Senin, 28 Mei 2012

TAKHRIJ HADIS

Oleh : ABD. SHAMAD

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, manusia bukanlah menjadi lebih baik. Tetapi, mereka semakin jauh dari agama bahkan meninggalkannya. Seorang Ulama’ pernah mengatakan bahwa berpegang pada agama di zaman akhir ini tak ubahnya seperti memegang bara api. Kalau dipikir-pikir memang begitu adanya. Sangat sedikit mereka yang tetap berpegang pada hadis dan Alquran. Kemaksiatan sudah menyatu dengan kepribadian mereka, sampai-sampai tak pernah merasakannya.
Sekarang pemerhati agama sangat dibutuhkan, khususnya terkait dasar-dasar agama yang mulai tercampur baur. Kalau zaman dahulu banyak para penghafal hadis sehingga mudah untuk menemukan atau menelusurinya, sekarang sangat sulit ditemukan. Dan hadis-hadis hanya tersimpan dalam disc atau beredar di internet yang terkadang masih perlu dipertanyakan. Yang lebih dikedepankan di zaman sekarang hanyalah urusan-urusan yang terkait masalah duniawi. Apa yang menguntungkan akan dikerjakan dan sebaliknya jika tidak, meskipun terkait dengan kebenaran akan ditinggalkan.
Dalam makalah ini, kami tertarik untuk sedikit banyak membahas tentang Takhrij Al-Hadis. Hal yang terkait dengan penelusuran hadis-hadis yang beredar dan banyak kita temukan di pasaran untuk memuai kembali pada dasar-dasar agama. Apakah hadis-hadis tersebut patut dipeganga dan bagaimana statusnya?. Dimanakah hadis-hadis tersebut dapat ditemukan dalam sumberaslinya?. Di sini takhrij akan memberi petunjuk dengan berbagai macam rujukan yang dapat dipakai sesuai aturan.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami akan membahas berbagai hal terkait;
1)      Apa yang dimaksud Takhrij dan tujuannya?.
2)      Apa saja metode Takhrij yang dapat digunakan?.
3)      Bagaimana proses pelaksanaan Takhrij dan contohnya?

C.     Tujuan
Setelah membaca makalah ini, kami mengharapkan pembaca memahami sedikit banyak tentang beberapa hal berikut;
1)      Pengertian Takhrij dan kegunaannya.
2)      Metode-metode Takhrij hadis yang dapat digunakan.
3)      Proses pelaksanaan Takhrij dan contohnya.



