)
Al-Mu’jam
Al-Ausat karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H).
c)
Al-Mu;jam
Al-Sagir karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H).
d)
Mu’jam
As-Sahabah karya Abu Ya’la Ahmad Ali Al-Mausili.
3.
Kitab-kitab Atraf.
Kitab Atraf adalah bagian kitab-kitab hadis
yang hanya menyebutkan bagian (tharf) hadis yang dapat menunjukkan
keseluruhannya, kemudian menyebutkan sanadnya baik secara menyeluruh atau hanya
dihubungkan pada kitab-kitab tertentu. Yang termasuk kitab-kitab atraf adalah
sebagai berikut;
a)
Tuhfatu
Al-Asyraf Bi-Makrifati Al-Atraf karya Al-Hafiz Jamaluddin Abul Hallaj Yusuf bin
Abdurrahman Al-Mazi (-742 H)
b)
Zakna’iru
Al-Mawaris Fi Ad-Dilalati ‘Ala Mawadi’i Al-Hadis karya Syeikh Abdul Ghani
An-Nabilisi Ad-Dimasyqi Al-Hanafi.
2)
Mengetahui
lafal pertama dalam matan hadis.
Metode
ini digunakan ketika mengetahui lafal pertama dari matan hadis. Dengan
menekankan pada teks pertamanya, selanjutnya peneliti akan menemukan
kelengkapan hadis yang diteliti. Dan dalam menggunakan metode ini, dapat
dibantu tiga macam kitab sebagai berikut;
a)
Kitab-kitab
tentang hadis yang masyhur di kalangan masyarakat. Yaitu kitab yang memuat
hadis-hadis yang banyak beredar dan selalu diriwayatkan di kalangan masyarakat.
Yang termasuk dalam golongan kitab ini adalah;
1.
At-Tazkirah
Fil Ahadisil Musytahirah karya Badruddin bin Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasyi
(-974 H).
2.
Ad-Durarul
Muntasirah Fil Ahadisil Musytahirah karya jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti
(-911 H).
3.
Al-La’ali’ul
Mansurah Fil Ahadisil Musytahirah karya ibnu hajar Al-Asqalani (-852 H).
b)
Kitab-kitab
hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah. Seperti kitab
Al-Jami’u As-Sagir Min Hadisil Basyirin nadzir karya Jalaluddin Abdurrahman bin
Abu Bakar As-Suyuti dan Az-Ziyadah ‘Ala Kitabil Jami’I As-Sagir karya beliau
juga.
c)
Kitab-kitab kunci
(miftah) dan kamus (fahras) kitab-kitab hadis tertentu. Seperti
kitab Miftahus Sahihain karya At-tauqidi dan Fahras Li Ahadisi Sahihi Muslim
karya Muhammad Fuad Abdul baqi.
3)
Mengetahui
lafal matan hadis yang sedikit berlakunya.
Metode
ini menekankan pada pencarian beberapa lafadz yang jarang dipergunakan. Ilmu
sharaf akan membantu seorang peneliti mengetahui akar katanya. Setelah itu, dia
dengan mudah akan mengetahui rangkaian kata hadis dan mengetahui pula para
kodifikatornya bersama rumusan bab dan kitab referensinya. Referensi yang dapat
digunakan dalam menggunakan metode ini adalah Al-Mu’jam Al-Mufahras li
Al-Fadz Al-Hadits An-Nabawi karya Dr. Arndgan Wensink (-1939 M).
4)
Mengetahui
pokok bahasan hadis.
Metode ini hanya dapat
dilakukan oleh orang-orang yang menguasai pembahasan atau satu dari beberapa
pembahasan hadis. Selain itu, metode ini juga bisa dipakai mereka yang memiliki
pengetahua luas. Dalam menerapkan metode ini, pentakhrij dapat dibantu dengan
berbagai kitab yang tersusun berdasarkan bab fikih sebagai berikut:
a.
Kitab hadis
yang membahas seluruh masalah keagamaan, seperti Al-Jawami’, Al-Mustakhrajat
Wa Al-mustadrakat ‘Alal Jawami’.
b.
Kitab hadis
yang membahas sebagian besar masalah keagamaan, seperti Al-Musannafat,
Al-Muwatta’at, As-Sunan dan lain-lain.
c.
Kitab hadis
yang membahas masalah atau aspek tertentu dari bebeapa masalah atau aspek
keagamaan, seperti Al-Ajza’, At-Targhib Wa At-Tarhib, Al-Ahkam dan
lainnya.
