Rabu, 04 Juli 2012

MURJI'AH


PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Dalam Islam ditemukan banyak aliran pasca wafatnya Nabi Muhammad. Kalau sebelumnya semua masalah dikembalikan pada beliau, maka setelah Nabi wafat alqur’an dan hadits menjadi acuan. Namun, masalah semakin komplet dan Alqur’an masih sangat universal. Interpretasipun dilakukan dan menjadi pegangan. Sebagai hasil sebuah pemikiran, lahirlah berbagai perbedaan dari acuan yang sama. Urusan sosial politik sangat mempengaruhi justifikasi yang dihasilkan.

Abad satu dan dua hijriah menjadi masa-masa penting dalam Islam. Pada saat itulah lahir berbagai aliran dan terjadi perkembangan keilmuan. Dalam teologi, ada aliran Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah dan lain-lain. Ilmu kalam, Alqur’an, Hadits dan lainnya mulai muncul dan terus berkembang.

Pada awalnya terjadi pertentangan politik antara kelompok Ali dan Muawiyah dan terus berlanjut ke wilayah teologi. Setelah itu lahirlah aliran syi’ah dan khawarij yang disusul dengan aliran murji’ah sebagai golongan yang tidak puas terhadap keduanya dan netral. Golongan ini tidak ambil bagian dalam konfrontasi besar tersebut dan apriori dalam mencari kedamaian.

Literatur tentang murji’ah banyak yang belum diketahui, tidak seperti khawarij, syi’ah dan aliran lain. Keberadaanya sudah lama tenggelam seiring perkembangan Islam. Pencetus dan pengikut murji’ah ekstrim mungkin harus bertanggung jawab atas semuanya. Karena merekalah yang membuat murji’ah terkesan negatif dan ditinggalkan pada masa-masa selanjutnya. Namun, ajaran-ajarannya yang moderat masih banyak  ditemukan walau tidak dalam murji’ah formal sebagai sebuah aliran.

Selain itu, Murji’ah juga sering dikaitkan dengan sebuah kecenderungan di tengah-tengah eksisnya sebagai sebuah aliran. Kecenderungan manusia untuk kembali ketika menghadapi masalah yang terlalu lama atau sebuah bentuk ketidakpuasan dan ketidakmampuan untuk merekonstruksi.

  1. Rumusan Masalah
            Dalam makalah ini, kami akan mencoba menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan aliran Murji’ah yang telah lama tenggelam antara lain:
1.      Apa itu Murji’ah dan bagaimana kronologi sejarah lahirnya Murji’ah?
2.      Apa saja ajaran-ajarannya dan bagaimana hubungannya dengan aliran lain?
3.      Adakah pengaruh dari Murji’ah murji’ah di era sekarang?

  1. Tujuan
            Setelah membaca makalah ini, pembaca diharapkan mengerti sedikit banyak tentang hal-hal yang terkait dengan Murji’ah, seperti:
1.      Arti Murji’ah, Sejarah lahirnya dan perkembangan.
2.      Ajaran-ajarannya dan komparasinya dengan ajaran lainnya.
3.      Pengaruh-pengaruh Murji’ah.


PEMBAHSAN


A.    Murji’ah, Signifikansi dan Sejarah
            Secara etimologi Murji’ah memiliki beberapa pengertian antara lain;
1.      Penundaan, menunda atau mengembalikan urusan mereka yang mukmin dan melakukan dosa besar kemudian mati sebelum tobat kepada Allah.
2.      Penghargaan, orang mukmin yang  berbuat dosa besar tidak kafir sebagai penghargaan atas iman mereka kepada Allah.
3.      Penyerahan, menyerahkan segala urusan kepada Allah sebagai Dzat yang Maha Tahu dan Maha Adil. Tidak ada yang berhak menghukumi seseorang selain Allah.
4.      Menjadikan sesuatu di belakang, amal seseorang tidaklah penting dan tidak akan mempengaruhi iman. Hal ini sebagaiman orang kafir yang beramal tidaklah mempengaruhi pendustaan mereka kepada Allah (keimanan).[1]