PEMBAHASAN

A.    Pengertian Takhrij Al-Hadits dan Tujuannya
            Menurut bahasa, arti takhrij yang paling populer adalah mengeluarka, meneliti atau melatih dan menerangkan. Sedangkan takhrij menurut istilah ahli hadis, memiliki berbagai pengertian sebagai berikut:
Ø  Menjelaskan tentang hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para periwayat dalam sanad hadis tersebut. Misalnya, Ulama hadis berkata, “Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan jalur dari si fulan, dari si fulan dst”.
Ø  Mengeluarkan dan meriwayatkan hadis dari beberapa kitab, guru atau teman dengan memperhatikan riwayat hidup periwayat.
Ø  Menunjukkan kitab-kitab sumber hadis, yakni menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang di dalamnya ditemukan hadisnya secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.
            Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam takhrij hadis mempunyia sasaran dan tujuan menelusuri satu atau beberapa hadis. Kegiatan ini dimulai dari penelusuran kitab apa saja yang memuat hadis tersebut, diriwayatkan melalui berapa jalur, siapa saja tokoh yang meriwayatkan dan sejarahnya (reputasi periwayat), juga penelusuran akan kualitas hadis dan muttashil munqathi’nya.
            Tidak semua kitab bisa dijadikan sumber hadis dalam penisbatan (takhrij), ada beberapa kitab yang merupakan sumber-sumber asli hadis sendiri, yaitu:
v  Kitab-kitab yang dihimpun para pengarang dengan jalan yang diterima dari guru-gurunya dan lengkap dengan sanad-sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad, seperti kutubus sittah, Muwattha’Imam Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-hakim, Musannaf Abdur Razaq dan sesamanya.
v  Kitab-kitab hadis pengikut (tabi’) kitab-kitab pokok di atas, seperti kitab yang menghimpun hadis di atas. Misalnya, kitab Al-Jam’u Bainas Shalihain karya Al-humaidi, kitab-kitab yang menhimpun bagian terkecil hadis di atas, seperti Tuhfatu Al-Asyraf Bi-Ma’rifatil Atraf karya Ar-Mazi, dan ringkasan kitab-kitab di atas, seperti Tahzib Sunan Abi Daud karya Al-Munziri.
v  Kitab-kitab selain hadis, meliputi kitab tafsir, fikih, dan sejarah yang didukung hadis dengan syarat penulisnya meriwayatkan hadis secara lengkap dengan sanadnya sendiri. Yang termasuk dalam kitab-kitab ini adalah kitab Tafsir dan Tarikh karyaAt-Tabari dan Al-Umm karya Imam Syafi’i.[1]
Jadi, menisbatkan hadis pada kitab-kitab yang hanya menghimpun sebagian hadis tanpa memakai jalan yang diterima dari gurunya, tidaklah termasuk takhrij dalam pengertian di atas. Kitab-kitab yang tidak terhitung sebagai sumber asli hadis, seperti Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam karya Ibnu Hajar dan Al-Jami’u As-Shaghir dan lainnya.
            Dari berbagai hal di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah takhrij, kaidah dan metodenya sangat dibutuhkan khususnya bagi mereka yang menekuni ilmu-ilmu syar’I dalam melacak hadis sampai pada sumber aslinya. Karena mereka yang mempelajari ilmu tidak akan dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadis atau tidak dapat meriwayatkannya, kecuali setelah mengetahui ulama-ulama yang meriwayatkan hadis dalam kitabnya dengan dilengkapi sanad-sanadnya. Selain itu, dengan takhrijlah kualitas (shahih, dha’if, hasan dan maudhu’) dan validitas hadis dapat diketahui, apakah hadis tersebut bisa digunakan (ma’mul) atau tidak bisa digunakan (ghairu ma’mul).
            Adapun kitab-kitab takhrij sangat banyak ditulis oleh para ulama. Di antara kitab-kitab tersebut yang populer adalah Takhhruju Ahadisil Muhazzab karya Abu Ishaq As-Syirazi, Takhriju Ahadisi Al-Mukhtar Al-Kabir karya Ibnul Hajib, Nasbur-Rayah Li Ahadisi Al-Hidayah karya Al-Margigani, Takhriju Ahadisi Al-Kasysyaf  karya Al-Jahiz , Al-Badru Al-Munir Fi Takhriji Al-Ahadisi Wal-Atsari Al-Waqi’ati Fi As-Syahri Al-Kabiri karya Ar-Rafi’i, Ad-Dirayah Fi Takhriji Al-Ahadisi Al-Hidayah tulisan Al-Hafizh Ibnu Hajar dan masih banyak lainnya.