5)
Meneliti
keadaan-keadaan hadis, baik dalam sanad atau matannya.
Metode ini dimaksudkan dengan
mempelajari sedalam-dalamnya tentang keadaan matan dan sanad hadis, kemudian
mencari sumbernya dalam kitab-kitab yang khusus membahas matan dan sanad hadis
tersebut.Dalam penggunaan metode ini, pentakhrij dapat dibantu dengan kitab Al-Maudu’at
Al-Kubra karya Syeikh Ali Al Qari Al Harawi, kitab Tanzihus Syari’at
Al-MArfu’ah An Al-Ahadis As-Syani’ah Al-Maudhu’ah karya Abul Hasan
Ali bin Muhammad bin Iraq Al-Kinani, dan lain-lainl.
C.
Proses dan
Contoh
Dalam melakukan penelitian hadis
(takhrij), ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mempermudah kegiatan
tersebut. Di antara langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Memilih salah
satu metode yang akan digunakan sesuai kebutuhan atau kemampuan.
2.
Mencari
referensi yang dapat digunakan sesuai metode yang dipakai dalam pencarian hadis
dan sanadnya dengan lengkap dan Syawahid-nya jika ada.
3.
Membuat skema
atau bagan sanad hadis, baik hadis yang diteliti atau syawahid-nya.
4.
Memaparkan biografi setiap perawi, khususnya pada aspek
guru-guru dan murid-muridnya. Dan yang paling penting dalam Al-Jarh wa
At-Ta’dil-nya.
5.
Memaparkan
kebersambungan sanad hadis yang dapat dicermati dari adanya relasi antara dia
dan gurunya juga muridnya. Bisa juga menggunakan tahun wafat dengan estimasi
masa jedah enampuluh tahun.
6.
Memaparkan
kredibilitas para perawi untuk menentukan status periwayatan.
7.
Mempertajam
analisis dengan memaparkan As-Syawahid dan At-Tawabi’ hadis.
8.
Melakukan
studi kritis terhadap matan hadis sesuai kaidah yang telah ditentukan.[2]
Dalam mempermudah pemahaman tentang takhrij, di sini akan dilampirkan
contoh takhrij sesuai langkah-langkah di atas sebagaimana di bawah ini.
Contoh:
Di masyarakat ditemukan salah satu
kebiasaan melakukan talqin mayit atau mengajarkan ucapan la Ilaha
illa Allah kepada orang yang mati setelah dikubur. Persoalannya, bagaiman bunyi hadis tersebut secara lengkap dan siapa saja
perawinya? Bagaimana kualitas hadis tersebut.
Dalam menyelesaikan hal ini, pentakhrij bisa
menggunakan metode ke-tiga dengan membuka kitab Mu’jam al-Mufahras li
Al-Fadz Al-Hadis dengan membawa kata talqin, yang kata dasarnya
bahwa hadis ini diriwayatkan oleh At-Turmudzi dan Abu Daud. Hadis yang diriwayatkan
At-Turnuzi berbunyi
حدثنا
أبو سلمة يحي بن خلف حدثنا بشر بن المفضل عن عمارة بن غزية عن يحي بن عمارة عن أبى
سعيد الخدرى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : لقنوا موتاكم لآ اله الا الله.
Artinya: Telah
bercerita kepada saya Abu Salamah Yahya bin Khalaf, katanya, telah bercerita
kepada saya Bisyr ibn Al-Mufaddhal, dari ‘Ummarah ibn Al-Ghaziyyah dari Yahya
ibn ‘Ummarah dari Abu Sa’id Al-Khudri dari Nabi SAW, katanya, Talqinlah mayitmu
dengan La Ilaha Illallah.”
Adapun hadis
yang diriwayatkan Abu Daud berbunyi
حدثنا
مسدد ثنا بششر ثنا عمارة بن غزية ثنا يحي
بن عمارة قال : سمعت أبا سعيد الخدرى يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
لقنوا موتاكم لآ اله الا الله.
Artinya: Telah
bercerita kepada kami, Musaddad, katanya, bercerita kepada kami Bisyr, katanya,
telah bercerita kepada kami’Ummarah ibn Ghaziyyah, katanya, telah bercerita
kepada kami Yahya ibn ‘Ummarah, saya mendengarAbu Sa’id Al-Khudri berkata,
Rasulullah SAW. Pernah bersabda, “Talqinlah Mayitmu dengan La Ilaha Illallah”.