            Lahirnya berbagai aliran dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari Fitnah Al-Kubro atau peristiwa pembunuhan khalifah Ustman yang berimplikasi pada konfrontasi besar khalifah Ali dengan Muawiyah. Muawiyah sebagai bagian dari keluarga Ustman  menuding Ali mengupayakan pembunuhan tersebut. Sementara pengikut Ali menuding Muawiyah sebagai pemberontak pemerintahan Ali sebagai  khalifah yang sah pasca terbunuhnya Ustman. Peperangan tidak bisa terelakkan dan melahirkan perdamaian (Arbitrase) yang merugikan pihak Ali. Di satu sisi, banyak kalangan yang menentang arbitrase tersebut dan keluar dari pihak Ali yang selanjutnya dikenal denga khawarij. Sedangkan mereka yang tetap setia pada Ali pada perkembangannya dikenal dengan sebutan syi’ah.

            Perpecahan di atas merembet pada persoalan teologi, diawali dengan truth claim atau merasa benar sendiri dan saling mengkafirkan. Syi’ah mengkafirkan Muawiyah yang harus diperangi sebagai pemberontak pemerintahan Ali. Pihak Muawiyah sendiri mengkafirkan Ali dan pengikutnya karena dianggap memberontak pada khalifah Ustman. Sedangkan khawarij sebagai golongan yang tidak setuju pada arbitrase mengkafirkan mereka yang setuju baik dari kalangan Ali dan Muawiyah karena dianggap telah memberlakukan hukum tidak dengan hukum Allah.

            Semua aliran di atas sama-sama kuat, konflik yang terjadi berkepanjangan tanpa ada penyelesaian. Hal ini memicu ketidak puasan sebagian umat Islam dan lahirlah golongan yang dikenal dengan Murji’ah. Mereka keluar dari semuanya dan tidak ambil bagian dalam pergulatan yang terjadi. Kalau khawarij mencari siapa yang kafir, maka murji’ah menitik beratkan pada siapa yang tetap mukmin diantara mereka dan menangguhkan atau menyerahkan segala urusan kepada Allah. Kelahiran Murji’ah bukan justru menyelesaikan masalah, tetapi justru memeprpanjang sejarah aliran dalam Islam sebelum lahirnya aliran-aliran lain setelahnya.

Menurut mereka penganut Murji’ah, masalah iman adalah urusan Allah, bukan urusan mereka yang perlu diperdebatkan. Selama ada kepercayaan kepada Allah maka mereka dihukumi mukmin, meskipun dalam dzahirnya bertentangan dan tidak menjalankan syari’at. Karena mereka yang kafir adalah mereka yang tidak kenal Allah atau bodoh tentang-Nya. Bahkan jika mereka menjalankan ajaran agama lain, bersujud pada berhala dan mengaku percaya pada trinitas.[2] Mereka memisahkan amal dan iman yang ada dalam hati (Al-Fashlu Baynal Amal Wa Al-Iman). Hal ini sebagaimana amal yang dilakukan orang kafir tidak akan mempengaruhi hati atau keimanan mereka.

            Dalam perkembangannya, golongan ini pecah menjadi beberap aliran. Namun, secara garis besar bisa dibedakan menjadi Murji’ah ekstrim dan moderat. Mereka yang ekstrim sangat keterlauan dan memberikan kesan tidak baik. Pandangan-pandangan mereka berimplikasi pada kerusakan moral dan tidak berlakunya norma dalam masyarakat. Menurut mereka keimanan hanyalah merupakan urusan tiap individu dengan Tuhan dan tidak ada yang dapat mempengruhinya. Meskipun secara dhzahir tidak mencerminkan keimanan bahkan menentangnya. Yang terpenting adalah apa yang ada dalam hati dan itu urusan Tuhan. Jadi, semua orang dapat berjalan semaunya sendiri tanpa ada ikatan baik itu norma sosial atau keagamaan. Yang disebut ibadah adalah iman itu sendiri dan itu terkait dengan hati tanpa ada yang bisa mempengaruhi.