B.     Metode Takhrij Al-Hadits dan Kitab Referensi
            Menurut penelitian Mahmud At-Tahhan, ada lima metode yang dapat dipakai dalam melakukan Takhrij. Kelima metode tersebut adalah sebagai berikut;
1)      Mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadis.
            Metode ini dapat digunakan selama nama sahabat yang meriwayatkan tercantum dalam hadis yang akan ditakhrij. Jika tidak tercantum dan tidak memungkinkan untuk diketahui, jelas metode ini tidak dapat digunakan dan bisa memakai metode-metode lain. Dalam memakai metode ini, seorang pentakhrij dapat memakai atau dipandu dengan tiga macam kitab sebagai berikut;
1.      Kitab-kitab Musnad
            Musnad menurut qoul yang masyhur merupakan kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat atau kitab yang menghimpun hadis-hadis sahabat. Nama-nama sahabat dalam kitab Musnad, terkadang disusun berdasar urutan huruf hijaiyah atau sahabat yang terlebih dahulu masuk Islam, kabilah atau negara dan sebagainya. Namun dalam penggunaan, kitab yang disusun dengan urutan huruf hijaiyah ini lebih mudah untuk digunakan. Sedangkan menurut sebagian ahli hadis lain, Musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkanurutan bab-bab fikih atau berdasarkan ururtan huruf hijaiyah tidak berdasarkan nama sahabat.
            Ada banyak kitab-kitab Musnad yang disusun oleh para ahli hadis. diantaranya;
a)      Musnad Ahmad bin Hambal (-241 H).
b)      Musnad Abu Bakar, Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi.
c)      Musnad Abu Daud Sulaiman bin Daud At-Tayalisi (-204 H).
d)     Musnad Al-Humaidi (-249 H).
e)      Musnad Abu Ya’la Ahmad bin Ali Al-Musani Al-Mausili (-249).
2.      Kitab-kitab Mu’jam
            Mu’jam menurut istilah ahli hadis adalah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-gurunya, negara atau lainnya. Dan umumnya susunan nama-nama sahabat itu berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
            Adapun kitab-kitab Mu’jam yang masyhur adalah sebagai berikut;
a)      Al-Mu’jam Al-Kabir karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H).
b)      Al-Mu’jam Al-Ausat karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H).
c)      Al-Mu;jam Al-Sagir karya Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Tabrani (-360 H).
d)     Mu’jam As-Sahabah karya Abu Ya’la Ahmad Ali Al-Mausili.
3.      Kitab-kitab Atraf.
            Kitab Atraf adalah bagian kitab-kitab hadis yang hanya menyebutkan bagian (tharf) hadis yang dapat menunjukkan keseluruhannya, kemudian menyebutkan sanadnya baik secara menyeluruh atau hanya dihubungkan pada kitab-kitab tertentu. Yang termasuk kitab-kitab atraf adalah sebagai berikut;
a)      Tuhfatu Al-Asyraf Bi-Makrifati Al-Atraf karya Al-Hafiz Jamaluddin Abul Hallaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Mazi (-742 H)
b)      Zakna’iru Al-Mawaris Fi Ad-Dilalati ‘Ala Mawadi’i Al-Hadis karya Syeikh Abdul Ghani An-Nabilisi Ad-Dimasyqi Al-Hanafi.
2)      Mengetahui lafal pertama dalam matan hadis.
            Metode ini digunakan ketika mengetahui lafal pertama dari matan hadis. Dengan menekankan pada teks pertamanya, selanjutnya peneliti akan menemukan kelengkapan hadis yang diteliti. Dan dalam menggunakan metode ini, dapat dibantu tiga macam kitab sebagai berikut;
a)      Kitab-kitab tentang hadis yang masyhur di kalangan masyarakat. Yaitu kitab yang memuat hadis-hadis yang banyak beredar dan selalu diriwayatkan di kalangan masyarakat. Yang termasuk dalam golongan kitab ini adalah;
1.      At-Tazkirah Fil Ahadisil Musytahirah karya Badruddin bin Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasyi (-974 H).
2.      Ad-Durarul Muntasirah Fil Ahadisil Musytahirah karya jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (-911 H).
3.      Al-La’ali’ul Mansurah Fil Ahadisil Musytahirah karya ibnu hajar Al-Asqalani (-852 H).
b)      Kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah. Seperti kitab Al-Jami’u As-Sagir Min Hadisil Basyirin nadzir karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuti dan Az-Ziyadah ‘Ala Kitabil Jami’I As-Sagir karya beliau juga.
c)      Kitab-kitab kunci (miftah) dan kamus (fahras) kitab-kitab hadis tertentu. Seperti kitab Miftahus Sahihain karya At-tauqidi dan Fahras Li Ahadisi Sahihi Muslim karya Muhammad Fuad Abdul baqi.
3)      Mengetahui lafal matan hadis yang sedikit berlakunya.
            Metode ini menekankan pada pencarian beberapa lafadz yang jarang dipergunakan. Ilmu sharaf akan membantu seorang peneliti mengetahui akar katanya. Setelah itu, dia dengan mudah akan mengetahui rangkaian kata hadis dan mengetahui pula para kodifikatornya bersama rumusan bab dan kitab referensinya. Referensi yang dapat digunakan dalam menggunakan metode ini adalah Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-Fadz Al-Hadits An-Nabawi karya Dr. Arndgan Wensink (-1939 M).
4)      Mengetahui pokok bahasan hadis.
Metode ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang menguasai pembahasan atau satu dari beberapa pembahasan hadis. Selain itu, metode ini juga bisa dipakai mereka yang memiliki pengetahua luas. Dalam menerapkan metode ini, pentakhrij dapat dibantu dengan berbagai kitab yang tersusun berdasarkan bab fikih sebagai berikut:
a.       Kitab hadis yang membahas seluruh masalah keagamaan, seperti Al-Jawami’, Al-Mustakhrajat Wa Al-mustadrakat ‘Alal Jawami’.
b.      Kitab hadis yang membahas sebagian besar masalah keagamaan, seperti Al-Musannafat, Al-Muwatta’at, As-Sunan dan lain-lain.
c.       Kitab hadis yang membahas masalah atau aspek tertentu dari bebeapa masalah atau aspek keagamaan, seperti Al-Ajza’, At-Targhib Wa At-Tarhib, Al-Ahkam dan lainnya.
5)      Meneliti keadaan-keadaan hadis, baik dalam sanad atau matannya.
Metode ini dimaksudkan dengan mempelajari sedalam-dalamnya tentang keadaan matan dan sanad hadis, kemudian mencari sumbernya dalam kitab-kitab yang khusus membahas matan dan sanad hadis tersebut.Dalam penggunaan metode ini, pentakhrij dapat dibantu dengan kitab Al-Maudu’at Al-Kubra karya Syeikh Ali Al Qari Al Harawi, kitab Tanzihus Syari’at Al-MArfu’ah  An Al-Ahadis  As-Syani’ah Al-Maudhu’ah karya Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Iraq Al-Kinani, dan lain-lainl.

