PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Dalam
Islam ditemukan banyak aliran pasca wafatnya Nabi Muhammad. Kalau sebelumnya
semua masalah dikembalikan pada beliau, maka setelah Nabi wafat alqur’an dan
hadits menjadi acuan. Namun, masalah semakin komplet dan Alqur’an masih sangat
universal. Interpretasipun dilakukan dan menjadi pegangan. Sebagai hasil sebuah
pemikiran, lahirlah berbagai perbedaan dari acuan yang sama. Urusan sosial
politik sangat mempengaruhi justifikasi yang dihasilkan.
Abad
satu dan dua hijriah menjadi masa-masa penting dalam Islam. Pada saat itulah
lahir berbagai aliran dan terjadi perkembangan keilmuan. Dalam teologi, ada
aliran Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah dan
lain-lain. Ilmu kalam, Alqur’an, Hadits dan lainnya mulai muncul dan terus
berkembang.
Pada
awalnya terjadi pertentangan politik antara kelompok Ali dan Muawiyah dan terus
berlanjut ke wilayah teologi. Setelah itu lahirlah aliran syi’ah dan khawarij
yang disusul dengan aliran murji’ah sebagai golongan yang tidak puas
terhadap keduanya dan netral. Golongan ini tidak ambil bagian dalam konfrontasi
besar tersebut dan apriori dalam mencari kedamaian.
Literatur
tentang murji’ah banyak yang belum diketahui, tidak seperti khawarij,
syi’ah dan aliran lain. Keberadaanya sudah lama tenggelam seiring
perkembangan Islam. Pencetus dan pengikut murji’ah ekstrim mungkin harus
bertanggung jawab atas semuanya. Karena merekalah yang membuat murji’ah terkesan
negatif dan ditinggalkan pada masa-masa
selanjutnya. Namun, ajaran-ajarannya yang moderat masih banyak ditemukan
walau tidak dalam murji’ah formal sebagai sebuah aliran.
Selain itu, Murji’ah juga sering
dikaitkan dengan sebuah kecenderungan di tengah-tengah eksisnya sebagai sebuah
aliran. Kecenderungan manusia untuk kembali ketika menghadapi masalah yang
terlalu lama atau sebuah bentuk ketidakpuasan dan ketidakmampuan untuk
merekonstruksi.
- Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami akan mencoba
menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan aliran Murji’ah yang telah
lama tenggelam antara lain:
1. Apa
itu Murji’ah dan bagaimana kronologi sejarah lahirnya Murji’ah?
2. Apa
saja ajaran-ajarannya dan bagaimana hubungannya dengan aliran lain?
3. Adakah
pengaruh dari Murji’ah murji’ah di era sekarang?
- Tujuan
Setelah membaca makalah ini, pembaca
diharapkan mengerti sedikit banyak tentang hal-hal yang terkait dengan Murji’ah,
seperti:
1. Arti Murji’ah, Sejarah
lahirnya dan perkembangan.
2. Ajaran-ajarannya
dan komparasinya dengan ajaran lainnya.
3. Pengaruh-pengaruh
Murji’ah.
PEMBAHSAN
A. Murji’ah,
Signifikansi dan Sejarah
Secara
etimologi Murji’ah memiliki beberapa pengertian antara lain;
1. Penundaan, menunda atau mengembalikan urusan mereka yang mukmin dan
melakukan dosa besar kemudian mati sebelum tobat kepada Allah.
2. Penghargaan, orang mukmin yang
berbuat dosa besar tidak kafir sebagai penghargaan atas iman mereka
kepada Allah.
3. Penyerahan, menyerahkan segala urusan kepada Allah sebagai Dzat yang Maha
Tahu dan Maha Adil. Tidak ada yang berhak menghukumi seseorang selain Allah.