B.     Studi Komparatif Ajaran Murji’ah
            Pada saat ini, aliran murji’ah memang sudah tenggelam. Namun murji’ah sering dikaitkan dengan Ahlu As-Sunnah khususnya yang moderat. Bahkan Ibnu Hazm memasukkan Al-Asy’ari kedalam golongan Murji’ah. Albazdawi sendiri mengatakan bahwa ajaran murji’ah pada umumnya sependapat dengan Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jama’ah. Memang beberapa ajaran Murji’ah moderat sama atau mungkin memang diadopsi oleh Ahlu As-Sunnah. Untuk lebih jelasnya, kami akan mencoba mengkomparasikan beberapa ajaran keduanya yang kami telusuri baik terkait dengan golongan yang moderat atau ekstrim.

1.      Iman
      Menurut aliran murji’ah moderat iman adalah pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, Rasul dan segala yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan. Hal ini tidak jauh beda dengan pendapat Al-Asy’ari dalam Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jama’ah yang mendefinisikan iman sebagai pangakuan dalam hati tentang keesaan Tuhan dan kebenaran Rasul serta segala apa yang mereka bawa.[3] Berbeda dengan murji’ah ekstrim yang menghukumi iman mereka yang hanya tahu dan percaya dalam dalam hati, tanpa pengakuan atau ikrar. Atau mereka yang mengatakan bahwa iman adalah ibadah itu sendiri dan mereka yang beriman akan masuk surga tanpa melihat  perbuatannya.

2.      Taklid
      Ada dua pendapat terkait dengan taklid dalam akidah. Menurut sebagian kalangan, taklid itu diperbolehakan dan mereka yang bertaklid dihukumi mukmin. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa taklid dalam akidah itu tidak boleh dan mereka yang bertaklid tidaklah mukmin. Pendapat kedua ini selaras dengan pendapat Ahlu As-Sunnah yang tidak membolehkan taklid dalam akidah dan membolehkannya hanya dalam urusan ibadah. Mereka yang beriman harus mengetahui dalil naqli dan aqli sebagai landasan keimanannya tidak hanya ikut-ikutan. Jiaka tidak, mereka tetap tidak dikatakan beriman. Sehingga pelajaran akidah biasa diutamakan dalam hidup seseorang sebagai dasar dari keimanan dan berlakunya hukum.

3.      Mizan
Menurut sebagian kalangan Murji’ah, mizan atau timbangan amal setelah kebangkitan dari kubur boleh saja terjadi. Dan mereka yang lebih banyak amal baiknya langsung masuk surga, sedangkan mereka yang lebih banyak amal jeleknya akan disiksa dulu untuk sementara sebelum dimasukkan ke neraka. Sedangkan menurut sebagian yang lain, mizan iitu tidak ada. Pendapat yang pertama ini sama saja dengan pendapat kalangan Asy’ariyah tentang mizan.

4.      Pengampunan
Mengenai pengampunan dosa setelah tobat, orang-orang Murji’ah berbeda pendapat. Ada yang mengatakan mereka yang tobat wajib diampuni dosanya oleh Allah, dan ada yang mengatakan bahwa mereka yang tobat diampuni dosanya sebagai karunia Allah dan bukan kewajiban.[4] Pendapat ke-dua ini sejalan dengan pandangan aliran Sunni yang mengatakan pengampunan Allah sebagai anugrah dan bukan kewajiban.

C.     Pengaruh Murji’ah
            Sebagaimana di atas, literatur tentang Murji’ah banyak yang tidak diketemukan sebagaimana aliraan lain. Bahkan keberadaanya seakan hilang ditelan masa dan hanya tinggal sejarah. Namun dalam prakteknya ajaran mereka masih banyak diketemukan di kalangan masyarakat. Hanya saja tidak dalam tubuh aliran Murji’ah, tetapi melekat pada aliran lain. Walaupun hal ini tidaklah memberikan kepastian sebagai pengaruh ajarannya, karena tidakm ungkin sesuatu yang tidak saling berinteraksi akan saling mempengaruhi. Namun, apa yang tampak tetap tidak bisa dipungkiri sebagai bagian dari ajaran Murji’ah.