C.     Proses dan Contoh
            Dalam melakukan penelitian hadis (takhrij), ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mempermudah kegiatan tersebut. Di antara langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Memilih salah satu metode yang akan digunakan sesuai kebutuhan atau kemampuan.
2.      Mencari referensi yang dapat digunakan sesuai metode yang dipakai dalam pencarian hadis dan sanadnya dengan lengkap dan Syawahid-nya jika ada.
3.      Membuat skema atau bagan sanad hadis, baik hadis yang diteliti atau syawahid-nya.
4.      Memaparkan  biografi setiap perawi, khususnya pada aspek guru-guru dan murid-muridnya. Dan yang paling penting dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil-nya.
5.      Memaparkan kebersambungan sanad hadis yang dapat dicermati dari adanya relasi antara dia dan gurunya juga muridnya. Bisa juga menggunakan tahun wafat dengan estimasi masa jedah enampuluh tahun.
6.      Memaparkan kredibilitas para perawi untuk menentukan status periwayatan.
7.      Mempertajam analisis dengan memaparkan As-Syawahid dan At-Tawabi’ hadis.
8.      Melakukan studi kritis terhadap matan hadis sesuai kaidah yang telah ditentukan.[2]
           
            Dalam mempermudah pemahaman tentang takhrij, di sini akan dilampirkan contoh takhrij sesuai langkah-langkah di atas sebagaimana di bawah ini.

Contoh:

            Di masyarakat ditemukan salah satu kebiasaan melakukan talqin mayit atau mengajarkan ucapan la Ilaha illa Allah kepada orang yang mati setelah dikubur. Persoalannya, bagaiman bunyi hadis tersebut secara lengkap dan siapa saja perawinya? Bagaimana kualitas hadis tersebut.
Dalam menyelesaikan hal ini, pentakhrij bisa menggunakan metode ke-tiga dengan membuka kitab Mu’jam al-Mufahras li Al-Fadz Al-Hadis dengan membawa kata talqin, yang kata dasarnya bahwa hadis ini diriwayatkan oleh At-Turmudzi dan Abu Daud. Hadis yang diriwayatkan At-Turnuzi berbunyi
حدثنا أبو سلمة يحي بن خلف حدثنا بشر بن المفضل عن عمارة بن غزية عن يحي بن عمارة عن أبى سعيد الخدرى عن النبي صلى الله عليه وسلم  قال : لقنوا موتاكم لآ اله الا الله.

Artinya: Telah bercerita kepada saya Abu Salamah Yahya bin Khalaf, katanya, telah bercerita kepada saya Bisyr ibn Al-Mufaddhal, dari ‘Ummarah ibn Al-Ghaziyyah dari Yahya ibn ‘Ummarah dari Abu Sa’id Al-Khudri dari Nabi SAW, katanya, Talqinlah mayitmu dengan La Ilaha Illallah.”