4. Menjadikan sesuatu di belakang, amal seseorang tidaklah penting dan tidak
akan mempengaruhi iman. Hal ini sebagaiman orang kafir yang beramal tidaklah
mempengaruhi pendustaan mereka kepada Allah (keimanan).[1]
Lahirnya
berbagai aliran dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari Fitnah Al-Kubro atau
peristiwa pembunuhan khalifah Ustman yang berimplikasi pada konfrontasi besar
khalifah Ali dengan Muawiyah. Muawiyah sebagai bagian dari keluarga Ustman menuding Ali mengupayakan pembunuhan
tersebut. Sementara pengikut Ali menuding Muawiyah sebagai pemberontak
pemerintahan Ali sebagai khalifah yang
sah pasca terbunuhnya Ustman. Peperangan tidak bisa terelakkan dan melahirkan
perdamaian (Arbitrase) yang merugikan pihak Ali. Di satu sisi, banyak
kalangan yang menentang arbitrase tersebut dan keluar dari pihak Ali
yang selanjutnya dikenal denga khawarij. Sedangkan mereka yang tetap
setia pada Ali pada perkembangannya dikenal dengan sebutan syi’ah.
Perpecahan
di atas merembet pada persoalan teologi, diawali dengan truth claim atau
merasa benar sendiri dan saling mengkafirkan. Syi’ah mengkafirkan
Muawiyah yang harus diperangi sebagai pemberontak pemerintahan Ali. Pihak
Muawiyah sendiri mengkafirkan Ali dan pengikutnya karena dianggap memberontak
pada khalifah Ustman. Sedangkan khawarij sebagai golongan yang tidak
setuju pada arbitrase mengkafirkan mereka yang setuju baik dari kalangan
Ali dan Muawiyah karena dianggap telah memberlakukan hukum tidak dengan hukum
Allah.
Semua
aliran di atas sama-sama kuat, konflik yang terjadi berkepanjangan tanpa ada
penyelesaian. Hal ini memicu ketidak puasan sebagian umat Islam dan lahirlah
golongan yang dikenal dengan Murji’ah. Mereka keluar dari semuanya dan
tidak ambil bagian dalam pergulatan yang terjadi. Kalau khawarij mencari
siapa yang kafir, maka murji’ah menitik beratkan pada siapa yang tetap
mukmin diantara mereka dan menangguhkan atau menyerahkan segala urusan kepada
Allah. Kelahiran Murji’ah bukan
justru menyelesaikan masalah, tetapi justru memeprpanjang sejarah aliran dalam
Islam sebelum lahirnya aliran-aliran lain setelahnya.
Menurut
mereka penganut Murji’ah, masalah
iman adalah urusan Allah, bukan urusan mereka yang perlu diperdebatkan. Selama
ada kepercayaan kepada Allah maka mereka dihukumi mukmin, meskipun dalam
dzahirnya bertentangan dan tidak menjalankan syari’at. Karena mereka yang kafir adalah mereka yang tidak kenal Allah atau bodoh
tentang-Nya. Bahkan
jika mereka menjalankan ajaran agama
lain, bersujud pada berhala dan mengaku percaya pada trinitas.[2]
Mereka memisahkan amal dan iman yang ada dalam hati (Al-Fashlu Baynal Amal
Wa Al-Iman). Hal ini sebagaimana amal yang dilakukan orang kafir
tidak akan mempengaruhi hati atau keimanan mereka.
Dalam perkembangannya, golongan ini pecah menjadi beberap
aliran. Namun, secara garis besar bisa dibedakan menjadi Murji’ah ekstrim dan moderat. Mereka yang ekstrim sangat keterlauan
dan memberikan kesan tidak baik. Pandangan-pandangan mereka berimplikasi pada
kerusakan moral dan tidak berlakunya norma dalam masyarakat. Menurut mereka
keimanan hanyalah merupakan urusan tiap individu dengan Tuhan dan tidak ada
yang dapat mempengruhinya. Meskipun secara dhzahir tidak mencerminkan keimanan
bahkan menentangnya. Yang terpenting adalah apa yang ada dalam hati dan itu
urusan Tuhan. Jadi, semua orang dapat berjalan semaunya sendiri tanpa ada
ikatan baik itu norma sosial atau keagamaan. Yang disebut ibadah adalah iman
itu sendiri dan itu terkait dengan hati tanpa ada yang bisa mempengaruhi.