1.      Taklid
      Menjadi hal yang biasa ketika ada anak yang lahir dari orang tua muslim juga dihukumi muslim. Pada hal mereka belum tahu tentang apa itu Islam bahkan kadang sampai masa dewasanya. Khususnya mereka yang dari kecil sangat sedikit mengenyam pendidikan keagamaan. Mereka Islam hanya ikut-ikutan atau bisa dibilang turunan. Ketika ditanya tentang agama, mereka begitu antusias menjawab “Islam” bahkan ada yang member embel-embel Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jama’ah tanpa tahu lebih dulu akan semuanya. Pada hal dalam aliran Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jama’ah sendiri tidak diperbolehkan taklid dalam akidah.[5] Kebolehan taklid dalam akidah hanya ditemukan dalam ajaran murji’ah sebagaimana sebagian pendapat di atas. Secara tidak sadar sebennarnya mereka bukan Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jama’ah.

2.      Penundaan atau Penangguhan
      Menunda-nunda baik dalam urusan duniawi apalagi ukhrowi sudah menjadi hal yang lumrah dalam masyarakat. Dalam dunia kerja, penundaan pengerjaan tugas sudah biasa apa lagi terkait dengan tobat. Banyak maksiat yang diperbuat dan menunggu masa tua untuk tobat. Pada hal semuanya masih belum pasti dan kuburan sendiri bukan tempat orang tua tapi tempat orang mati. Mereka tahu itu tapi tidak tahu menahu. Hal ini adalah salah satu pengaruh murji’ah disamping sudah menjadi tabi’at yang diabadikan. Mereka yang suka menunda ketika ditanya akan berdalih “Jika Tuhan telah menetapkan begini dan begitu, maka tidak akan ada yang bisa mencegahnya.”

3.      Iman dan Kufur
Sudah diketahui sebelumnya bahwa termasuk salah satu ajaran Murji;ah adalah tidak berpengaruhnya amal akan keimanan seseorang. Meskipun mereka yang beriman tidak menjalankan syari’at bahkan menentangnya, mereka tetap tidak kufur dan bisa masuk surga. Hal ini sudah menjadi pegangan masyarakat dan dalih mereka ketika melakukan dosa atau bahkan menentang agama. Tidak ada yang berhak memberikan hukuman atau menentukan iman dan tidak imannya seseorang selain Tuhan sendiri. Dan mereka tetap memiliki bagian di surga dengan secuil iman meskipun tanpa amal sebagai penghargaan.

4.      Pengampunan Tuhan
Di zaman sekarang, banyak ditemukan orang yang berlebihan dan keterlaluan khususnya dalam maksiat. Bahkan mereka tidak merasa bahwa apa yang dikerjakan adalah dosa. Mereka terlalu berlebihan memahami sifat Ghaffar-Nya Allah atau bisa saja dibilang salah paham. Mereka yang bergelut dengan maksiat ketika ditanya tentang apa yang dilakukannya, akan menjawab bahwa pengampunan Allah begitu luas dan tidak terbatas. Hal ini bisa saja merupakan pengaruh Murji’ah ekstrem yang mewajibkan pengampunan Allah terhadap segala dosa dengan konsep penangguhannya.

5.      Suluk
      Banyak ditemukan di desa orang yang meninggalkan syari’at khususnya shalat. Mereka dikenal sebagai pengikut suluk dan termasuk salah satu aliran kebatinan yang berkembang di pelosok desa. Menurut mereka syari’at atau shalat tidaklah berguna, buang-buang waktu dan cukup dengan niat saja. Tuhan tidak akan mempersulit hamba-NYA, Maha Pengasih dan Penyayang. Hal ini sejalan dengan apa yang diajarkan murji’ah ekstrim yang memisahkan iman dengan amal. Amal yang jelek atau melanggar syari’at tidak akan mempengaruhi iman seseorang sebagaimana amal baik yang tidak mempengruhi mereka mereka yang tidak beriman.