Adapun hadis yang diriwayatkan Abu Daud berbunyi
حدثنا مسدد ثنا  بششر ثنا عمارة بن غزية ثنا يحي بن عمارة قال : سمعت أبا سعيد الخدرى يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لقنوا موتاكم لآ اله الا الله.
Artinya: Telah bercerita kepada kami, Musaddad, katanya, bercerita kepada kami Bisyr, katanya, telah bercerita kepada kami’Ummarah ibn Ghaziyyah, katanya, telah bercerita kepada kami Yahya ibn ‘Ummarah, saya mendengarAbu Sa’id Al-Khudri berkata, Rasulullah SAW. Pernah bersabda, “Talqinlah Mayitmu dengan La Ilaha Illallah”.
            Setelah menemukan hadis dan sanadnya dengan lengkap juga syawahid-nya jika ada, pentakhrij membuat bagan sanad sesuai dengan dua hadis di atas.
                      Nabi Muhammad


Abu Sa’id Al-Khudri





Yahya ibnu Umarah





Umarah bin Ghaziyyah





Bisyr ibn Al-Mufaddhal




Abu Salamah                                                                                       Musaddad











At-Turmuzi                                                                                         Abu Daud

            Langkah selanjutnya adalah menulis biografi para perawi dan  menelusuri persambungan sanad juga reputasi masing-masing periwayat dalam menentukan kredibilitas dan kualitas hadis tersebut. Selain itu, bisa juga dilakukan studi kritis atas matan sesuai kaidah yang telah ditentukan.[3]









PENUTUP


A.    Kesimpulan
            Menurut bahasa, arti takhrij yang paling populer adalah mengeluarka, meneliti atau melatih dan menerangkan. Sedangkan takhrij menurut istilah ahli hadis, memiliki berbagai pengertian sebagai berikut:
Ø  Menjelaskan tentang hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para periwayat dalam sanad hadis tersebut..
Ø  Mengeluarkan dan meriwayatkan hadis dari beberapa kitab, guru atau teman dengan memperhatikan riwayat hidup periwayat.
Ø  Menunjukkan kitab-kitab sumber hadis, yakni menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang di dalamnya ditemukan hadisnya secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.
            Menurut penelitian Mahmud At-Tahhan, ada lima metode yang dapat dipakai dalam melakukan Takhrij. Kelima metode tersebut adalah sebagai berikut;
1.      Mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadis.
      Metode ini dapat digunakan selama nama sahabat yang meriwayatkan tercantum dalam hadis yang akan ditakhrij. Jika tidak tercantum dan tidak memungkinkan untuk diketahui, jelas metode ini tidak dapat digunakan dan bisa memakai metode-metode lain. Dalam memakai metode ini, seorang pentakhrij dapat memakai atau dipandu dengan tiga macam kitab sebagai berikut;
a.       Kitab-kitab Musnad
b.      Kitab-kitab Atraf.
c.       Kitab-kitab Mu’jam
2.      Mengetahui lafal pertama dalam matan hadis.
      Metode ini digunakan ketika mengetahui lafal pertama dari matan hadis. Dengan menekankan pada teks pertamanya, selanjutnya peneliti akan menemukan kelengkapan hadisnya. Pengguna metode ini, dapat dibantu tiga macam kitab, yaitu:
a)      Kitab-kitab hadis yang masyhur di masyarakat. Yaitu kitab yang memuat hadis-hadis yang banyak beredar dan selalu diriwayatkan di kalangan masyarakat
b)      Kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
c)      Kitab-kitab kunci (miftah) dan kamus (fahras) kitab-kitab hadis tertentu
3.      Mengetahui lafal matan hadis yang sedikit berlakunya.
      Metode ini menekankan pada pencarian beberapa lafadz yang jarang dipergunakan. Ilmu sharaf akan membantu seorang peneliti mengetahui akar katanya. Setelah itu, dia dengan mudah akan mengetahui rangkaian kata hadis dan mengetahui pula para kodifikatornya bersama rumusan bab dan kitab referensinya.
4.      Mengetahui pokok bahasan hadis.
      Metode ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang menguasai pembahasan atau satu dari beberapa pembahasan hadis. Selain itu, metode ini juga bisa dipakai mereka yang memiliki pengetahua luas.
5.      Meneliti keadaan-keadaan hadis, baik dalam sanad atau matannya.
Metode ini dimaksudkan dengan mempelajari sedalam-dalamnya tentang keadaan matan dan sanad hadis, kemudian mencari sumbernya dalam kitab-kitab yang khusus membahas matan dan sanad hadis tersebut.