B. Studi
Komparatif Ajaran Murji’ah
Pada
saat ini, aliran murji’ah memang sudah tenggelam. Namun murji’ah sering
dikaitkan dengan Ahlu As-Sunnah khususnya yang moderat. Bahkan Ibnu Hazm
memasukkan Al-Asy’ari kedalam golongan Murji’ah. Albazdawi sendiri
mengatakan bahwa ajaran murji’ah pada umumnya sependapat dengan Ahlu
As-Sunnah Wa Al-Jama’ah. Memang beberapa ajaran Murji’ah moderat sama atau
mungkin memang diadopsi oleh Ahlu As-Sunnah. Untuk lebih jelasnya, kami akan
mencoba mengkomparasikan beberapa ajaran keduanya yang kami telusuri baik
terkait dengan golongan yang moderat atau ekstrim.
1. Iman
Menurut aliran murji’ah moderat iman
adalah pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, Rasul dan segala yang datang
dari Tuhan dalam keseluruhan. Hal ini tidak jauh beda dengan pendapat Al-Asy’ari
dalam Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jama’ah yang mendefinisikan iman sebagai
pangakuan dalam hati tentang keesaan Tuhan dan kebenaran Rasul serta segala apa
yang mereka bawa.[3]
Berbeda dengan murji’ah ekstrim yang menghukumi iman mereka yang hanya
tahu dan percaya dalam dalam hati, tanpa pengakuan atau ikrar. Atau mereka yang mengatakan bahwa iman adalah ibadah itu sendiri dan
mereka yang beriman akan masuk surga tanpa melihat perbuatannya.
2. Taklid
Ada dua pendapat
terkait dengan taklid dalam akidah. Menurut sebagian kalangan, taklid itu
diperbolehakan dan mereka yang bertaklid dihukumi mukmin. Sedangkan pendapat
lain mengatakan bahwa taklid dalam akidah itu tidak boleh dan mereka yang
bertaklid tidaklah mukmin. Pendapat kedua ini selaras dengan pendapat Ahlu
As-Sunnah yang tidak membolehkan taklid dalam akidah dan membolehkannya hanya dalam
urusan ibadah. Mereka yang beriman harus mengetahui dalil naqli dan aqli
sebagai landasan keimanannya tidak hanya ikut-ikutan. Jiaka tidak, mereka tetap
tidak dikatakan beriman. Sehingga pelajaran akidah biasa diutamakan dalam hidup
seseorang sebagai dasar dari keimanan dan berlakunya hukum.
3. Mizan
Menurut sebagian kalangan Murji’ah, mizan atau timbangan amal setelah kebangkitan dari kubur
boleh saja terjadi. Dan mereka yang lebih banyak amal baiknya langsung masuk
surga, sedangkan mereka yang lebih banyak amal jeleknya akan disiksa dulu untuk
sementara sebelum dimasukkan ke neraka. Sedangkan menurut sebagian yang lain,
mizan iitu tidak ada. Pendapat yang pertama ini sama saja dengan pendapat
kalangan Asy’ariyah tentang mizan.
4. Pengampunan
Mengenai pengampunan dosa setelah tobat, orang-orang Murji’ah berbeda pendapat. Ada yang
mengatakan mereka yang tobat wajib diampuni dosanya oleh Allah, dan ada yang
mengatakan bahwa mereka yang tobat diampuni dosanya sebagai karunia Allah dan
bukan kewajiban.[4]
Pendapat ke-dua ini sejalan dengan pandangan aliran Sunni yang mengatakan
pengampunan Allah sebagai anugrah dan bukan kewajiban.
C. Pengaruh
Murji’ah
Sebagaimana di atas, literatur tentang Murji’ah
banyak yang tidak diketemukan sebagaimana aliraan lain. Bahkan keberadaanya
seakan hilang ditelan masa dan hanya tinggal sejarah. Namun dalam prakteknya
ajaran mereka masih banyak diketemukan di kalangan masyarakat. Hanya saja tidak
dalam tubuh aliran Murji’ah, tetapi
melekat pada aliran lain. Walaupun hal ini tidaklah memberikan kepastian
sebagai pengaruh ajarannya, karena tidakm ungkin sesuatu yang tidak saling
berinteraksi akan saling mempengaruhi. Namun, apa yang tampak tetap tidak bisa
dipungkiri sebagai bagian dari ajaran Murji’ah.