Setelah menemukan hadis dan sanadnya
dengan lengkap juga syawahid-nya jika ada, pentakhrij membuat bagan
sanad sesuai dengan dua hadis di atas.
Nabi
Muhammad
Abu Sa’id
Al-Khudri
Yahya ibnu
Umarah
Umarah bin
Ghaziyyah
Bisyr ibn
Al-Mufaddhal
Abu
Salamah
Musaddad
At-Turmuzi Abu
Daud
Langkah
selanjutnya adalah menulis biografi para perawi dan menelusuri persambungan sanad juga reputasi
masing-masing periwayat dalam menentukan kredibilitas dan kualitas hadis
tersebut. Selain itu, bisa juga dilakukan studi kritis atas matan sesuai kaidah
yang telah ditentukan.[3]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut bahasa, arti takhrij yang paling populer adalah mengeluarka,
meneliti atau melatih dan menerangkan. Sedangkan takhrij menurut istilah ahli
hadis, memiliki berbagai pengertian sebagai berikut:
Ø Menjelaskan tentang hadis kepada orang lain dengan
menyebutkan para periwayat dalam sanad hadis tersebut..
Ø Mengeluarkan dan meriwayatkan hadis dari beberapa
kitab, guru atau teman dengan memperhatikan riwayat hidup periwayat.
Ø Menunjukkan kitab-kitab sumber hadis, yakni
menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang di dalamnya ditemukan
hadisnya secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.
Menurut penelitian Mahmud At-Tahhan, ada lima metode yang dapat dipakai
dalam melakukan Takhrij. Kelima metode tersebut adalah sebagai berikut;
1.
Mengetahui
sahabat yang meriwayatkan hadis.
Metode ini dapat digunakan
selama nama sahabat yang meriwayatkan tercantum dalam hadis yang akan
ditakhrij. Jika tidak tercantum dan tidak memungkinkan untuk diketahui, jelas
metode ini tidak dapat digunakan dan bisa memakai metode-metode lain. Dalam
memakai metode ini, seorang pentakhrij dapat memakai atau dipandu dengan tiga
macam kitab sebagai berikut;
a.
Kitab-kitab Musnad
b.
Kitab-kitab Atraf.
c.
Kitab-kitab Mu’jam
2.
Mengetahui
lafal pertama dalam matan hadis.
Metode ini digunakan
ketika mengetahui lafal pertama dari matan hadis. Dengan menekankan pada teks
pertamanya, selanjutnya peneliti akan menemukan kelengkapan hadisnya. Pengguna metode
ini, dapat dibantu tiga macam kitab, yaitu:
a)
Kitab-kitab hadis yang masyhur di masyarakat. Yaitu kitab yang memuat hadis-hadis
yang banyak beredar dan selalu diriwayatkan di kalangan masyarakat
b)
Kitab-kitab
hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
c)
Kitab-kitab
kunci (miftah) dan kamus (fahras) kitab-kitab hadis tertentu
3.
Mengetahui
lafal matan hadis yang sedikit berlakunya.
Metode ini menekankan pada
pencarian beberapa lafadz yang jarang dipergunakan. Ilmu sharaf akan membantu
seorang peneliti mengetahui akar katanya. Setelah itu, dia dengan mudah akan
mengetahui rangkaian kata hadis dan mengetahui pula para kodifikatornya bersama
rumusan bab dan kitab referensinya.
4.
Mengetahui
pokok bahasan hadis.
Metode ini hanya dapat
dilakukan oleh orang-orang yang menguasai pembahasan atau satu dari beberapa
pembahasan hadis. Selain itu, metode ini juga bisa dipakai mereka yang memiliki
pengetahua luas.
5.
Meneliti
keadaan-keadaan hadis, baik dalam sanad atau matannya.
Metode
ini dimaksudkan dengan mempelajari sedalam-dalamnya tentang keadaan matan dan
sanad hadis, kemudian mencari sumbernya dalam kitab-kitab yang khusus membahas
matan dan sanad hadis tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Attahhan, Mahmud. 1995. Metode Tahrij Penelitian Sanad hadis. PT
Bina Ilmu; Surabaya.
2.
Zuhri, Muh. 2003. Hadis Nabi. PT Tiara Wacana; Yogyakarta.
3.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Studi Hadits. Sunan Ampel
Press; Surabaya.
4.
Ash-Shiddieqy, Hasbi.
1954. Ulumul Hadis. Pustaka Setia: Bandung.
5.
Al-Qathan,
Manna.
2008. Pengantar
Studi Ilmu Hadits. Pustaka
Al-Kautsar: Jakarta.