DAFTAR PUSTAKA



1.      Attahhan, Mahmud. 1995. Metode Tahrij Penelitian Sanad hadis. PT Bina Ilmu; Surabaya.
2.      Zuhri, Muh. 2003. Hadis Nabi. PT Tiara Wacana; Yogyakarta.
3.      Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Studi Hadits. Sunan Ampel Press; Surabaya.
4.      Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1954. Ulumul Hadis. Pustaka Setia: Bandung.
5.      Al-Qathan, Manna. 2008. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.



[1] At Tahhan, Mahmud. 1995. Metode Takhrij Penelitian Sanad Hadis. PT Bina Ilmu; Surabaya. Hal 5-6.
[2] TIM Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Studi Hadis. Sunan Ampel Press; Surabaya. Hal 177-179.
[3] Zuhri, Muh. 2003. Hadis Nabi. PT Tiara Wacana; Yogyakarta. Hal 153-160.

Selasa, 01 Mei 2012

Filsafat: Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

Oleh : Abd Shamad dkk


A. Latar Belakang
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan,manusia dan alam semesta.Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu;epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan,ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan.Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat,hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula.Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan,bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain.Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji,bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas,klasifikasi,tujuan dan perkembangannya.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang beberapa pertanyaan berikut;
1. Apa itu ontologi,epistemologi dan aksiologi?.
2. Apa objek dan ruang lingkup ontologi,epistemologi dan aksiologi?.
C. Tujuan
Dengan membaca makalah ini diharapkan pembaca pahan dan mengerti tentang;
1. Definisi dan maksud dari ontologi,epistemologi dan aksiologi.
2. Objek dan ruang lingkup ontologi,epistemologi dan aksiologi.



PEMBAHASAN

A. Epistemologi
Epistemologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos,theory.Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara 'alim (subjek) dan ma'lum (objek).Atau dengan kata lain,epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat,dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat.Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan,bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak.
Manusia dengan latar belakang,kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti,dari manakah saya berasal?Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam?.Apa hakikat manusia?.Tolok ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia?.Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia?.Mana pemerintahan yang benar dan adil?Mengapa keadilan itu ialah baik?Pada derajat berapa air mendidih?Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya?.Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain.Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya.
Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya.Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa:
1. Hakikat itu ada dan nyata;
2. Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
3. Hakikat itu bisa dicapai,diketahui,dan dipahami;
4. Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan,dan makrifat atas hakikat itu.
Akal dan pikiran manusia bisa menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya,dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan tidak tertutup bagi manusia.
Apabila manusia melontarkan suatu pertanyaan yang baru,misalnya bagaimana kita bisa memahami dan meyakini bahwa hakikat itu benar-benar ada? Mungkin hakikat itu memang tiada dan semuanya hanyalah bersumber dari khayalan kita belaka? Kalau pun hakikat itu ada, lantas bagaimana kita bisa meyakini bahwa apa yang kita ketahui tentang hakikat itu bersesuaian dengan hakikat eksternal itu sebagaimana adanya?Apakah kita yakin bisa menggapai hakikat dan realitas eksternal itu?.Sangat mungkin pikiran kita tidak memiliki kemampuan memadai untuk mencapai hakikat sebagaimana adanya, keraguan ini akan menguat khususnya apabila kita mengamati kesalahan-kesalahan yang terjadi pada indra lahir dan kontradiksi-kontradiksi yang ada di antara para pemikir di sepanjang sejarah manusia?
Persoalan-persoalan terakhir ini berbeda dengan persoalan-persoalan sebelumnya,yakni persoalan-persoalan sebelumnya berpijak pada suatu asumsi bahwa hakikat itu ada,akan tetapi pada persoalan-persoalan terakhir ini,keberadaan hakikat itu justru masih menjadi masalah yang diperdebatkan.Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.Seseorang sedang melihat suatu pemandangan yang jauh dengan teropong dan melihat berbagai benda dengan bentuk-bentuk dan warna-warna yang berbeda,lantas dia meneliti benda-benda tersebut dengan melontarkan berbagai pertanyaan-pertanyaan tentangnya.Dengan perantara teropong itu sendiri,dia berupaya menjawab dan menjelaskan tentang realitas benda-benda yang dilihatnya.Namun, apabila seseorang bertanya kepadanya:Dari mana Anda yakin bahwa teropong ini memiliki ketepatan dalam menampilkan warna,bentuk dan ukuran benda-benda tersebut? Mungkin benda-benda yang ditampakkan oleh teropong itu memiliki ukuran besar atau kecil?.Keraguan-keraguan ini akan semakin kuat dengan adanya kemungkinan kesalahan penampakan oleh teropong.Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan keabsahan dan kebenaran yang dihasilkan oleh teropong.Dengan ungkapan lain, tidak ditanyakan tentang keberadaan realitas eksternal,akan tetapi yang dipersoalkan adalah keabsahan teropong itu sendiri sebagai alat yang digunakan untuk melihat benda-benda yang jauh.
Keraguan-keraguan tentang hakikat pikiran,persepsi-persepsi pikiran,nilai dan keabsahan pikiran,kualitas pencerapan pikiran terhdap objek dan realitas eksternal, tolok ukur kebenaran hasil pikiran,dan sejauh mana kemampuan akal-pikiran dan indra mencapai hakikat dan mencerap objek eksternal,masih merupakan persoalan-persoalan aktual dan kekinian bagi manusia.Terkadang kita mempersoalkan ilmu dan makrifat tentang benda-benda hakiki dan kenyataan eksternal dan terkadang kita membahas tentang ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indra. Semua persoalan ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi.
Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan.Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
a) Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî.Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
1. Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan,kemahiran dan juga meliputi ilmu-ilmu seperti hudhûrî, hushûlî,ilmu Tuhan, ilmu para malaikat dan ilmu manusia.
2. Ilmu adalah kehadiran (hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan.Istilah ini digunakan dalam filsafat Islam.Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
3. Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika (mantik).
4. Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum diyakini.
5. Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal.
6. Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
7. Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
b) Sudut pembahasan,yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas,karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi.Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika.Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan.Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi.