PENUTUP


A.    Kesimpulan

Secara etimologi Murji’ah memiliki beberapa pengertian antara lain;
5.      Penundaan, menunda atau mengembalikan urusan mereka yang mukmin dan melakukan dosa besar kemudian mati sebelum tobat kepada Allah.
6.      Penghargaan, orang mukmin yang  berbuat dosa besar tidak kafir sebagai penghargaan atas iman mereka kepada Allah.
7.      Penyerahan, menyerahkan segala urusan kepada Allah sebagai Dzat yang Maha Adil. Tidak ada yang berhak menghukumi seseorang selain Allah.
8.      Menjadikan sesuatu di belakang, amal seseorang tidaklah penting dan tidak akan mempengaruhi iman. Hal ini sebagaiman orang kafir yang beramal tidaklah mempengaruhi pendustaan mereka kepada Allah (keimanan).

Dalam perkembangannya, golongan ini pecah menjadi beberap aliran. Namun, secara garis besar bisa dibedakan menjadi Murji’ah ekstrim dan moderat. Mereka yang ekstrim sangat keterlauan dan memberikan kesan tidak baik. Pandangan-pandangan mereka berimplikasi pada kerusakan moral dan tidak berlakunya norma dalam masyarakat. Menurut mereka keimanan hanyalah merupakan urusan tiap individu dengan Tuhan dan tidak ada yang dapat mempengruhinya. Meskipun secara dhzahir tidak mencerminkan keimanan bahkan menentangnya. Yang terpenting adalah apa yang ada dalam hati dan itu urusan Tuhan. Jadi, semua orang dapat berjalan semaunya sendiri tanpa ada ikatan baik itu norma sosial atau keagamaan. Yang disebut ibadah adalah iman itu sendiri dan itu terkait dengan hati tanpa ada yang bisa mempengaruhi.

Terlepas dari berbagai kesan jelek tentang Murji'ah, ada beberapa ajaran Murji’ah yang sama atau mungkin memang diadopsi oleh Ahlu As-Sunnah. Diantara ajaram-ajaran tersebut adalah:
a.       Konsep iman
b.      Taklid dalam tauhid atau ke-Tuhanan
c.       Mizan atau timbangan amal
d.      Pengampunan dosa

Literatur Murji’ah banyak yang tidak diketemukan sebagaimana aliraan lain. Bahkan keberadaanya seakan hilang ditelan masa dan hanya tinggal sejarah. Namun dalam prakteknya ajaran mereka masih banyak diketemukan di kalangan masyarakat. Hanya saja tidak dalam tubuh aliran Murji’ah, tetapi melekat pada aliran lain. Walaupun hal ini tidaklah memberikan kepastian sebagai pengaruh ajarannya. Namun, apa yang tampak tetap tidak bisa dipungkiri sebagai bagian dari ajarannya. Di antara beberapa hal tersebut adalah taklid dalam tauhid,  penundaan dan penangguhan dosa atau hukuman, konsep iman dan kufur, pengampunan Tuhan terhadap dosa, aliran suluk di pedesaan.

DAFTAR PUSTAKA


1.      Mulyono, MA dan Drs. Bashori. ______. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. UIN Maliki Press; Malang.
2.      Nasution, Harun. 2006. Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. UI Press; Jakarta.
3.      Yusuf, Nasir dan Karsidiningrat.  1998. Prinsip-Prinsip Dasar Aliran Teologi Islam Terjemah Maqolatu Al-Islamiyyin Wa Ikhtilafu Al-Mua’shshilin Li Al-Syaikh Imam  Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari. CV Pustaka Setia; Bandung.
4.      Tim Penyusun. 2011. Ilmu Kalam. Sunan Ampel Press; Surabaya.
5.      Fudhali, Syaikh Muhammad. 1359H. Kifayatu Al-Awam. AL-HIDAYAH; Surabaya.


[1] Mulyono, MA dan Drs. Bashori. ______. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. UIN Maliki Press; Malang. Hal 119-120.
[2] Harun Nasution. Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah  Analisa Perbandingan. UI Pess; 2006.
[3] Yusuf, Nasir dkk.  1998. Prinsip-Prinsip Dasar Aliran Teologi Islam Terjemah Maqolatu Al-Islamiyyin Wa Ikhtilafu Al-Mua’shshilin Li Al-Syaikh Imam  Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari. CV Pustaka Setia; Bandung. Hal 202.
[4] Ibid. Hal 215
[5] Fudhali, Syaikh Muhammad. 1359H. Kifayatu Al-Awam. AL-HIDAYAH; Surabaya.