1. Taklid
Menjadi hal yang biasa ketika ada anak
yang lahir dari orang tua muslim juga dihukumi muslim. Pada hal mereka belum
tahu tentang apa itu Islam bahkan kadang sampai masa dewasanya. Khususnya
mereka yang dari kecil sangat sedikit mengenyam pendidikan keagamaan. Mereka
Islam hanya ikut-ikutan atau bisa dibilang turunan. Ketika ditanya tentang
agama, mereka begitu antusias menjawab “Islam” bahkan ada yang member
embel-embel Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jama’ah tanpa tahu lebih dulu akan
semuanya. Pada hal dalam aliran Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jama’ah sendiri
tidak diperbolehkan taklid dalam akidah.[5]
Kebolehan taklid dalam akidah hanya ditemukan dalam ajaran murji’ah sebagaimana
sebagian pendapat di atas. Secara tidak sadar sebennarnya mereka bukan Ahlu
As-Sunnah Wa Al-Jama’ah.
2. Penundaan
atau Penangguhan
Menunda-nunda baik dalam urusan duniawi
apalagi ukhrowi sudah menjadi hal yang lumrah dalam masyarakat. Dalam dunia
kerja, penundaan pengerjaan tugas sudah biasa apa lagi terkait dengan tobat. Banyak maksiat yang
diperbuat dan menunggu masa tua untuk tobat. Pada hal semuanya masih belum
pasti dan kuburan sendiri bukan tempat orang tua tapi tempat orang mati. Mereka
tahu itu tapi tidak tahu menahu. Hal ini adalah salah satu pengaruh murji’ah
disamping sudah menjadi tabi’at yang diabadikan. Mereka yang suka menunda ketika ditanya akan berdalih “Jika Tuhan telah
menetapkan begini dan begitu, maka tidak akan ada yang bisa mencegahnya.”
3. Iman dan Kufur
Sudah diketahui sebelumnya bahwa termasuk salah satu ajaran
Murji;ah adalah tidak berpengaruhnya
amal akan keimanan seseorang. Meskipun mereka yang beriman tidak menjalankan
syari’at bahkan menentangnya, mereka tetap tidak kufur dan bisa masuk surga.
Hal ini sudah menjadi pegangan masyarakat dan dalih mereka ketika melakukan
dosa atau bahkan menentang agama. Tidak ada yang berhak memberikan hukuman atau
menentukan iman dan tidak imannya seseorang selain Tuhan sendiri. Dan mereka
tetap memiliki bagian di surga dengan secuil iman meskipun tanpa amal sebagai
penghargaan.
4. Pengampunan Tuhan
Di zaman sekarang, banyak ditemukan orang yang berlebihan
dan keterlaluan khususnya dalam maksiat. Bahkan mereka tidak merasa bahwa apa
yang dikerjakan adalah dosa. Mereka terlalu berlebihan memahami sifat Ghaffar-Nya Allah atau bisa saja
dibilang salah paham. Mereka yang bergelut dengan maksiat ketika ditanya
tentang apa yang dilakukannya, akan menjawab bahwa pengampunan Allah begitu
luas dan tidak terbatas. Hal ini bisa saja merupakan pengaruh Murji’ah ekstrem yang mewajibkan pengampunan
Allah terhadap segala dosa dengan konsep penangguhannya.
5. Suluk
Banyak ditemukan di desa orang yang
meninggalkan syari’at khususnya shalat. Mereka dikenal sebagai pengikut suluk
dan termasuk salah satu aliran kebatinan yang berkembang di pelosok desa.
Menurut mereka syari’at atau shalat tidaklah berguna, buang-buang waktu dan
cukup dengan niat saja. Tuhan tidak akan mempersulit hamba-NYA, Maha Pengasih
dan Penyayang. Hal ini sejalan dengan apa yang diajarkan murji’ah ekstrim
yang memisahkan iman dengan amal. Amal yang jelek atau melanggar syari’at tidak
akan mempengaruhi iman seseorang sebagaimana amal baik yang tidak mempengruhi
mereka mereka yang tidak beriman.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara etimologi Murji’ah
memiliki beberapa pengertian antara lain;
5.
Penundaan, menunda atau mengembalikan urusan mereka yang mukmin dan
melakukan dosa besar kemudian mati sebelum tobat kepada Allah.
6.
Penghargaan, orang mukmin yang
berbuat dosa besar tidak kafir sebagai penghargaan atas iman mereka
kepada Allah.