B. Ontologi
Ontologi adalah bagian metafisika yang mempersoalkan tentang hal-hal yang berkenaan dengan segala sesuatu yang ada atau the existence khususnya esensinya.Dalam dictionary of philosophy,James K Frebleman mengatakan bahwa ontologi adalah “the theory of being qua being” teori tentang keberadaan sebagai keberadaan.Menurut Aristoteles ontologi adalah the first of philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda.Dari sekian definisi ini dapat disimpulkan bahwa ontologi adalah salah satu bagian penting dalam filsafat yang membahas atau mempermasalahkan hakikat-hakikat semua yang ada baik abstrak maupun riil.Ontologi di sini membahas semua yang ada secara universal,berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan meliputi semua realitas dalam segala bentuknya.Jadi objek dari ontology adalah segala yang ada dan tidak terikat pada satu perwujudan tertentu(hakikat).Hasbullah Bakry mengatakan bahwa ontology mempersoalkan bagaimana menerangkan hakekat segala yang ada baik jasmani maupun rohani dan hubungan antara keduanya.
Dalam penyelesaian masalah dan pertanyaan tentang hakekat,lahirlah mazhab-mazhab ontology yang mencoba menjawab semuanya melalui beberapa pendekatan yang berbeda yaitu;Naturalisme,Materialisme,Idealisme,hylomorphisme dan Logic Empiricism(Louis O Katsof).Untuk lebih jelasnya mari kita bahas satu persatu kelima mazhab tersebut secara umum saja.
a) Naturalisme
Menurut Hasbullah Bakri naturalisme juga mempersoalkan bagaimana menerangkan hakikat segala yang ada baik rohani maupun jasmani serta hubungan keduanya.Penganut naturalisme modern beranggapan bahwa kategori pokok tentang kenyataan adalah kejadian-kejadian kealaman.Jadi menuurut paham naturalisme ini semua kenyataan itu pasti bersifat kealaman yang dapat ketahui dengan bebagai kejadian alam.
b) Materialisme
Materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi yang berada sendiri dan merupakan unsur-unsur yang membentuk alam.Menurut penganut materialisme hakikat dari suatu benda adalah benda itu sendiri atau wujud materi dari benda tersebut dan dunia fisik itu adalah satu.
c) Idealisme
Idealisme adalah pandangan dunia metafisik yang mengatakan bahwa realitas terdiri atas atau sangat erat hubungannya dengan ide-ide,fikiran,akal dan jiwa.Jadi Idealisme juga merupakan ajaran kefilsafatan yang berusaha menunjukkan agar kita dapat memahami materi atau tatanan kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada hakikat terdalam dengan menggunakan ide,akal,fikiran-fikiran dan jiwa atau ruh.
d) Hylomorphisme
Secara etimologi hylomorphisme berasal dari bahasa yunani yaitu hylo yang berarti materi atau substansi dan morph atau bentuk.Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak satu hal-pun yang ragawi itu bukan merupakan kesatuan dari esensi dan eksistensi.Esensi adalahsegi tertentu dari yang ada yang memasuki akal kita sehingga dapat diketahui atau bisa dibilang wujud nyata suatu benda yang pertama kali dapat menyentuh akal kita saat melihatnya.Menurut Mariatin esensi adalah sesuatu yang terdapat pada obyek manapun yang dipikirkan secara langsung dan yang pertama dihadapkan pada akal.Sedangkan eksistensi adalah hal-hal yang satu demi satu bersifat khusus,mandiri dan mempunyai sarana lengkap untuk berada dan berbuat.
e) Logic Empiricism
Logika adalah ilmu yang memberikan peraturan-peraturan yang harus diikuti agar dapat berfikir valid sedangkan empris adalah pengalaman-pengalaman atau fakta.Jadi Logic empiricism di sini adalah semua pandangan yang sampai saat ini telah dibicarakan mendasarkan diri pada penalaran akal dan semuanya memakai perangkat fakta yang sama sebagai landasan penopang untuk menunjukkan kebenarannya.

C. Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.Ilmu tidak bebas nilai.Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan yaitu;

1. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral.Kajian etika lebih fokus pada prilaku,norma dan adat istiadat manusia.Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua.Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis.Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya.Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis,sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma,adat,wejangan dan adat istiadat manusia.Berbeda dengan norma itu sendiri,etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar.Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika,nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab,baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,masyarakat,alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
2. Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan.Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan.Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.
Aksiologi berkenaan dengan nilai guna ilmu,baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.Berkaitan dengan hal ini,menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal,yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif.Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya be rhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.





P E N U T U P



A. Kesimpulan
Filsafat sangat luas pembahasannya yang mana objek materinya meliputi segala yang ada bahkan yang mungkin ada sekalipun baik tampak maupun tidak.Penelitian tentang filsafat terus berkembang dan tak kan pernah berhenti,sehingga sampai saat ini banyak sekali penemuan-penemuan para filsuf.
Secara garis besar ada tiga bagian struktur filsafat yaitu;epistemologi,ontologi dan aksiologi.Epistemologi atau teori pengetahuan membahas tentang bagaimana kita memperoleh pengetahuan,ontologi atau teori hakikat membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai membahas tentang guna pengetahuan.
Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan,bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain.Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji,bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas,klasifikasi,tujuan dan perkembangannya.
Dalam penyelesaian masalah dan pertanyaan tentang hakekat,lahirlah mazhab-mazhab ontologi yang mencoba menjawab semuanya melalui beberapa pendekatan yang berbeda yaitu Naturalisme,Materialisme,Idealisme,hylomorphisme dan Logic Empiricism(Louis O Katsof).
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan yaitu;Pertama Etika atau cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral dan yang Kedua Estetika atau bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Syafiie, Inu Kencana, 2004, Pengantar Filsafat. PT Rafika Aditama: ____
2. Katsof, O Louis,__________, Pengantar filsafat. PT Tiara Wacana : ¬¬-Jogja
3. Romdon. Drs. MA,____ ,Ajaran Ontologi Ilmu Kebatinan. _____: _____
4. Praja,Juhaya s, 1997,Aliran-Afilsafat dan Etika. PT Yayasan Piara :Bandung
5. Azyumardi, Azza. Integrasi Keilmuan, PPJM dan UIN Jakarta Press:Jakrta
6. Elmasyar, MA Bidin Masri, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, UIN Jakarta Press : Jakarta
7. Burhanuddin, Salam. 1997, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, Reneka Cipta: Jakarta
8. Jujun S, Sumatria Sumatri.1988, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan: Jakarta