7.
Penyerahan, menyerahkan segala urusan kepada Allah sebagai Dzat yang Maha Adil. Tidak ada yang berhak menghukumi seseorang selain Allah.
8.
Menjadikan sesuatu di belakang, amal seseorang tidaklah penting dan
tidak akan mempengaruhi iman. Hal ini sebagaiman orang kafir yang beramal
tidaklah mempengaruhi pendustaan mereka kepada Allah (keimanan).
Dalam perkembangannya, golongan ini pecah menjadi
beberap aliran. Namun, secara garis besar bisa dibedakan menjadi Murji’ah ekstrim dan moderat. Mereka
yang ekstrim sangat keterlauan dan memberikan kesan tidak baik.
Pandangan-pandangan mereka berimplikasi pada kerusakan moral dan tidak
berlakunya norma dalam masyarakat. Menurut mereka keimanan hanyalah merupakan
urusan tiap individu dengan Tuhan dan tidak ada yang dapat mempengruhinya.
Meskipun secara dhzahir tidak mencerminkan keimanan bahkan menentangnya. Yang
terpenting adalah apa yang ada dalam hati dan itu urusan Tuhan. Jadi, semua
orang dapat berjalan semaunya sendiri tanpa ada ikatan baik itu norma sosial
atau keagamaan. Yang disebut ibadah adalah iman itu sendiri dan itu terkait
dengan hati tanpa ada yang bisa mempengaruhi.
Terlepas dari berbagai kesan jelek tentang Murji'ah,
ada beberapa ajaran Murji’ah yang sama atau mungkin memang diadopsi oleh
Ahlu As-Sunnah. Diantara ajaram-ajaran tersebut adalah:
a.
Konsep
iman
b.
Taklid
dalam tauhid atau ke-Tuhanan
c.
Mizan
atau timbangan amal
d.
Pengampunan
dosa
Literatur
Murji’ah banyak yang tidak
diketemukan sebagaimana aliraan lain. Bahkan keberadaanya seakan hilang ditelan
masa dan hanya tinggal sejarah. Namun dalam prakteknya ajaran mereka masih
banyak diketemukan di kalangan masyarakat. Hanya saja tidak dalam tubuh aliran Murji’ah, tetapi melekat pada aliran
lain. Walaupun hal ini tidaklah memberikan kepastian sebagai pengaruh ajarannya.
Namun, apa yang tampak tetap tidak bisa dipungkiri sebagai bagian dari
ajarannya. Di antara beberapa hal tersebut adalah taklid dalam
tauhid, penundaan dan penangguhan dosa
atau hukuman, konsep iman dan kufur, pengampunan Tuhan terhadap dosa, aliran suluk
di pedesaan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mulyono, MA dan Drs.
Bashori. ______. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. UIN Maliki Press; Malang.
2.
Nasution, Harun. 2006. Teologi
Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. UI Press; Jakarta.
3.
Yusuf, Nasir dan
Karsidiningrat. 1998. Prinsip-Prinsip
Dasar Aliran Teologi Islam Terjemah Maqolatu Al-Islamiyyin Wa Ikhtilafu
Al-Mua’shshilin Li Al-Syaikh Imam Abu
Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari. CV Pustaka Setia; Bandung.
4.
Tim Penyusun. 2011. Ilmu
Kalam. Sunan Ampel Press; Surabaya.
5. Fudhali,
Syaikh Muhammad. 1359H. Kifayatu Al-Awam. AL-HIDAYAH; Surabaya.
[1] Mulyono, MA
dan Drs. Bashori. ______. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. UIN Maliki Press;
Malang. Hal 119-120.
[2]
Harun Nasution. Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. UI Pess; 2006.
[3] Yusuf, Nasir dkk. 1998. Prinsip-Prinsip Dasar Aliran Teologi
Islam Terjemah Maqolatu Al-Islamiyyin Wa Ikhtilafu Al-Mua’shshilin Li Al-Syaikh
Imam Abu Hasan Ali bin Ismail
Al-Asy’ari. CV Pustaka Setia; Bandung. Hal
202.
[4] Ibid. Hal 215
[5]
Fudhali, Syaikh Muhammad. 1359H. Kifayatu Al-Awam. AL-HIDAYAH; Surabaya.